100.

Bekerja di kantor pusat tidak berbeda jauh dengan kantor cabang. Bahkan, Angel lebih memilih mengabdi di kantor kecilnya dulu. Seiring bertambahnya gaji yang ia peroleh di Jakarta, tugas dan tanggung jawabnya pun ikut bertambah.

Hari sabtu yang biasa ia habiskan di atas ranjang king sizenya, kini dilewati bersama laptop dan segelas kopi susu. Kirana, Natasha, dan Syifa adalah rekan satu divisi Angel. Mereka bertugas merancang program serta modul training yang nantinya diberikan pada karwayan.

Waktu mereka hanya tersisa beberapa minggu, namun sampai saat ini modul belum selesai dirancang.

Seperti kepala divisi pada umumnya, Kirana telah memberi tugas pada masing-masing anggota divisi. Sebenarnya tidak terlalu banyak yang harus mereka kerjakan, jadwal mereka hari ini adalah melakukan review pada modul mentah yang sudah disusun. Setelah itu, mereka hanya perlu memperbaiki beberapa hal dan menambahkan detail kegiatan.

“Sha, lo tau OB lantai direksi nggak?” tanya Syifa tiba-tiba.

Natasha berdeham sembari menatap Syifa yang sibuk merapikan tabel di lembar Excel. “Yang ganteng?” tanya gadis itu memastikan.

“Iya, yang kalo lewat wangi banget! Anjir, kalo bukan OB udah gue gebet dari dulu,” tutur Syifa tanpa beban.

Angel mendengar percakapan mereka tanpa menunjukkan respon apa pun. Meski mata dan tangannya sibuk bermain di atas laptop, telinga dan otaknya terfokus pada Syifa dan Natasha. Gadis itu tahu kedua temannya sedang membicarakan suaminya.

Ya, suaminya.

“Ah, tapi cowok kayak dia pasti tipenya yang modelan Mba Kirana.” Syifa lagi-lagi berucap tanpa beban.

Tak ada yang salah dari opini Syifa, namun hal itu mampu membuat ketikan Angel terjeda sejenak. Ekor matanya melirik Kirana yang sedang melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuh tinggi langsing, kulit cerah, hidung mancung, rambut panjang, serta otak cemerlang memang spek idaman para pria.

Sang topik utama pun terkekeh. “Tipe cowok kan beda-beda, Syif. Bisa aja Jerry sukanya yang modelan Angel?”

Merasa namanya dipanggil, gadis itu segera menegakkan kepala dan menatap ketiga rekan kerjanya. Otaknya bekerja sangat keras untuk mencari respon paling tepat yang harus ia ekspresikan.

“Hehehe, nggak mungkin lah.” Hanya itu yang terlintas dalam benak Angel.

Setelahnya, tak ada lagi percakapan mengenai dirinya dan Jerry. Syifa tetap pada pendiriannya bahwa Kirana adalah tipe Jerry. Jika kalian berpikir Kirana adalah gadis cantik yang Atuy maksud, tebakan kalian benar.

Bukan hanya Atuy yang terang-terangan mengekspresikan rasa kagumnya pada Kirana, bahkan beberapa atasan mereka di kantor melakukan hal yang sama. Sayangnya, peraturan kantor yang tidak memperbolehkan karyawannya memiliki hubungan spesial membuat para pria itu mundur tanpa diperintah.

“Lho? Itu Jerry, kan?”

“Astaga! Pucuk dicinta ulam pun tiba. Jangan-jangan jodoh nih sama Mba Kirana,” bisik Syifa pada kepala divisinya.

Wajah Kirana yang memerah dan pergerakan tangannya yang tak teratur menandai gadis itu sedang salah tingkah. Hal tersebut tak lepas dari pengelihatan Angel yang duduk berseberangan dengan Kirana.

Kirana suka Jerry. Itu tebakan Angel yang ia yakini benar adanya.

Sosok lelaki berbalut seragam pramusaji berjalan menuju salah satu meja di ujung ruang. Angel tidak tahu bahwa suaminya bekerja di cafe ini. Pasalnya, Jerry hanya berkata bahwa dirinya memiliki pekerjaan tambahan tanpa menyebut nama tempatnya.

Angel seketika tersadar, ia segera mengambil ponselnya. “Guys, gue ke toilet sebentar ya.” Gadis itu bergegas pergi setelah mendapat anggukan dari teman-temannya.

Di sudut resto, Jerry masih sibuk menulis pesanan tambahan yang diminta oleh tamunya. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk sebelum pergi ke dapur untuk menyampaikan pesanan.

Saat dirinya kembali, lengan kekarnya ditarik oleh seseorang di balik pintu toilet. Beruntung cafe ini memiliki wilayah universal untuk mencuci tangan, jadi Angel tak perlu mengendap-endap memasuki toilet pria.

“Angel? Kok lo di sini?” tanya Jerry sembari menetralkan rasa terkejutnya.

“Meeting,” jawab Angel singkat.

“Gue mau ngomong sesuatu sama lo!” Gadis itu segera membuka layar ponselnya dan menunjukkan ruang obrolan onlinenya pada Jerry.

“Ini apa, Jer?” tanya Angel to the point.

Lelaki tampan itu hanya menatap istrinya datar. Ia tahu apa yang ada di dalam ponsel Angel. Dari nada bicaranya, Jerry sudah tahu gadis itu sedang menahan kesal saat ini.

“Apa?” Bukannya menjawab, Jerry malah melontarkan pertanyaan pada Angel.

Dahi gadis itu berkerut dalam. Rahangnya sudah mengeras dan tatapannya semakin tajam. Tangannya yang tak terlalu panjang berusaha keras mengungkung tubuh kekar Jerry. Hanya ada tersisa celah beberapa centi di antara tubuh keduanya.

“Kenapa lo batalin pembelian apartemen? Gue capek ngurus surat-suratnya!” gerutu Angel.

“Gue bukan cowok yang suka ngelanggar janji. Simpen aja uangnya,” jawab Jerry.

Situasi dalam toilet itu sudah menegang sempurna. Pagi tadi Angel mendapat pesan dari pemilik apartemen yang menyatakan bahwa transaksinya dibatalkan oleh Jerry. Padahal, gadis itu sudah susah payah mengurus surat yang dibutuhkan.

“Apartemen yang sekarang kita tempatin itu punya kantor, Jer. Setidaknya kita punya satu tempat tinggal cadangan,” ucap gadis itu.

Jerry menunduk dan menatap netra istrinya lembut, “Buat apa, Angel? Sayang kalo nggak ada yang tempatin.”

Angel mendecak kesal. Percuma berbicara dengan lelaki keras kepala seperti Jerry. Gadis itu bersumpah Jerry adalah manusia paling keras kepala dan pembangkang di muka bumi ini.

Jerry menaikkan salah satu alisnya, menggiring hentakan kaki Angel yang membawa gadisnya pergi. Sebenarnya Angel pun tak tahu mengapa dirinya berpikir untuk membeli apartemen. Ia hanya takut tempat tinggalnya hangus terbakar dan berakhir tidur di pinggir jalan.

Dramatis sekali pemikiran gadis itu.


@guanhengai, 2021.