266.
Langit sore yang tadinya cerah mulai terlihat mendung. Seorang dewasa tampan dengan kaos hitam dan topi yang sebelumnya berencana untuk memberi kejutan pada sang istri pun mengurungkan niatnya setelah membaca beberapa percakapan terakhir di ponselnya.
Wajahnya bersemu merah, langkah tegasnya membawa lelaki itu sampai ke lantai dua hanya dengan hitungan detik. Hela napas yang masih putus-putus dibiarkannya karena kini Angel lebih penting.
Sebelum Jerry menyentuh gagang pintu, suara putranya terdengar dari ruang bermain. “Papa!” Makhluk mini itu langsung mendekat dengan lari kecil. Bahkan, dinosaurus karetnya masih berada dalam genggaman.
“Hai, Jagoan! How’s it going?” tanya Jerry setelah berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan Ajen.
“Micu! No bayd cos... Masya di cini,” tutur anak kecil itu dengan volume memelan di akhir kalimatnya. (Translate: I miss you! But, not bad cause... Marsya di sini)
Jerry yang menangkap sosok kecil di ruang bermain Ajen pun tersenyum dan mengangguk. Telapak si dewasa menyisir rambut putra sulungnya yang tumbuh begitu cepat. “Nanti kita cerita-cerita, ya. Sekarang, boleh Papa ngobrol sama Mama dulu?” tanya Jerry meminta izin.
Ajen mundur beberapa langkah dan mengangguk lucu. “Ote! Papai!” jawabnya sembari menjauh dan melambaikan tangan, kembali menemui teman bermainnya di ruang sebelah. (Translate: Okay! Bye bye!)
Setelah memastikan anaknya tenang di ruang bermain, Jerry pun masuk ke dalam kamar mereka. Zonk. Netranya sama sekali tidak menangkap sosok di dalam sana. “Sayang?” panggil Jerry sembari menghidupkan saklar lampu yang biasanya tak pernah dimatikan.
Tungkainya membawa raga kekar itu menyusuri kamar mandi dan walking closet. Masih sama, kosong.
Satu tempat yang belum ia datangi adalah kamar Ajen. Tanpa pikir panjang, lelaki itu berjalan menuju pintu di ujung kamar. Ia sempat menghela napas kasar sebelum meraih gagangnya dan mendorong pembatas antara kamar mereka dan kamar Ajen.
Benar dugaan Jerry, Angel sedang duduk di kasur anaknya. Dengan bersadar pada beberapa tumpukan bantal, gadis itu memejamkan matanya. Sang tuan tahu istrinya tidak tidur karena mulut Angel akan sedikit terbuka saat lelap. Senyum manis terlukis di paras rupawannya saat mendekat ke arah sang istri.
“Sayang,” panggilnya lagi setelah duduk di samping gadis itu. Tangannya membelai lembut rambut panjang istrinya dan bersiap mengecup kening. Namun, Angel segera menjauh dari tubuh Jerry dan membuat suaminya terkejut.
“Loh? Kenapa? Aku bau, ya?” tanya lelaki itu seraya menghirup ketiaknya.
Alih-alih menjawab, gadis itu justru semakin menjauh hingga posisi mereka berada di dua sisi ranjang yang saling berseberangan. Kaki Angel sudah menjuntai ke bawah, memunggungi sang suami yang diselimuti rasa penasaran.
“Hey, kamu kenapa say-”
“Kamu dari mana aja, Mas?”
Pertanyaan barusan rasanya lebih mematikan bagi Jerry dari pada segelas teh bercampur racun. Otaknya menyuarakan fakta bahwa perempuan bertanya bukan untuk mendapat jawaban, melainkan kejujuran. Namun, sama-sama mematikan jika Jerry jujur.
“Sayang, sini dulu do-”
“Kamu dari mana aja, Mas?”
Intonasinya tidak berubah sejak pertama. Desah kasar Jerry dan tiktok jam kecil di meja Ajen mendominasi ruang yang tak terlalu luas itu. Sesaat kemudian, ranjang sedikit bergerak karena Jerry menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang berwarna biru tersebut.
“Kamu udah tau aku ke mana, kan?” tebak Jerry yang langsung mengundang smirk di bibir istrinya.
“Aku bukan kamu yang minta tolong orang buat laporan ke aku soal kegiatanmu di kantor dan di luar kantor,” jawab Angel sedikit menyindir suaminya.
Tanpa gadis itu ketahui, rahang lelaki di belakangnya sudah menegang dan tatapnya seolah menembus tembok di depan ranjang.
“Nggak usah bahas masa lalu, bisa?” tanya Jerry terdengar berusaha meredam sesuatu.
“Why? Karena sekarang kamu juga ngelakuin hal yang sama kayak aku dulu?”
Pertanyaan barusan ternyata mengundang Jerry bangkit dari kasur dan berjalan ke depan Angel. Raut istrinya datar, benar-benar datar hingga lelaki itu tidak tahu apa yang sedang Angel rasakan.
“Apa?” tanya Angel seraya menengadah.
Yang ditanya merendahkan tubuhnya dan berusaha menatap ramah sang istri. “Aku nggak pernah ngelakuin apa yang kamu pikirin, Angel.”
“Emang aku mikir apa, Mas?”
“A-affair?”
“Hah? Hahaha! Aku tadi cuma bilang kamu ngelakuin apa yang dulu aku lakuin, Mas. I didn't even mention that word. You did!”
Kini intonasinya telah beranjak setingkat dari sebelumnya. Pun netra Angel menajam seiring rona merah mengalir di wajahnya. Jerry yang membebankan dengkulnya dilantai langsung menunduk dan mengacak-acak rambut.
“One thing, Mas. Aku nggak selingkuh. Aku selalu izin ke kamu kalo aku mau pergi. Aku nggak pernah bohong ke kam-”
“But you did, Angel!”
Mata gadis itu mengerjapkan berkali-kali karena her husband suddenly shouted in a not so loud tone. Bibir sebelahnya terangkat, senyum pias tergambar di wajah Angel. Tolong ingat, hari ini adalah kali pertama Jerry membentak dirinya.
“Sh-! Sorry. I'm so sorry. I'm sorry. I'm sorry, Sayang.” Telapak Jerry dihempas begitu saja saat berusaha menggenggam milik sang istri.
“I did, what? Selingkuh? NEVER! Aku selalu izin ke kamu kalo aku mau pergi, Mas! Even that time, pas ke Bandung! A-KU-I-ZIN!”
Tapi kamu izinnya bertiga sama Gavin, Angel, jawabnya dalam hati.
“Ya, ya, ya, I know. I'm sorry.” Mengingat sosok kecil di perut Angel, lelaki itu berusaha meredam amarah dan menghentikan perdebatan mereka.
Namun, sang gadis justru menggeleng. “Sampe detik ini kamu masih mikir kalo aku selingkuh, Mas? Hahaha! Emang serendah itu ya aku di mata kamu? Pantes kamu nggak pernah percaya sama aku. Pantes kamu nggak jujur sama aku. Terus kamu mau bales? Hm? Mau cari cewek lain yang nggak pernah jalan sama cowok?!”
Pandangan Jerry yang tadinya dipenuhi lantai kamar Ajen kini perlahan naik dan membalas tatap tajam istrinya. Suara mereka sama sekali tak terdengar, namun sirat dari netra masing-masing seakan berusaha saling menusuk jantung lawannya. Isi kepala Angel dan Jerry sama-sama tak keruan saat ini.
“Bisa-bisanya kamu mikir gitu?” tanya Jerry tak percaya.
“Why not?” balas Angel tak acuh yang justru memancing emosi suaminya.
“Why not? Why not kata kamu? Angel, kamu tau kalo aku sayang sama kamu, sayang banget malah. How can I look for another person when I'm so in love with you? Kamu pikir gampang buat aku sayang dan percaya sama orang? Sekarang siapa yang memandang rendah? Masih aku? Lihat ke diri kamu sendiri, Angel. Kamu hargain berapa rasa sayangku ke kamu selama ini? Aku emang nggak pernah cukup buat kamu, aku sadar itu kok.”
Jerry langsung beranjak setelah menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak ingin marah di depan Angel dan berdampak pada anaknya. Namun, kali ini batinnya benar-benar tercabik oleh perkataan sang istri. Demi Tuhan, hal paling menyakitkan bagi seseorang yang mencinta begitu dalam adalah saat orang yang mereka cintai dengan tulus meragukan perasaannya.
Hanya Angel yang Jerry cintai, sungguh. Dan seharusnya Angel percaya itu.
Ceklek pintu pembatas kamar pun terdengar. Mereka mengakhiri obrolan sore ini tanpa penyelesaian. Keduanya berpisah dengan hancur masing-masing. Jerry hancur karena perkataan sang istri ditambah rasa bersalah yang masih tertanam. Sedangkan, gadis yang kini meringkuk hancur karena tidak mendapat kejujuran dan justru ditinggal sang suami.
Entah apa yang akan mereka lakukan untuk mencapai kata 'sepakat' karena ini adalah kali pertama Jerry hengkang dan meninggalkan Angel di tengah perdebatan mereka. Lelaki itu benar-benar meninggalkan istrinya menangis di kamar Ajen.
@guanhengai, 2022.