480.

“Sayang, itu dedek bayi mau ketemu mamanya.”

Benak lelaki itu sudah dipenuhi kemungkinan terburuk.

“Angel, bangun dulu.”

Tetap tidak ada jawaban.

Jerry berdiri sempurna dan menatap dokter yang sudah kembali ke tempatnya. Wanita cantik itu menatapnya dalam dan menggeleng pelan.

“Noo, pleaseeee ....”

Air mata mengalir lebih deras dari sebelumnya, jatuh bebas ke atas pipi sang gadis yang sama sekali tak membuatnya bergerak.

Dokter cantik yang semula terdiam melihat Jerry langsung melanjutkan tugasnya untuk mengeluarkan plasenta dedek bayi dari perut Angel.

“Shhhhh.” Gadis itu meringis pelan saat merasakan sesuatu mendorong lagi dari dalam rahimnya.

Jerry yang masih memeluk leher Angel pun membatu. Lelaki itu berkali-kali memanggil istrinya seraya telapak menyusuri surai sang gadis. Namun, tetap tidak ada jawaban dari Angel.

“Sayang?” Jemari Jerry mencubit sebelah pipi istrinya.

Tangan kanan Angel menghempas pelan wajah suaminya. Jerry benar-benar berisik saat ini. “Bisa diem dulu nggak, Mas? Capek banget,” rintihnya dengan mata masih terpejam.

“Dih? Ternyata masih bangun?” Jerry memicing dengan rona merah memenuhi rupa tampannya.

Mata Angel melotot sempurna, “kamu berharap aku mati?”

Lengan kekar lelaki itu kembali memeluk erat tubuh sang istri. Kecupan hangat yang singgah di pipi Angel adalah bukti bahwa Jerry teramat bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk melihat senyum sang istri.

“Enggak lah, aku masih mau punya anak cewek,” bisik Jerry yang langsung mendapat pukulan pelan di lengannya.

Dokter dan perawat yang menyaksikan pasangan itu hanya tersenyum geli. Terlebih, wanita cantik yang masih berkutat dengan jarumnya di bawah sana. Ia sempat heran karena Jerry mengira istrinya sudah berpindah ke alam baka. Jelas-jelas dada Angel masih naik-turun.

“Sekarang keluarin plasentanya dulu ya, Bu.” Angel mengangguk dan kembali mengejan untuk melahirkan penyalur makanan anaknya selama di dalam kandungan.

Tidak sampai di sana, gadis itu juga harus merasakan nyeri saat jarum menusuk bagian inti yang sempat dirobek tadi. Tidak terlalu sakit, tetapi cukup membuat Angel meringis berkali-kali.

Jerry yang berada di samping istrinya juga ikut meringis membayangkan betapa sakitnya itu. Beruntung seorang suster segera menghampiri mereka dengan si kecil yang sudah bersih dan wangi. Kehadiran buah hati mereka membuat Angel mengabaikan rasa sakitnya.

Bayi tampan berkulit merah yang sudah dibersihkan kini sudah berada di dekapan sang ibu. Wajahnya benar-benar fotocopy Jerry, tidak ada satu pun dari perawakan Angel yang menurun kepadanya.

Jemari mungilnya menjadi mainan bagi kedua orang tuanya. Telapak yang masih hangat menggenggam jari kelingking Jerry yang terlihat jumbo.

“Kok dia kecil banget, sih?” tanya Jerry sembari menggoyangkan tangan anaknya.

“Sekecil ini aja ngeluarinnya susah banget, Mas.”

Lahir dengan bobot 3.8kg membuat si kecil terlihat sedikit gembul. Pipinya yang merona sejak lahir benar-benar persis dengan sang ayah. Mata sipitnya pun sudah terlihat jelas meski kini sedang tertutup rapat.

“Makasih ya, Sayang.”

Kepala sang gadis menengok dan netranya menubruk milik Jerry. Ia dapat melihat tatap sayu dan lelah suaminya. Rencana untuk memberi kejutan di hari ulang tahun Jerry justru berakhir dengan keluarnya dedek bayi dari dalam perutnya.

Tangan yang semula menepuk-nepuk pantat anaknya pun terulur membelai rahang suaminya. “Makasih juga, Mas,” tutur Angel disertai senyum manis.

Jerry membalas dengan kecupan di dahi sang istri. Ia merangkul bahu Angel hingga tangannya sampai di puncak kepala putra kecilnya. Senyum tulus dan penuh syukur tak lepas dari wajahnya sejak tadi.

“Kamu istrihat dulu, biar si Adek aku aja yang jaga.” Lelaki itu meminta putranya dari sang istri.

Angel yang memang sudah lelah dengan segala proses tadi langsung mengoper bayinya ke lengan Jerry. Tubuh kecil berbalut kain bedong itu sempat menggeliat, namun kembali terlelap kala menemukan posisi nyaman di dada sang ayah. Angel mencium pipi anaknya bekali-kali karena tak mampu menahan gemas.

Sebelum Jerry beranjak dari ranjangnya, ia menahan pergelangan lelaki itu. Wajah tampannya mendekat ke arah Angel dan mendapat satu ciuman di pipi. “Happy birthday, Mas.”

Blush

Wajah sang tuan pun kembali merona. Padahal, itu hanya ucapan ulang tahun biasa. Namun, satu kecupan di pipi mampu membuat ucapan sederhana itu bermakna dalam.

“Masa cuma di pipi?” tanya Jerry sembari menggiggit bibir bawahnya.

Angel paham maksud suaminya, namun ia hanya menatap datar lelaki itu. Jika saat ini energinya terisi penuh, mungkin ia akan menampar wajah Jerry.

Cup

Tapi, karena kini tubuhnya masih tak berdaya, ia mengalah dan memberi satu kecupan di bibir suaminya. Jangan tanyakan kondisi Jerry sekarang. Jantungnya memompa darah dengan kecepatan maksimal ke wajahnya hingga merah padam mendominasi.

“Hahaha! Udah ah, mau tidur dulu.”

Selimut rumah sakit yang tadinya hanya menutup sebatas pinggang kini sudah ditarik sampai ke leher sang gadis. Angel benar-benar tertidur setelah drama persalinan dan pemberian ASI pertama pada sang anak.

“Selamat istirahat, I love you.” Itu adalah kalimat terakhir yang tertangkap indra pendengaran Angel sebelum dirinya benar-benar beranjak ke alam mimpi.


@guanhengai, 2021.