426.
“Mas, jadi kan?”
Sebentar. Biar oksigen memenuhi paru-paru dan otak Jerry terlebih dahulu.
Pesan dari Angel sempat membuat napas lelaki itu tercekat. Terlebih, istrinya tidak mau mengangkat telepon darinya. Kecepatan 100 km/h pun ditempuh meski ia tahu mata polisi sedang mengamati geriknya.
Tidak peduli! Jerry tidak peduli. Ia hanya peduli dengan Angel dan anaknya.
Sesampainya di rumah, jantungnya kembali dipompa karena mendengar isak Angel dari kamar mereka. Tanpa melepas alas kaki, Jerry langsung berlari dan memeluk sang istri yang terduduk di kloset.
Netranya membulat sempurna saat mendapati flek di pakaian dalam Angel.
“Sayang, kita ke dokter sekarang,” ujarnya sembari membatu istrinya berdiri dan kembali memakai bajunya.
Lima belas menit perjalanan terasa lama bagi mereka yang dihantui rasa takut. Jerry susah payah membagi pikirannya ke jalan raya dan Angel yang masih menangis di kursi penumpang. Jika dipaksa tenang, lelaki itu mungkin akan memberontak dan marah. Ia tidak dapat tenang melihat istrinya seperti itu.
Tangis Angel mulai reda setelah mendengar penjelasan dokter. Flek seperti itu memang normal terjadi di usia kandungan saat mendekati persalinan. Thank to God karena apa yang Angel alami bukanlah pertanda buruk. Dokter menyatakan hal itu dapat terjadi karena kelelahan dan adanya iritasi serviks hingga membuat serviks menjadi sangat sensitif serta lebih mudah teriritasi. *
“Mas?” panggil Angel lagi karena suaminya terlalu fokus pada jalan raya.
Gadis itu sudah takut setengah mati saat mendapati seberkas darah di kain segitiganya. Kini ia kembali diselimuti takut karena Jerry menunjukkan tanda-tanda amarah.
Hampir satu tahun tinggal bersama lelaki itu membuat Angel tahu Jerry bukan tipe orang yang akan ngamuk seperti banteng kesurupan. Ia cenderung mendiamkan lawannya sampai suasana mencair dengan sendirinya. Jerry tidak sadar kalau silent treatment adalah 'hukuman' terberat bagi Angel, atau bahkan sebagian besar manusia.
“Masss?” Suara gadis itu semakin mengecil.
Lelaki berhoodie hitam dengan gelang rantai di pergelangan kirinya menepikan mobil ke bahu jalan. Ia menghela napas kasar setelah menarik rem tangan. Di sampingnya, Angel sudah siap jika Jerry memberi kalimat peringatan.
Tanpa terduga, lelaki itu justru menarik sang istri ke dalam pelukan. Seperti biasa, usapan lembut ia berikan di punggung dan kepala Angel. Gadisnya hanya berpangku dagu di bahu sang suami.
“Maaf ya, Sayang. It's okay, dedek bayi nggak apa-apa kok,” ujarnya menenangkan Angel dan juga dirinya. Ia merasa bersalah karena sudah meninggalkan sang istri di rumah seorang diri.
Gadis itu menggeleng. Jerry tidak perlu meminta maaf untuk hal ini. Seharusnya Angel yang meminta maaf karena tidak menjaga kondisi tubuhnya hingga kelelahan seperti ini. Ia juga berjanji untuk lebih memperhatikan pola istirahatnya.
“Mas, kita jadi kan ke IKEA?” tanya Angel melupakan kejadian tadi.
Jerry terkekeh di lehernya. “Iya Sayang, jadi kok.”
Lelaki itu melepas peluknya dan menangkup kedua pipi Angel. “Tapi jangan beli ice cream ya,” tuturnya yang diakhiri kecupan manis di bibir sang gadis.
Angel melengos. Ia masih belum terbiasa dengan Jerry yang tiba-tiba mencuri kesempatan seperti ini. Tawa pelan suaminya bersambut putaran roda mobil yang kembali melaju ke tempat tujuan.
“Sayang, beli aja bonekanya.”
Angel mengangkat boneka orang utan yang tadi diambil Jerry. Ia tidak membutuhkan dacron berbalut kain bulu itu. Jika diperbolehkan membeli sesuatu, Angel lebih memilih ice cream dan banana bread.
“Nggak mau ah, nggak enak dipeluk.” Iya lah, enakan peluk Jerry!
“Beli aja, buat main sama dedek bayi nanti,” paksa sang suami.
Gadis itu menyipitkan matanya, “bilang aja kamu yang mau beli. Ya udah nih!” Senyum manis suaminya sudah cukup menjawab. Jerry memang menginginkan boneka itu, hanya saja menjadikan sang anak sebagai alasan.
Kasihan dedek bayi, belum lahir saja sudah menjadi kambing hitam orang tuanya.
Angel kembali mengelilingi ritel perabotan asal Swedia itu. Banyak barang yang menurutnya lucu, namun ia belum membutuhkan. Jika Angel masih bekerja dan menghasilkan uang sendiri, mungkin trolinya sudah penuh dengan berbagai barang. Sayangnya, ia harus sadar diri dengan kondisinya saat ini.
Jangan kalian pikir tujuan mereka ke sini adalah untuk belanja perabot rumah. Keduanya hanya mencari inspirasi dan membandingkan harga dengan toko furniture biasa. Nominal 2,5 juta untuk sebuah box bayi adalah harga yang cukup tinggi. Jerry akan mencari barang-barang di panti asuhannya dan disulap menjadi perlengkapan bayi mereka.
“Sayang, kamu duduk sini aja. Nanti aku yang liat-liat,” ucap Jerry tak mau istrinya kelelahan. Anggukan sang gadis membuat napasnya berembus lega.
Sebenarnya, ia sudah membujuk Angel untuk langsung pulang setelah periksa tadi. Namun, Angel tetap ingin jalan-jalan dan cuci mata.
Saat asik menelisik satu per satu display di sana, bahu Jerry ditepuk oleh seseorang. Lelaki itu segera berbalik dan mendapati tiga wanita dengan pakaian kerja. Sepertinya tidak asing, begitu batinnya.
“Jerry bukan?” tanya seorang berkemeja biru dengan rambut panjang terurai.
Lelaki itu mengangguk sembari mencoba mengingat sosok di depannya. Tatap kagum dan menggoda mendominasi binar dua wanita di belakang. Sepersekon kemudian, netranya menangkap lanyard yang sangat ia kenal. Neo Corp.
“Aku Kirana, inget nggak?”
Ternyata benar. Wanita yang menanyainya adalah mantan atasan Angel di kantor. Istrinya pernah berkali-kali mengeluh tentang pekerjaan yang wanita ini berikan. Namanya juga sering muncul di obrolan Atuy dan Ojon. Ya ya ya, Jerry ingat sekarang.
“Iya, saya inget.”
“Aduh, jangan terlalu kaku dong!” canda Kirana seraya melayangkan tepuk manja ke lengan Jerry.
Sayang, telapaknya mengambang di udara. Lelaki itu segera menghindar dan mengangguk sebagai ucapan maaf. Sebelum wanita itu kembali memulai obrolan, ia pamit sebentar. Kirana dan kedua rekannya —Syifa dan Natasha— dengan sabar menunggu kembalinya mantan cleaning service tampan itu.
Tubuh Jerry terlihat dari balik rak besar, tentu dengan Angel di rangkulannya. Jangan tanyakan ekspresi ketiga mantan rekan kerjanya itu. Rahang bawah mereka mungkin akan terlepas sebentar lagi.
“H-hai Angel,” sapa Kirana yang diikuti oleh Syifa dan Natasha dengan senyum kaku.
“Hai juga,” jawab sang gadis.
Netra ketiganya langsung tertuju pada perut buncit di balik dress Angel. Keinginan untuk pamer mencuat di benak sang gadis. Kejadian di cafe beberapa bulan silam kembali terputar di kepalanya.
Masih terpatri jelas respon Kirana saat Syifa dan Natasha menggodanya. Tatap wanita itu pada suaminya pun masih sama, dipenuhi kagum dan ambisi. No, akan ia tunjukkan bahwa Jerry adalah miliknya!
“Dia udah hampir delapan bulan,” ujar Angel seraya membelai perutnya. Jackpot! Jerry pun mengangguk dan ikut memberi usapan lembut di sana.
Ekspresi terkejut bercampur kesal ketiganya mengundang senyum puas Angel. Rasanya seperti baru saja memenangkan penghargaan yang direbutkan oleh seluruh orang hebat di dunia. Hahaha.
“Berarti, kalian beneran udah nikah sejak di Neo Corp?” tanya Syifa yang diangguki sepasang suami istri itu.
Hei, Kirana! Anda bukan seorang aktris, percuma menyembunyikan ekspresi cemburu itu. Semua orang yang melihat pasti tahu tatapmu menyimpan rasa iri pada Angel.
“Ya udah, kita duluan ya.”
Angel langsung mengiyakan pamit mantan atasannya itu. Sepertinya setan dalam dirinya sudah membara saat ini. Ah, ternyata begini rasanya bertemu dengan seseorang yang mengagumi milikmu.
“Nggak usah cemburu, aku sayangnya cuma sama kamu.” Jerry berucap tanpa memutus pandang lurusnya.
Istri gembulnya mendecih. Semakin lama suaminya semakin narsis.
*source: https://morinagaplatinum.com/id/milestone/flek-saat-hamil
@guanhengai, 2021.