129.
Dentuman keras menyapa, manusia bergerak liar mengikuti irama musik yang sudah dikombinasi dengan berbagai efek suara. Angel dan Hargi pun ikut serta menari liar dari tempat duduknya. Mereka tidak bergabung dengan orang-orang di depan sana karena Marcell melarangnya.
“Ngel! Nanti balik sama Jerry?” Hargi sedikit berteriak karena suaranya teredam bunyi jedag-jedug.
“Iya! Udah di luar kantor, harusnya aman.” Sang gadis pun ikut meninggikan volume suaranya.
“Ck, jangan maju-maju! Di sini aja,” tutur Marcell sembari menarik kuping kedua sahabatnya. Lelaki itu tidak menyentuh minumannya sama sekali. Padahal, Marcell yang paling suka minuman beralkohol di antara ketiganya.
“Kalian kalo mabok kayak orang kesetanan, setidaknya gue tetep sadar.” Begitu katanya tadi.
Hargi mendengus kesal. “Ah, sebentar doang, Cell! Masa partynya stay di kursi?”
“Oke, tapi kalo mabok gue nggak mau bantu.” Sepertinya Marcell benar-benar berperan sebagai orang tua di sini. Ah, dia memang selalu seperti itu.
Jadilah Hargi bergerak liar di tempat dengan wajah kesal. Berbeda dengan Angel, gadis itu hanya menikmati musik tanpa peduli di mana kakinya berpijak. Tiga sloki alkohol ternyata sangat berpengaruh bagi kesadarannya.
Niat awalnya hanya ingin melupakan permintaan sang ibu, tapi ternyata minuman itu lebih enak dari perkiraannya. Marcell sudah berkali-kali memintanya untuk berhenti minum, tetapi tak dihiraukan.
“Angel, udah! Nanti lo mabok!” Lelaki bermata bulat itu merampas sloki yang sudah menempel di bibir sang gadis.
Tak terima minumannya diambil, Angel langsung merebut kembali miliknya. “Eungh! Gue masih haus, Cell!!”
Lelaki itu menggeleng pelan. Ia menoleh dan meminta sang bartender untuk tidak memberi minuman lagi pada Angel. Entah bagaimana nanti Jerry membawa Angel pulang, keadaan gadis itu sudah tak dapat didefinisikan.
Berbicara soal Jerry, lelaki tampan bak pangeran negeri dongeng itu masih setia memperhatikan istrinya dari kejauhan. Ia tidak bergabung dengan Ojon dan Atuy yang sibuk mendekati Kirana. Lagi pula, rasanya tidak sopan jika berkumpul bersama karyawan lain. Perlu diingat, ia hanya seorang cleaning service.
Kursi tinggi di samping tangga adalah spot terbaik untuk memperhatikan gerak-gerik Angel. Semua usaha Marcell untuk mencegah Hargi pergi dan menghentikan Angel minum terekam jelas olehnya. Namun, Jerry tak berbuat apa pun. Selama gadisnya aman bersama sahabat-sahabatnya, ia tak perlu turun tangan.
Terlalu lama duduk di tempat nyatanya membuat cairan dalam tubuh lelaki itu menumpuk. Marcell dan Angel sedang beradu mulut di sana, mungkin Angel marah karena sahabatnya tak mengizinkan dirinya untuk minum lebih banyak lagi. Setelah memastikan Angel aman, Jerry beranjak ke kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya.
“Ih! Satu gelas lagi, pleaseeee ....” Angel masih berusaha membujuk Marcell agar memberinya asupan alkohol.
“No! Lo udah minum banyak, Ngel. Kasihan Jerry kalo bawa orang mabok naik motor,” tutur Marcell.
“Ish, gue masih sadar kok.” Angel berniat bangkit untuk membuktikan ucapannya. Naas, kakinya tidak mendukung hal tersebut. Belum sempurna tubuhnya berdiri, gadis itu sudah limpung. Beruntung Marcell sempat menangkapnya.
“Tuh kan, nggak usah banyak tingkah deh.” Bibir Angel mengerucut mendengar ucapan Marcell. Ia menghempas kepalanya ke atas meja, tak ada lagi alkohol untuk malam ini.
“Loh? Si Hargi kemana?” Terlalu sibuk dengan Angel membuat Marcell melupakan sahabatnya itu.
Angel mengangkat telunjuk dengan malas. Marcell yang melihat hal itu pun mengikuti arah jari sang gadis. Benar saja, di sana ia menemukan sosok Hargi yang sedang menari eksotis di antara beberapa wanita.
Lelaki itu mengusap kasar wajahnya, “Jesus!! Punya dua sahabat kelakuannya sama aja, bikin pusing.”
“Ngel, lo di sini aja. Gue mau narik Hargi ke sini,” ujar Marcell pada Angel yang masih meletakkan kepalanya di atas meja. Sepertinya kesadaran gadis itu sudah mulai terenggut.
“Hm,” jawabnya singkat.
Setelah Marcell beranjak, Angel memiringkan kepalanya sedikit guna mengintip keadaan di sana. Punggung sahabatnya sudah mulai tenggelam dalam lautan manusia dan lampu club.
Salah satu sudut bibirnya terangkat, mata elangnya mulai menelisik keberadaan bartender terdekat. Tangan kanan sang gadis terangkat saat seseorang berseragam hitam putih mendekati mejanya.
“Mas, satu dong!” panggilnya.
Pekerja yang bertugas mengantar minuman itu pun mendekat dan menyerahkan satu sloki kecil pada Angel. Walaupun dalam keadaan mabuk, Angel tak lupa mengucapkan terima kasih pada orang tersebut.
Tess, tess, tess
“Yah, cepet banget habisnya!” Belum sepuluh detik berlalu, gelas kecil di tangannya sudah kosong. Gadis itu kembali cemberut menatap minumannya yang sudah ludes. Ah, ternyata minuman beralkohol memang secandu itu.
“Aduh, udah mulai pusing.” Angel memijat pelipisnya. Setelah itu, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Jerry. Ia menatap ke arah tangga, namun tidak ada siapa pun di sana.
Dengan susah payah, tangannya merogoh tas dan mencari ponsel. Beruntung smartphone itu sudah memiliki fitur face ID, jadi ia tak kesulitan untuk membuka layarnya. Namun, gadis itu harus berusaha ekstra untuk menemukan ruang obrolannya dengan Jerry karena matanya sudah mulai kehilangan fokus.
Saat jemarinya sibuk menggeser layar, sebuah suara menghampiri telinganya. Suara yang mampu membuat tubuhnya membeku seketika,
“Angel?”
@guanhengai, 2021