402.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini merupakan pernyataan yang benar adanya. Bukan hanya berlaku bagi manusia, tetapi juga tempat tinggal.

Meski sudah lama tinggal di lingkungannya saat ini, rasa kurang nyaman masih sering menyelimuti seorang Angel. Terlebih, Jerry tidak setiap saat berada di sampingnya.

Ingat alasan dirinya bertemu dengan Jerry? Ya, menikah kontrak. Hal bodoh itu ia lakukan karena perkataan orang-orang disekitarnya yang selalu mengejek karena dirinya belum memiliki pasangan.

Tidak perlu didengar, fokus saja pada dirimu.

Kalimat itu tidak berlaku bagi Angel yang overthinking dan selalu memikirkan kata-kata orang mengenai dirinya. Ia ingin terlihat baik di mata sekelilingnya, ia butuh validasi.

Kejadian yang pernah gadis itu alami ternyata kembali terjadi. Kali ini tetangganya yang memang berusia sepantaran Ibu berkomentar mengenai cara Angel menggendong Jiji.

Saat gadis itu sedang menjemur Adek, seorang Ibu berkata bahwa anak bayi tidak bagus jika digendong dengan cara M-shape. Katanya, hal itu dapat menyebabkan kaki bayi bengkok.

Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Lagi pula, Angel sudah mendengar dari dokter anak yang dulu menangani Ajen. Tidak ada yang salah dari cara menggendongnya, justru cara seperti itu membuat bayi semakin nyaman.

Ya, begitu lah. Kini ia rindu rumahnya di Kalimantan. Meski tak sepadat di sini, setidaknya tidak ada tetangga julid yang selalu ikut campur urusannya dalam mengurus anak.

Berkali-kali mereka berkomentar tentangnya, gadis itu masih terima. Namun, tadi sore anak sulungnya pulang bermain dengan keadaan menyedihkan. Air mata membasahi wajah mungil yang telah memerah.

Ternyata, Ajen juga mengalami hal serupa dengan mamanya.

Perawakannya yang berbeda dari anak-anak di sekeliling rumah Angel menjadi bahan perbincangan anak sebayanya. Ajen yang memiliki mata kecil dan kulit cerah kerap menjadi bahan canda teman-teman mainnya.

“Temen-temen biyang kayo Abang tawa ndak bica liat, Mama. Abang bica!” begitu adunya pada Angel kala pulang ke rumah dengan tangis. (Translate: Temen-temen bilang kalau Abang ketawa nggak bisa lihat, Mama. Abang bisa!)

“Katanya Abang ndak boyeh maen lama, nanti item, dimalahin Mama. Mama ndak mayah kan alo Abang maen?” lanjutnya dengan masih menangis. (Translate: katanya Abang nggak boleh main kelamaan, nanti item, dimarahin Mama. Mama nggak marah kan kalo Abang main?)

Yang menjadi tempat mengadu pun langsung memutar otak untuk menjelaskan pada sang anak. Ia tidak ingin Ajen menjadi insecure hanya karena berbeda dengan sekitarnya.

Lengannya melingkari di bahu Ajen, memberi usapan kecil pada punggung anaknya. Biarkan bocah itu menyadari perasaan sakit dan tidak percaya diri yang baru saja singgah, ia berhak merasakannya. Setelah Ajen selesai mengeluarkan unek-uneknya, barulah Angel mengambil alih.

“Sayang, apa yang ada di tubuh Abang itu pemberian dari Tuhan. Mata, hidung, mulut, telinga, rambut, tangan, kaki, jari, semua dari Tuhan.”

Jari Angel kemudian bergulir di atas ponselnya, menjelajahi internet demi menunjukkan tipe mata, bibir, hidung, bentuk wajah, dan warna kulit manusia pada Ajen.

“Bentuk tubuh manusia itu beda-beda, Sayang. Abang nggak perlu malu kalau Abang beda sama orang lain. Nggak ada manusia di dunia yang bisa sama peris, meskipun mereka kembar. Abang, Adek, Mama, Papa, Eyang, Uncle, Aunty, Mas Yogi, Yola, semua punya ciri masing-masing,” ujar gadis itu pada anaknya.

Telapaknya kemudian menangkup pipi Ajen. Ibu jarinya menghapus sisa air mata putranya. “Abang nggak perlu malu atau takut karena beda sama orang lain.”

“Abang itu hebat, Abang keren.” Lengan kecil Ajen lantas memeluk leher mamanya. Meski kaki Angel sudah kram karena berlutut di lantai, gadis itu tetap membalas peluk putra sulungnya. Ia belum sanggup jika harus menggendong tubuh Ajen karena rasa nyeri di bekas jahitannya terkadang masih terasa.

Angel yang belum melepas pelukan anaknya terkejut karena tangis Ajen kembali terdengar. Ia pun langsung mendorong pelan bahu bocah berusia 35 bulan itu dan mencari tahu alasannya kembali terisak.

Telunjuk kecil Ajen terarah pada box bayi di mana Jiji menatapnya sembari tertawa ala bayi. Sarung tangannya sudah terlepas sebelah serta selimut bergambar awan tak lagi menutupi paha gembulnya. “Adek tawain Abang, huaaaaa!!”

Jika itu alasannya, Angel angkat tangan. Bayi itu memang terkadang jahil pada Ajen. Jika abangnya sedang menangis, Jiji akan tertawa riang seakan hal tersebut merupaka hiburan baginya.


@guanhengai, 2022.