370.
Angel bisa rasakan kram menggelayar di betis dan pinggulnya. Kamar lantai dua yang biasa ia gunakan beralih fungsi menjadi tempat istirahat kakak dan keluarganya. Kata ibu, gadis itu lebih baik tidur di kamar tamu agar tidak naik-turun tangga.
Si cantik berbalut dress putih itu mendudukkan dirinya di sofa seraya menonton lalu lalang saudara yang mulai memenuhi rumahnya. Rasanya baru kemarin pemandangan ini hadir, saat ia dan Jerry akan menikah.
“Ibu hamil jangan kebanyak melamun, Ngel.” Belaian lembut terasa di pundak Angel.
“Eh? Mba Laras,” jawabnya sembari mencium punggung tangan wanita tersebut.
Gadis itu belum sempat bertemu kakak iparnya tadi pagi, mungkin karena ia terlalu dini sampai di rumah.
Kini jarum pendek berada di antara angka dua belas dan satu, berarti Angel sudah menghabiskan hampir tujuh jam untuk berbaring di kasur.
Sama seperti biasa, ia tak menemukan suaminya saat terbangun. Jerry memang selalu seperti itu, meninggalkan dirinya dengan kedok tak tega membangunkan.
“Mba Laras liat Jerry nggak?” tanya Angel.
Bukannya jawaban yang ia dapat, justru tepukan pelan mendarat di lengannya. “Hey, adek durhaka! Masa kakaknya nggak disapa?”
Bibir Angel mengerucut, “kakak laknat nggak perlu disapa!”
“Eits eits eits, marah-marah terus nih bumil,” goda Aryo yang dibalas tabokan pelan.
Angel harus terbiasa dengan kakaknya yang mulai jahil lagi. Setelah bertahun-tahun Aryo memasang wajah datar dan dingin, kini pria itu mulai menunjukkan sifat lamanya. Angel senang akan hal itu. Ia lebih suka Aryo yang seperti ini.
“Ya udah sana, suamimu masih di taman belakang kayaknya,” usir Mba Laras halus.
“Mas, tolong jagain Yogi sebentar ya.” Itu adalah kalimat Mba Laras yang Angel dengar sebelum kakinya membawa raganya menjauh.
Gadis itu melangkah menuju hamparan rumput dengan beberapa kursi tertata di sana. Sama seperti sang kakak, Anne pun memilih pesta outdoor dengan tema garden party. Saudara dan keluarga akan memakai pakaian serba putih dan para tamu undangan diberi dress code pastel or gold.
Sesampainya di halaman belakang, ia tak langsung menemukan Jerry. Juntaian kain yang sedang dipasang menghambat pemandangannya. Beruntung Jerry memiliki kulit bersinar, sehingga tak terlalu sulit menemukan lelaki itu.
Saat netranya sibuk mencari, lengan kekar nan hangat melingkar di pinggangnya. “Hayo, nyariin siapa?” tanya lelaki yang sudah membebankan dagunya di bahu sang istri.
Angel memejamkan mata sebelum menjawab, “nggak usah ngagetin bisa?”
Jerry melepas pelukannya dan membalik tubuh Angel. Kedua tangannya dibiarkan bersandar di bahu gadis itu. Raut wajah istrinya sudah didominasi oleh kesal.
“Aduh aduh, jangan marah dong.” Lelaki itu menarik Angel ke dalam pelukannya. Sepertinya pelukan sudah menjadi kebiasaan mereka, meski kini terhalang oleh perut buncit Angel.
Tangannya turun ke punggung dan pinggang sang istri, membelai lembut bagian yang selalu menjadi sasaran pijatnya. “Masih pegel?” tanya Jerry masih dengan posisi memeluk Angel.
Anggukan sang gadis menjawab pertanyaan suaminya. Keheningan sempat menyelimuti keduanya, hingga mereka tersadar banyak pasang mata memperhatikan kemesraan mereka.
Rona merah di pipi keduanya sudah cukup menunjukkan bahwa mereka sedang diterkam rasa malu.
Jerry pun membawa istrinya masuk ke dalam rumah. Lelaki itu masih menyapa orang-orang yang sempat memergoki mereka, meski seluruh wajah dan lehernya sudah memanas. Sedangkan, Angel berlindung di balik lengan suaminya.
Aroma lezat dari arah dapur membuat netra sang gadis membulat. Rasanya anak di dalam perutnya sudah meronta meminta asupan gizi. Setelah dirasa sepi, Angel menarik ujung baju Jerry dan membuat lelaki itu berhenti.
“Kenapa?” suaranya sangat lembut, sama seperti biasa.
“Laper, Mas ....” Jawaban Angel mengundang kerutan di kening sang suami.
“Hah? Apa?” tanya Jerry memastikan.
“Laper,”
“Bukan itu, tadi lo manggil gue apa?” Lelaki itu menegaskan pertanyaannya.
“Mas.” Angel mendongak dan menatap suami tampannya.
Sang gadis dapat menangkap rona merah semakin memadam di wajah dan telinga Jerry. Hahaha, lelaki itu terlalu menggemaskan. Ingin rasanya Angel memakan pipi gembulnya.
“Mas?” panggil Angel lagi saat tak mendapat jawaban.
“Kenapa manggil gitu?”
“Disuruh Mas Aryo,” jawabnya asal. Ia terlalu gengsi untuk berkata bahwa itu adalah keinginannya. Biarkan kali ini si sulung menjadi kambing hitam. Karena setelah mendengar panggilan Mba Laras pada Mas Aryo, Angel juga ingin melakukannya.
Jerry hanya mengangguk cepat, secepat bibirnya mencuri satu kecupan di pipi Angel. Dengan mengintai kanan-kiri, gadis itu melempar tatapan tajam pada suaminya. Intensitas pelukan dan ekcupan Jerry semakin sering.
Bukan apa-apa, jantung Angel selalu berdebar lebih cepat ketika suaminya melakukan hal tersebut.
“Ya udah, ayok makan. Dedek bayi udah laper, ya?” tanya lelaki itu sembari membelai perut buncit Angel.
Ringisan gadis itu menandai anaknya merespon ucapan sang ayah. Usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan dan tendangan dedek bayi adalah hal yang sering ia rasakan.
“Hahaha, ya udah kita makan nasi kuning!!” pekik Jerry yang langsung dibungkam Angel.
Suaminya memang benar-benar ajaib. Baru beberapa menit lalu mereka 'kabur' dari tatapan orang-orang, kini ia sudah memanggil atensi kembali.
“Jangan malu-maluin deh, Mas.”
Netra lelaki itu terlihat membetuk bulan sabit kala mendengar ucapan sang istri. Panggilan baru dari Angel membuat dadanya berdesir. So cute, batinnya.
@guanhengai, 2021.