122.
They didn't have to wait long for their airplane landed safely. Ajen dengan mainan karetnya masih duduk tenang di pangkuan Angel, sedangkan jerry sibuk menutup matanya seraya jemari si tampan meremat lengan sang istri.
Suddenly, the plane's wheel crashed its runaway. Ajen bounced in Angel's thigh, making his mom laugh at him. Suara seperti radio terdengar, lalu ding dari speaker cabin mengikuti.
Dear our beloved passengers, in a few moments we will land at the Tjilik Riwut Airport of Palangka Raya. We remind you to get back to your seat, put your headrest on the neutral position, close and lock the table in front of you, and fasten your seat belt.
Captain Kun and all the crew of Neo Air would like to thank you for flying with us. See you on the next time and have a nice day.
Setelahnya, lampu peringatan di atas kepala perlahan dimatikan. Penerangan di sepanjang lorong pesawat membuat beberapa penumpang yang terlelap kembali membuka mata.
“Mas, udah berhenti pesawatnya,” tutur Angel sembari merapikan tas susu Ajen.
Jerry yang masih meremas lengan istrinya pun perlahan membuka kedua matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah ekspresi Ajen yang seperti mengejek papanya karena tidak berani membuka mata sepanjang penerbangan.
“Dih? Ngapain ketawa-ketawa?” tanya lelaki itu sembari mencubit pipi Ajen.
Bocah kecil yang merasa dijahili pun menarik telunjuk sang ayah dan mengigitnya. Dua gigi kecil di gusi bawah Ajen berhasil meninggalkan bekas di telunjuk papanya.
“Aduh! Kamu tuh udah punya gigi, Bocil! Sakit dong kalo digigit gitu!” tegur Jerry pelan.
“Makanya kamu jangan gangguin dia, Mas!” balas Angel.
Sang tuan langsung berdecak dan memutar bola matanya. Ia kembali menatap Ajen yang sedang tertawa. “Dasar, Bocil!” ucapnya seperti bersiap mengibar bendera perang.
Setelahnya, mereka bersiap untuk turun dari pesawat dan menunggu bagasi.
Putaran koper dan kardus di bagasi belum selesai sejak lima menit lalu. Masih banyak penumpang yang berdiri mengitari ban berjalan. Beberapa dari mereka fokus memperhatikan nomor yang tertera di label koper. Setelah menemukan nomor yang sesuai, mereka akan menarik tas tersebut dan membawanya pulang.
“Sayang, tadi kita masukin berapa tas ke bagasi?” tanya Jerry seraya tangannya menarik tas hitam bawaannya.
“Empat, Mas. Dua koper kita, satu koper Ajen, satu tas yang isinya perlengkapan Ajen.”
Lelaki itu menangguk dan kembali bergabung dengan orang-orang di tempat pengambilan koper. Hampir lima belas menit mereka berdiri hingga berhasil mengumpulkan semua bawaan mereka. Untuk keluarga kecil yang pindah ke luar pulau, barang mereka termasuk sedikit.
Angel memperbaiki posisi gendongan Ajen karena kedua bahunya sudah mulai kram. “Pegel ya, Sayang? Mau gantian gendong?” tanya sang suami yang langsung mendapat gelengan.
“Kamu bawa koper aja, Mas. Kita dijemput, kan?”
Jerry mengangguk sembari mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya. Mereka berhenti sejenak karena petugas bandara datang untuk memeriksa nomor yang tertera di koper dan tiket mereka. Setelahnya, Angel dan Jerry melipir ke samping kedai roti untuk menyalakan ponsel masing-masing.
Notifikasi di layar keduanya dipenuhi oleh nama Mas Aryo.
Setelah membaca pesan dari Mas Aryo, Jerry langsung menatap istrinya. Ia melangkah sedikit ke depan hingga berjarak beberapa centi dari tubuh Angel. Tangannya kemudian melepas kaitan di punggung istrinya agar gendongan Ajen terbuka.
“Eh, kok dilepas, Mas?” tanya Angel bingung.
“Aku bisa kok gendong Ajen sambil bawa koper,” jawab Jerry. Lengan kekarnya membawa Ajen dalam gendongan dan telapaknya menarik koper mereka.
“Oh iya, kata Mas Aryo supirnya udah di sini,” lanjutnya.
Angel mengangguk, kemudian bertanya lagi. “Terus? Kantornya jauh dari sini?”
Jerry mengangguk lemas. “Sekitar delapan jam,” jawab lelaki itu.
Netra Angel langsung membelalak dan mulutnya sempat terbuka. Sejujurnya, lelaki itu juga sudah merasa lelah karena mempersiapkan segala sesuatu dari pagi. Namun, apa boleh buat?
Kota tempat mereka berpijak sekarang merupakan ibu kota Kalimantan Tengah. Sedangkan, kantor cabang Mas Aryo berjarak sekitar 420 km dari kota Palangka Raya. Tepatnya di Kecamatan Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat. Seperti kata Jerry, perjalanan darat dapat ditempuh sekitar delapan jam.
Jangan bayangkan jalanan di Kalimantan sama dengan Jakarta-Jogja. Tidak perlu jalan tol untuk menghindari kepadatan lalu lintas di sini. Kemacetan hanya terjadi saat kita melewati beberapa titik yang melewati pasar tradisional.
Hari yang sudah gelap pun akan membuat pemandangan kanan kiri hanya dipenuhi oleh pohon karet dan sawit. Jarak antara satu dengan yang lain di sepanjang jalan lintas kabupaten bisa mencapai satu kilometer. Angel hanya berharap Ajen cepat terlelap agar tidak rewel selama perjalanan.
“Mana supirnya, Mas?” Angel yang ikut mencari pun belum berhasil menemukan supir tersebut.
“Aku juga nggak tau mukanya, Sayang.”
Akhirnya Jerry mengajak Angel untuk berjalan ke arah lobby bandara, berharap menemukan sosok yang mereka cari di sana. Netra Jerry menyapu seluruh tempat yang berada dalam jarak pandang, mencoba menemukan seseorang yang bertampang seperti anak buah Mas Aryo.
Di tengah kebingungan yang melanda kedua orang tuanya, Ajen justru asik bermain dengan mainan karet berbentuk gajah di tangannya. Mainan itu sudah dilengkapi tali pengikat yang terhubung langsung dengan gendongan untuk mencegah benda tersebut hilang.
@guanhengai, 2022.