55.
Tangannya meraih pintu kamar kos, mendorongnya untuk masuk ke dalam ruang 3x4 itu. Tidak peduli jika Aira masih marah dengannya, Praha hanya ingin meminta maaf pada sang anak karena membiarkan bocah itu menunggu tanpa kejelasan.
Netranya menangkap sosok kecil itu tengah memegang botol susu dan berbaring di kasur. Tidak ada Aira di sana. Dugaan Praha, istrinya sedang di dapur dan mempersiapkan makan malam untuknya.
“Maafin Papa.” He said with almost inaudible voice. Pertahanannya sudah hancur, air mata mengalir perlahan dari sudut mata Praha. Bibir bawahnya digigit cukup keras, tak ingin anak yang kini didekapnya menyadari tangisnya.
“Maafin Papa udah bikin Raga nunggu, udah bikin Raga nangis, maafin Papa.”
Telapak kecil itu mendorong bahu sang papa. Usianya memang belum menyentuh angka lima, namun kecerdasan otaknya menurun dari sang ibu. Jemari mungil yang awalnya menyangga botol susu pun menangkup kedua rahang Praha.
Meski teramat kecil, lelaki itu dapat merasakan kehangatan di sana. Matanya terpejam kala Raga dengan telaten menghapus sisa tetes air mata di pipinya. “Cup cup cup, Papa ndak oyeh angis. Laga ndak mayah kok ama Papa,” tuturnya dengan bahasa anak kecil. (Translate: Cup cup cup, Papa nggak boleh nangis. Raga nggak marah kok sama Papa.)
Tiba-tiba perasaan yang sudah besar bertumbuh tak terbatas. Tunas kecil di hati Praha berbuah hanya dengan kalimat sederhana dari anaknya. Tubuh kecil itu langsung dibopong dan dipeluk erat.
Sungguh, rasa sesal di dalam diri Praha kian memuncak. Andai ia tidak bertindak bodoh empat tahun silam. Andai Raga tetap ada di dunianya. Andai ia memilih untuk mempertahankan calon anaknya. Dan masih banyak andai lain yang tebersit di benaknya.
“Papa, cucu Laga jatuh!”
Telunjuk kecilnya mengarah pada botol susu yang sudah tergeletak di kasur. Bibirnya mengerucut seraya linang air mata berkumpul di pelupuk. Alih-alih menolong, sang ayah justru tertawa geli melihat ekspresi Raga.
“Hahaha, lagian botolnya tuh kegedean, Raga. Harusnya kamu pake botol kecil aja, biar tangannya muat,” tutur Praha sembari mengambil botol susu itu dan menanamkan ujungnya di mulut sang anak.
Selanjutnya, pemandangan kamar kecil itu diisi oleh Praha yang masih berbalut seragam kerja dengan Raga kecil di pangkuannya. Ocehan antusias si bocah mengenai teman-teman sekolahnya membuat Praha berkali-kali terkekeh.
Ia tidak mengerti apa yang Raga ceritakan, namun mendengar anaknya berbicara sudah cukup membuat perasaannya jauh lebih tenang.
Tanpa keduanya ketahui, ada sosok gadis cantik di pintu yang menyaksikan kegiatan mereka. Tangis harunya sudah menetes sejak tadi. Sejak Praha mengucapkan maaf pada anak mereka.
@guanhengai, 2021.