388.

Langit Yogyakarta malam ini mendukung acara pernikahan si bungsu, rembulan dan beberapa anak bintang pun turut bersuka cita.

Tangan lelaki berbalut jas putih masih setia menuntun lengan istrinya, seraya kedua netra terus mengamati langkah sang gadis. Tak dibiarkannya kerikil kecil menghalangi Angel.

Ribuan pasang mata memperhatikan mereka tanpa ragu. Cantiknya sang istri dan tampannya Jerry adalah perpaduan yang sangat sempurna. Bahkan, mereka yang melihat sudah dapat memprediksi betapa tampannya bayi di perut Angel.

Ya, beberapa minggu lalu kedua insan itu memutuskan untuk menanyakan jenis kelamin anak mereka. Mereka bukan crazy rich yang mampu membeli seluruh perlengkapan bayi di toko. Maka dari itu, keduanya perlu mengetahui jenis kelamin dedek bayi sebelum belanja perlengkapannya.

Jajaran kursi di samping kiri pelaminan sudah nampak di depan mata. Betis dan pinggang Angel rasanya sudah hampir remuk akibat berdiri sejak sore. Ia bisa saja undur diri dan beristirahat di kamar, namun seluruh saudara terus mengajaknya berbicara. Untungnya sang suami peka dan langsung meminta istrinya menjauh dari kerumunan.

Setelah memastikan posisi gadis itu, Jerry membantu Angel untuk duduk di kursi terdepan. Lututnya bertumpu di atas tanah sembari tangannya melepas sepatu sang istri.

“Sakit?” tanya Jerry kala matanya menangkap goresan merah di kaki Angel.

“Shh, perih,” jawab Angel yang baru menyadari luka kecilnya. Ia yakin itu timbul akibat sepatunya yang mulai sempit. Seharusnya gadis itu mengikuti perkataan sang suami untuk memakai flat shoes.

Angin yang tadinya menerpa kaki Angel sudah tak lagi terasa. Ia menunduk dan mendapati Jerry sedang melilit kakinya dengan sapu tangan. Kaos kaki putih lelaki itu pun bertemu dengan rerumputan karena sepatunya sudah berpindah ke kaki sang istri.

“Terus kamu nggak pake sepatu, Mas?” cicit Angel bingung.

“Aku bisa ambil sendal di dalem,” jawabnya diikuti oleh senyum manis. Lesung pipit Jerry tercetak jelas, tak terlihat raut terpaksa sama sekali di sana. Wajah tampannya berseri kala pekerjaannya sudah selesai.

Sebelum lelaki itu menyusul istrinya duduk di kursi, tangannya melepas jas yang kini membalut sempurna tubuh atletisnya.

“Eh, mau ngapain?” resah Angel saat kerah jas Jerry sudah turun sebatas lengannya.

“Biar kamu nggak kedinginan, Sayang,” jawab lelaki itu santai, kemudian melanjutkan kegiatannya.

Namun, tangan lembut sang istri menghentikan aktivitasnya. Kening Jerry mengerut seolah bertanya mengapa Angel menahan lengannya.

“Liat dulu kemejanya,” tutur gadis itu menjawab kebingunan sang suami.

Kekehan kecil lolos begitu saja dari mulut Jerry. “Kemejaku tebel kok, asetmu yang kotak-kotak ini nggak bakal keliatan.”

Pipi Angel yang berhias make up tipis kini bersemu merah, ternyata Jerry mengetahui isi otaknya. Ah, salahkan mata wanita genit yang terlihat ingin menerkam suaminya!

Setelah mengungkung bahu Angel dengan jasnya, lengan lelaki itu merangkul bahu sang istri dan mengusanya. Jerry tak akan membiarkan angin dingin menembus kulit gadisnya.

“Kamu mau makan lagi nggak?”

Suara Jerry mulai teredam suara penyanyi di depan sana. Jerry yang hanya mendapat gelengan pun menengok ke samping dan mendapati Angel sedang menatap nanar kumpulan gadis berbalut dress ketat dengan ponsel keluaran terbaru di tangan mereka.

“Kenapa? Hm?” tanya Jerry membelai pipi istrinya.

“Enggak,” respon sang lawan bicara tanpa menatap suaminya.

Telapak hangat mengungkung jemari sang gadis. Air di pelupuknya ditahan sekuat tenaga agar tidak terjun bebas. Memiliki tubuh berisi nyatanya membuat Angel sedikit merasa insecure. Tidak, ia tidak menyalahkan dedek bayi. Gadis itu hanya merasa tidak pantas berada di samping Jerry. Suaminya sangat tampan saat ini.

“Mas, mau minum,” pinta Angel masih dengan tatapan lurus ke depan. Ini hanya bualan agar Jerry tak melihat ia menangis lagi. Sudah terlalu banyak air mata yang tumpah di depan suaminya. Angel malu jika Jerry mengenalnya sebagai gadis cengeng.

“Oke, aku ambilin sebentar, ya. Kamu di sini aja,”

“Boy, jaga mama sebentar ya,” tutur Jerry mengecup perut sang istri sebelum raganya mulai tenggelam di antara kerumunan. Gadis itu melihat suaminya yang sedikit berjinjit karena telapak kakinya hanya diselimuti kaos kaki.

“You're too good, Mas ,” batin Angel.

Sepersekon kemudian, setetes air mata jatuh bebas. Ini bukan tangis pilu yang membutuhkan bantal atau guyuran air untuk meredam sedunya. Kali ini adalah luapan rasa tak percaya diri karena merasa belum pantas mendampingi a 99% perfect man.

Seumur hidup Angel jarang meminta pada Tuhan, ia cenderung menerima dan mengucap syukur atas hidupnya. Namun, kali ini gadis itu ingin meminta pada sang pencipta untuk terus melibatkan Jerry dalam hidupnya.

Ia ingin menjadi orang terakhir yang menyelimuti Jerry di malam hari, menjadi orang pertama yang membuka jendela kamar untuk suaminya, dan menjadi tempat pulang untuk lelaki itu.

“Lo terlalu banyak ngasih gue, sampe mempertanyakan perasaan lo aja rasanya nggak bisa. Tapi, gue belum pernah ngasih apa-apa ke lo,” tutur Angel dalam lamunan. Benaknya terus memutar rekaman Jerry yang dengan senang hati memenuhi kebutuhannya.

Lelaki itu tidak pernah mengeluh meski harus bangun tengah malam untuk mencari makanan yang Angel inginkan. Jerry juga tidak pernah menolak permintaan Angel meski itu melewati batas ekonominya. Ternyata, seindah ini rasanya dicintai begitu dalam.

Helaan napas berembus dari hidungnya. Ringisan kecil mengikuti saat kram di pinggangnya kembali hadir. Tangan yang tadi bertaut di atas pahanya berpindah ke pinggang untuk memberi pijatan kecil. Namun, sedetik kemudian tubuhnya terasa kaku terkunci pada satu sosok nan jauh di sana.

Angel melihat Alle di antara kerumunan tamu undangan. Lelaki berbalut jas berwarna cream itu menatapnya dengan senyum. Berkali-kali sang gadis mengedipkan mata, sosok Alle semakin jelas terlihat.

Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju tempat Angel. Melihat hal tersebut, sang gadis langsung beranjak dan menuju ke tempat zuppa soup disajikan. Rasa pegal di betis dan pinggangnya serasa hilang begitu saja. Saat ini ia hanya ingin menghindari Alle.

“Angel?”

Belum selesai gadis itu menenangkan diri dari 'kejaran' Alle, suara yang tak jauh dari telinganya membuat jantungnya semakin berdebar. Ia segera berbalik dan melihat manusia jenis apa yang memanggil namanya.

Keningnya mengerut saat lelaki berhidung mancung berdiri di depannya. Anehnya, Angel tidak merasa mengenal lelaki ini. Lalu, dari mana dia tahu namanya?

“Sorry?” tanya Angel berharap lelaki itu salah mengenal orang.

“Angel, kan? Alumni SMA Neo?”

Senyum manis terpatri di wajah tampan itu kala Angel mengangguk. Ah, tetap saja lebih tampan suaminya. Jerry tidak tertandingi.

“Gue Eugene, temen seangkatan lo dulu.” Uluran tangan lelaki itu hanya ditatap datar oleh sang gadis.

Bukannya sombong, namun Angel melihat niat busuk di balik tatap Eugene. Seringai tipis di mulutnya juga membuat gadis itu risih. Ia mendapati lelaki sok keren itu menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Refleks Angel melindungi perut buncitnya, takut dia mencelakai dedek bayi.

“Oh, lo lagi hamil? Tapi kok nggak pake cincin? Accident?”

Bangsat! Apakah itu adalah pertanyaan yang tepat untuk teman lama yang bahkan tak saling kenal? Lagi pula, dedek bayi bukanlah hasil kecelakaan!!

Segera tangan sang gadis mengeluarkan kalung yang tersembunyi di balik dressnya. Di sana tergantung cincin perak dengan ukiran sederhana, tanda pengikatnya dengan Jerry.

Kekehan kecil Eugene mengganggu ketenangan Angel. “Oh, kenapa disembunyiin? Bukan cincin mahal, ya? Hahaha, perasaan dulu lo termasuk crazy rich di sekolah, deh.”

Hinaan itu tak membuat Angel getir sama sekali. Salah satu ujung bibirnya terangkat seraya matanya menatap Eugene dari ujung kaki ke ujung rambut.

“Kenapa? Terpesona sama gue? Hahaha, lo boleh hubungi gue kalo udah cerai sama suami lo. Tenang, hidup lo bakal dikelilingi harta,” bisik lelaki itu sembari memberi sebuah kartu nama.

Angel mendecih. “You know, manusia tak berakal berlindung di balik kekayaan karena sadar otaknya nggak bisa diajak bersanding. Bahkan, lo nggak pantes dibandingin sama suami gue,” ledeknya yang kembali menatap hina Eugene.

“He is my everything and you're even not a thing,” bisik gadis itu disertai senyum puas karena mampu membuat rahang Eugene menegang.

Bugh

Tangan lelaki itu melayang di udara. Netra Angel yang sempat terpejam pun kembali terbuka kala tak kunjung merasakan tamparan dari Eugene.

“Banci aja nggak berani mukul cewek,” ujar Jerry menghempas kasar lengan lelaki yang mengganggu gadisnya.

Decihan bercampur tatapan menghina terpancar dari wajah Eugene. Ia tahu lelaki yang baru saja menggagalkan tamparannya pada Angel adalah suami sang gadis.

Jerry melihat semuanya. Mulai dari tetes air mata pertama Angel hingga tangan ringan Eugene yang hampir saja mengenai pipi sang istri.

Gadis itu langsung memeluk pinggang Jerry, berlindung di dada bidangnya. Hal itu membuat Eugene semakin menyeringai. Ternyata, Jerry lebih hebat dari bayangannya. Kulit cerah dan tubuh atletisnya membuat lelaki itu terlihat bagai jajaran konglomerat seperti Eugene dan Juan.

“Udah nggak nafsu,” ujar lelaki itu memberi tatapan tajam ke Angel.

“So? Ngapain masih di sini? Go away, she's mine,” jawab Jerry yang langsung merangkul posesif pinggang istrinya.

Perasaan tak karuan hadir di dada Angel. Rasa insecure dan tidak pantas yang sempat menghampirinya seakan pupus tak berbekas. Mendengar Jerry mengakui dirinya sebagai miliknya membuat Angel merasa sangat dicintai. Gadis itu pun menyembunyikan bibirnya untuk menahan senyum sumringah.

Dengan rasa malu dan kesal, Eugene meninggalkan keduanya. Angel menatap punggung kekar itu. Mungkin Eugene adalah salah satu orang yang pernah berniat merebutnya dari Alle dulu.

“You okay?” tanya Jerry yang segera diangguki istrinya.

“Thanks, boy!”

Dedek bayi memberi tendangan kecil di balik perut sang ibu kala merasakan usapan lembut ayahnya. Kedua calon orang tua itu pun tertawa gemas. Biarkan kejadian tadi menjadi angin lalu bagi kehidupan bahagia mereka.

Tanpa keduanya ketahui, lelaki di balik pohon masih setia menonton kemesraan mereka. Dengan senyum pilu, Alle menggumam, “bahagia terus, my venus.”


@guanhengai, 2021.