224.

Suasana pagi ini sedikit berbeda dari pagi-pagi biasanya. Seorang gadis dengan piyama lengkap terlihat menggenggam erat wastafel, berusaha menopang beban tubuhnya. Cairan bening yang sedari tadi keluar dari perutnya membawa serta tenanga Angel.

“Udah lama?” tanya seorang lekaki yang entah sejak kapan berada di belakangnya. Telapak hangatnya turut memijat tengkuk sang istri.

“Keluar aja, Jer.” Angel mendorong dada Jerry agar menjauh dari tubuhnya, takut lelaki itu merasa jijik.

Alih-alih menjawab, Jerry justru melingkarkan lengannya ke pinggang Angel. Tangan satunya masih sibuk memberi pijatan lembut di tengkuk istrinya. Ajaib, rasa mual gadis itu perlahan sirna.

“Gimana? Udah enakan?” tanya Jerry, menatap Angel melalui cermin besar di depan mereka.

Gadis itu mengangguk lemah, lalu berterima kasih pada sang suami yang turut membantu mengatasi morning sickness pertamanya. Setetes air mata lolos dari netra sang gadis. Bukan karena menangis, tetapi karena terlalu lama berkutat dengan rasa mual.

Sepersekon kemudian, tubuhnya tersentak kala telapak hangat mendarat di perutnya. Ia dapat melihat tangan Jerry membuat gerakan memutar di sana.

“Hey, mau nunjukin kalau kamu ada di sini, ya? Mama sama Papa udah tau kok,” tutur Jerry seolah berbicara dengan anaknya.

Kedua insan itu kemudian saling tatap di cermin, menyunggingkan senyum geli. Rasanya masih aneh dan tidak percaya bahwa ada makhluk kecil di dalam sana. Morning sickness Angel pagi ini adalah pertanda nyata bahwa anaknya benar-benar ada.

“Mandi sana, udah jam tujuh.” Jerry mengusap puncak surai Angel sebelum melepas pelukannya. Aneh, bibir Angel mengerucut kala lengan suaminya terlepas.

Sepertinya gadis itu sudah mulai menemukan kenyamanan di pelukan Jerry.


Ibu memperhatikan Angel yang sedang menyantap masakan sang suami. Wajah pucat dan gerakan lambat gadis itu sangat menyita perhatiannya kali ini.

“Kamu sakit, Nak?” tanya sang ibu yang membuat seisi meja makan menengok ke arahnya.

“Eh? Ehm, enggak kok. Kenapa, Bu?” Angel susah payah menyembunyikan rasa gugupnya.

Kini semua mata tertuju pada Angel. Jika bukan karena tangan Jerry yang menggenggamnya di bawah meja, sudah dipastikan gadis itu ambruk karena mati kutu.

“Tadi gue denger lo muntah-muntah, Mba.” Anne buka suara. Mata Agel membulat sempurna. Kali ini sudah tidak ada lagi jalan keluar. Ia harus membeberkan fakta yang mungkin membuat keluarganya bahagia.

“Tahun depan, Yogi bakal punya temen main.” Jerry angkat bicara, menggantikan Angel yang membatu di tempat. Tangannya lagi-lagi mengusap perut rata istrinya, mengisyaratkan ada sesuatu di dalam sana.

Semua yang berada di meja makan bungkam mendengar pernyataan Jerry. Itu adalah kalimat paling mengejutkan yang mereka dengar hari ini. Sedetik kemudian, Ibu bangkit dari duduknya dan memeluk Angel.

“Ada calon cucu Ibu ternyata,” ujar wanita itu sembari membelai rambut anak tengahnya. Senyum tulus dan haru bersatu dalam raut wajahnya.

“Selamat ya, Sayang,” lanjutnya yang dibalas anggukan oleh Angel.

“Selamat, Jer. Titip anak dan cucu Ibu ya.” Kini beliau mengusap surai Jerry dan menepuk bahu lebarnya.

Menit selanjutnya diisi dengan ucapan selamat dari Mas Aryo, Mba Laras, Anne, dan si kecil Yogi. Ternyata mengumumkan kehadiran anggota keluarga baru tidak se-awkward itu. Ah, mungkin karena ada Jerry di samping Angel.

Setelah ini, Angel harus mempersiapkan diri untuk mendengar saran dari ibu dan kakak iparnya. Gadis itu yakin akan ada banyak hal baru yang akan ia lalui ke depannya. Tidak apa-apa. Untuk saat ini, Angel ingin menikmati hidup tanpa masalah yang berarti.

Toh ia juga sudah mendapat pekerjaan. Semoga pertemuannya nanti siang berjalan lancar, meski ia sudah muak membayangkan wajah buaya darat yang akan ditemuinya.


@guanhengai, 2021