09.
Menjadi manusia bukanlah hal mudah, terlebih saat dipaksa selalu kuat dan tersenyum di tengah badai dunia.
Sepasang sepatu Adidas pemberian mendiang mama mengantar langkah Praha menyusuri lahan luas nan tenang. Gundukan berselimut rumput dengan tanda salib di ujung kepala memenuhi pandangan Praha.
Tanpa perlu menyusuri satu per satu nisan, lelaki berusia 24 tahun itu dengan mudah menemukan tempat peristirahatan terakhir sang ibu. Saat nama yang sangat dikenalnya terlihat, ia langsung mendekatkan bokongnya ke tanah seraya kedua tangan mengepal di depan wajah. Tentu Praha menyapa mama, juga Tuhan yang dengan setia menjaga wanitanya hingga akhir hayat.
Memori masa lalu tergambar jelas kala netranya tertutup. Kejadian dua tahun silam yang berhasil merampas mama dari hidup Praha memancing sedihnya. Bukan. Itu bukan salah semesta, tapi salah Praha yang gagal mengubur fakta. Fakta tentang cucu mama yang sengaja dihilangkan oleh anaknya sendiri karena belum siap menyandang gelar ayah.
Praha takut.
Ia tahu tidak semua orang tua benar-benar menjalani perannya sebagai ayah atau ibu di hidup seorang anak. Ada orang tua yang hanya menumpang nama di akta lahir dan ijazah. Mereka disebut orang tua hanya karena usia yang terus bertambah seiring memutihnya helai demi helai rambut.
Sama halnya dengan mama dan papa. Mama adalah wanita hebat karena berhasil membesarkan Praha seorang diri. Namun, terkadang mama terlalu sibuk dengan tumpukan baju kotor milik majikannya hingga melupakan eksistensi Praha.
Papa. Pria dengan ratusan cabang perusahaan itu mulai intens mengirim uang bulanan ke mama untuk menghidupi Praha ketika putranya menginjak usia 17 tahun. Sejak saat itu, mama pun mulai menghabiskan lebih banyak waktunya dengan Praha. Hingga ia sadar bahwa selama ini uanglah yang membesarkannya, bukan kasih sayang.
Namun, Praha yang bodoh tetap menjadikan papa sebagai role modelnya. Sama seperti pria itu, Praha pun memilih untuk menyakiti gadis yang ia cintai beserta anaknya sendiri.
Kini bukan lagi doa yang Praha rapalkan, namun permintaan maaf yang terdalam. Di balik kelopak yang masih setia tertutup, air matanya menetes tanpa perintah.
Mama pergi dengan rasa kecewa dan bersalah yang tak terbendung.
Sama halnya dengan wanita itu, sang anak pun selalu diselimuti rasa bersalah. Bedanya, Praha masih punya kesempatan untuk menampung oksigen di paru-parunya. Namun, itu adalah hal yang sangat menyesakkan.
Dihantui rasa bersalah sepanjang hidup membuat hal-hal di dunia tak lagi menarik. Bahkan, pertemuannya dengan sang ayah sesaat setelah mama meninggal saja tidak meninggalkan bekas yang bermakna.
Praha sudah kehilangan dirinya sejak empat tahun lalu, saat Aira tak lagi menjadi alasannya pergi ke kampus atau sekadar memangkas rambut setiap bulan. Airanya pergi.
Jangan sebut Praha berlebihan karena tidak ada istilah berlebihan dalam mencintai.
“Ma, andai Praha bisa turn back the time. Aira pasti lagi di samping Praha sekarang, sama cucu Mama juga,” parau lelaki itu.
Ia tidak yakin perihal menerima kehadiran anaknya. Yang Praha inginkan adalah Aira tetap di sampingnya.
“Den Praha? Ke sini lagi?” Suara serak khas lansia menyapa indra pendengarannya.
Sembari menggenggam sarung di bahu, Pak Prabu berjalan mendekati Praha. Pria yang bertugas menjaga pemakaman itu sudah cukup mengenal lelaki yang pernah tertidur beralas tanah basah.
Diberi pertanyaan, Praha mengangguk pelan. Senyumnya tetap berseri meski hati diselimuti gundah. “Iya Pak, saya kangen Mama.”
Pria berusia 56 tahun itu tersenyum hangat. Telapaknya menepuk bahu Praha dua kali sebelum raganya pamit pergi.
Tak salah jika Pak Prabu mempertanyakan kehadirannya. Praha memang intens mengunjungi tempat ini beberapa hari terakhir.
Entahlah, lelaki itu merasa pemakaman adalah tempat yang tepat untuk menenangkan pikirannya yang kacau. Ya, saat ini Praha sedang sangat kacau.
Ia benar-benar merindukan Aira. Airanya.
@guanhengai, 2021.