149.

Angel tidak pernah membayangkan dirinya tidur di kamar berukuran 3x4 tanpa pendingin ruangan sama sekali. Beberapa hari tinggal di kos petak Jerry membuat gadis bersurai panjang itu kehilangan waktu istirahatnya. Bukan karena sibuk berkegiatan, tapi suhu yang terlampau panas membuat tubuhnya cepat berkeringat.

Kejadian belakangan ini juga menguras banyak pikiran. Lagi pula, apa yang dapat Angel harapkan? Rekaman di kamar malam itu sudah sampai pada atasannya, tentu surat pemutusan hubungan kerja balasannya.

Semua caci maki masih terekam jelas di benak gadis itu. Terlebih, beberapa karyawan nakal masih mengirimnya pesan tidak senonoh. Jerry sudah menyarankan istrinya untuk tidak membuka handphone selama beberapa hari, namun Angel tetaplah Angel.

“Udah, jangan dibuka lagi.” Jerry mulai bergabung dengan Angel di atas kasur. Mereka memutuskan untuk tidur di kasur yang sama dengan berbatas guling. Angel masih punya otak untuk tidak membiarkan Jerry tidur di karpet.

Gadis itu baru selesai menghapus pesan-pesan dari nomor tak dikenal. “Lagi dihapusin, ganggu.”

Jerry terkekeh, tangannya meraih bantal untuk membatasi dirinya dengan sang istri. Lampu kamar sudah dimatikan, tersisa cahaya dari luar yang masuk melalui ventilasi.

Lelaki itu memeluk bantal guling, menyampingkan tubuhnya dan menatap Angel yang sedang menyelesaikan acara hapus-hapus pesan. Setiap inci wajah istrinya adalah candu bagi Jerry, mungkin juga bagi beberapa lelaki lain. Angel bukan hanya cantik, tapi juga manis, elegan, imut, dan tidak membosankan.

“Awas mata lo keluar,” celetuk gadis itu tanpa melirik suaminya.

Jerry mengubah posisinya menjadi telentang, menatap datar langit-langit kamar yang dihiasi bercak kecokelatan. Alih-alih memilih tidur, lelaki itu malah memikirkan kantor mana saja yang belum ia kunjungi. Kantor tempatnya mengabdi selama tujuh tahun kini sudah menjadi tempat yang paling menyeramkan.

“Mikirin kerjaan lagi?” tanya Angel yang sudah ikut berbaring.

“Hmm. Udah hampir seminggu, tapi belum ada panggilan.”

“Gue pengen ngelamar kerja juga,” timpal Angel.

Kedua sudut bibir Jerry terangkat. Tangannya terulur untuk mengambil koran tadi pagi di atas meja. Seolah tak peduli dengan rasa lelahnya, lelaki itu mengibas surat kabar yang sudah dilipat dua kali di atas wajah Angel. Hal ini sudah ia lakukan sejak lima hari lalu, tepatnya saat mereka pindah ke kos Jerry.

“Nanti aja. Lo tenangin diri dulu, baru bersosialisasi lagi,” kata Jerry.

“Pasti susah ya cari kerja lagi?”

“Lumayan, soalnya kita bukan mengundurkan diri, tapi dipecat.”

Sadar tak mendapat jawaban, Jerry memiringkan kepalanya dan menangkap air mata Angel menetes ke arah telinga. Gelapnya kamar ternyata tidak cukup menyembunyikan hal tersebut. Tubrukan berkas cahaya membuat air mata sang gadis mengkilap.

Jerry memindahkan guling ke belakang tubuh Angel, lalu menarik gadis itu masuk ke dalam pelukan. Bahunya mulai bergetar, pertanda ia sudah tak mampu menahan isaknya. Jerry selalu membiarkan Angel menangis dalam rengkuhannya. Tak banyak kata keluar dari mulut Jerry, karena ia tahu Angel tidak membutuhkannya. At least gadis itu tahu bahwa suaminya selalu ada untuk dia.

Usapan lembut di puncak surainya menambah kesan hangat di sana. Perlahan rintik hujan terdengar menyerbu atap kos. Sepertinya semesta tahu bahwa malam ini Angel ingin berbaring di pelukan Jerry tanpa merasa kepanasan.

Untuk saat ini, Angel ingin melupakan bahwa hubungannya dengan Jerry hanyalah status palsu.


@guanhengai, 2021.