187.

Aroma tanah basah sehabis hujan menyeruak. Genangan air masih terlihat di beberapa titik jalanan ibu kota. Sebenarnya, ini adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan. Namun, tidak untuk sepasang suami istri yang akan kedatangan keluarganya.

Angel dan Jerry sibuk menurunkan belanjaan yang baru saja mereka beli di sebuah toko grosir. Mobil Marcell memang selalu menjadi penyelamat keduanya. Lelaki itu tidak pernah keberatan untuk meminjamkan kendaraannya pada Angel, Jerry, maupun Hergi. Marcell memang sahabat terbaik.

Jerry melirik ke samping, memperhatikan ice cream Angel yang mulai mencair. Ditepuknya pelan bahu sang istri. “Itu ice creamnya dimakan matahari,” celetuk Jerry.

Angel sedikit terkesiap. Segera ia sapu ice cream yang hampir mengenai ibu jarinya dengan lidah. Suaminya yang melihat itu hanya terkekeh pelan.

“Lunasin uang sewanya kapan, Jer?” tanya Angel sembari mengambil salah satu bungkusan plastik di bagasi.

“Nanti, sehari sebelum kita ninggalin apartemen,” ujar Jerry yang diangguki Angel.

Hari ini suasana hati mereka sudah membaik. Dua hari berdebat masalah bayar sewa ternyata cukup melelahkan, terlebih kondisi tubuh Jerry yang baru saja pulih. Angel bersikeras untuk membayar semua biaya sewa apartemen, namun Jerry dengan segala gengsinya menolak permintaan sang istri.

Dua kepala yang teramat keras dipaksa berkompromi. Akhirnya, Jerry mengalah dan membiarkan Angel membayar sewanya. Ia sudah menawarkan 50:50, tetapi Angel tetap pada pendiriannya. Katanya, anggap saja ia sedang memberi hadiah pada keluarganya.

Belanjaan hari ini tidak terlalu banyak. Mereka hanya membeli beberapa barang yang SEHARUSNYA ada di apartemen sepasang suami istri. Beruntung keduanya memiliki otak cerdas, sehingga memikirkan beberapa hal untuk menyempurnakan peran mereka.

“Ck, apaan sih!” gerutu Angel sembari melempar sisa ice creamnya ke tempat sampah.

“Loh? Kok dibuang?” tanya Jerry heran.

Tadi Jerry sudah melarangnya membeli ice cream karena Angel mengeluh tak enak badan tadi pagi. Lelaki itu takut istrinya tertular flu. Namun, Angel tetap mengambil dan membayarnya terlebih dahulu. Anehnya, gadis itu baru saja membuang ice cream yang masih tersisa setengah.

“Males! Lengket semua nih tangan gue,” tutur Angel seraya memamerkan beberapa bekas lelehan ice cream di jarinya.

Mulut Jerry membulat. Mengapa gadis di hadapannya seperti bunglon yang dapat berubah sewaktu-waktu? Lelaki itu segera menarik pelan tas Angel dan mengambil selembar tissue basah di sana.

“Kan bisa dilap, Angel. Kasihan tuh ice creamnya dibuang,” tutur sang suami lembut sembari membersihkan sela-sela jari Angel.

Sejujurnya, sikap Jerry yang seperti ini selalu mengundang letupan aneh di dada Angel. Ia masih seorang gadis normal yang tak mampu menepis rasa suka terhadap lawan jenis. Namun, benteng yang pernah ia bangun rasanya belum rela dihancurkan begitu saja.

Gadis itu menarik paksa tangannya dari genggaman Jerry. Jari lentiknya yang sudah tak memegang ice cream segera mengambil kantung plastik lainnya.

“Lo ke atas aja, biar gue yang bawa.” Jerry mencoba merampas bawaan Angel.

“Nggak usah, gue juga bisa bawa ginian doang,” tepis Angel sembari pergi meninggalkan suaminya.

Lelaki yang masih sibuk mengikat plastik hanya penggeleng pelan. Seperti yang ia katakan tadi, Angel bagaikan bunglon yang dapat berubah sewaktu-waktu. Terkadang gadis itu berperan sebagai ibu yang terlampau perhatian, terkadang manja seperti adik, terkadang bijak seperti seorang sahabat, dan terkadang marah-marah seperti seorang kekasih.

Kedua sudut bibir Jerry melengkung membentuk senyum manis. Ingin rasanya memeluk Angel dan mencubit pipinya karena terlalu gemas. Namun, ia sadar akan posisinya.

Jerry memeriksa ponselnya sebelum menutup pintu bagasi. Ia berharap ada panggilan pekerjaan seperti yang Angel terima beberapa hari silam. Nihil. Tidak ada notifikasi yang bertengger di layarnya.

Alih-alih terpuruk, lelaki itu justru mengerutkan keningnya. Hari dan tanggal yang tertera di layar ponsel membuatnya berpikir.

“Astaga! Pantesan kelakuannya kayak gitu, lagi ada di zona merah ternyata.” Ia menepuk keningnya kala mengingat tanggal tamu bulanan Angel. Sepertinya alarm bulanannya terlewat saat dirinya dalam kondisi tak baik kemarin.

Setelah menyadari hal itu, Jerry memeriksa semua belanjaan mereka. Bahan makanan dan buah sudah dibawa oleh istrinya, berarti barang wajib gadis itu masih di sini. Beberapa detik kemudian, keningnya kembali berkerut.

Tidak ada. Apakah Angel melupakan pembalutnya?

Jerry memutarkan pandangannya hingga menemukan sebuah apotek di ruko apartemen. Ia segera menjinjing semua plastik belanja dan menutup pintu bagasi. Setelah memastikan mobil terkunci, lelaki itu langsung membawa raganya menuju apotek dan membeli sebungkus pembalut yang biasa Angel gunakan.

Menit-menit selanjutnya diisi dengan suara berisik dari dapur karena Jerry sedang menata semua barang di tempatnya, termasuk buah dan bahan makanan yang tadi Angel bawa.

Anehnya, sedari tadi Angel belum keluar dari kamar mandi. Sudah hampir limat belas menit gadis itu mengurung diri di sana. Hal ini sudah biasa terjadi. Perut Angel selalu kram di hari pertama tamunya datang. Namun, ini sudah terlalu lama.

Jerry mengambil satu buah pembalut dan melangkah cemas menuju kamar mandi. Mungkin Angel melupakan barangnya dan menunggu Jerry. Jemarinya berkali-kali mengetuk pintu kayu sembari memanggil nama istrinya. Namun, hanya suara waterflush yang merespon panggilannya.

“Angel, keluar dulu!” panggil Jerry untuk kesekian kalinya.

Ceklek

Senyum lelaki itu terbit kala suara pintu kamar mandi terdengar. Dengan cepat ia mengangkat tangannya, membuat sebungkus pembalut itu berada tepat di depan wajahnya. Ia ingin Angel mengingatnya sebagai suami siaga.

Naas, respon istrinya tidak seindah ekspektasi. Tatapan mematikan Angel kini beradu dengan tatapan bingungnya.

Mulut Jerry terbuka kala istrinya merampas pembalut di tangannya dan digantikan oleh sebuah benda pipih. Gadis itu berlalu tanpa sepatah kata pun, meninggalkan suaminya dengan beribu tanda tanya.

Suara gebrakan pintu menggema, membuat Jerry tersadar bahwa Angel memasuki kamar yang mereka siapkan untuk ibu dan Anne.

Sepersekon kemudian, netranya kembali menelisik benda yang baru saja Angel berikan padanya. Jantungnya berdebar seketika melihat apa yang ada di sana.

“Dua garis?”


@guanhengai, 2021