552.
Jerry sedang membaca berita terkini di iPadnya kala Angel datang membawa sepiring pisang goreng. Suara langkah kaki yang kian mendekat berhasil mencuri atensinya. Lelaki berlesung pipit itu kemudian menggeser sedikit tubuhnya dan memberi tempat untuk sang istri bergabung.
Aroma dari secangkir teh tawar hangat menyeruak dan segera dibayar dengan ucapan terima kasih. Telapak lembut Angel kemudian mengungkung lengan kekar suaminya yang kembali terlihat sibuk dengan iPad.
Ikut penasaran, netra sang puan pun turut mengembara di atas layar tersebut. Jemari suaminya beberapa kali menghalangi tulisan di laman pencarian, namun bukan sebuah masalah besar. Ternyata, lelaki itu sedang membaca berita mengenai harga BBM yang naik akhir-akhir ini.
Ah, bacaan bapak-bapak memang membosankan. Gadis itu melengos dan memutuskan untuk menatap sudut ruang keluarga berhias tanaman. Seketika ia mengulum senyum tipis kala menatap foto masa kecil Ajen dan Jiji terpampang jelas di dua tembok yang mengapit sudut tersebut.
“Mas Jerry,” panggil Angel.
“Kenapa, Sayang?” tanya suaminya tanpa berpaling dari layar.
“Mas Jerry,” panggil Angel lagi.
“Iya, Sayang. Kenapa?”
“Mas Jerry.”
Lelaki itu mengerutkan keningnya dan menutup cover iPad. Diletakannya benda tersebut di samping, kemudian netranya fokus pada Angel yang justru tidak menatap dirinya.
“Ada apa, Sayang?” tanya Jerry lagi setelah membenarkan posisi duduk sang istri.
“Mas Jer-”
“Kenapa sih?” Sepertinya kadar kesabaran Jerry kian menipis.
Istrinya kemudian menengadah dan menatap lelaki itu. “Sayangnya mana?”
Kening sang tuan berkerut lebih dalam. Bukan wanita namanya jika tidak membuat pria bertanya-tanya. Ia mengobrak-abrik isi otaknya demi menemukan makna pertanyaan Angel barusan. Tak butuh waktu lama, kedua sudut bibir Jerry terangkat.
Cup
“Itu sayangnya,” jawab lelaki itu.
Angel langsung melihat kedua bibirnya karena tidak siap dengan reaksi Jerry. Ia pun hanya mengerjap sembari menahan agar hawa panas tak merasuki wajahnya. Sayang, kini telinganya sudah ikut memerah.
“Lah? Kamu yang godain tapi kamu juga yang salting?”
Tawa sang suami memenuhi setiap sudut ruang saat wajah Angel bersembunyi di dadanya. Lagi pula, respon apa yang ia harapkan dari suaminya yang super jahil?
“Ada apa, Sayang?” Lelaki itu bertanya setelah mengambil pisang goreng dari atas piring.
“Dulu pas kamu kecil mirip Ajen kecil nggak, Mas?”
“Hah? Kok random?”
“Itu, lagi liat foto kecilnya Ajen.”
Suaminya ikut menjatuhkan tatap pada figura besar di sudut ruang. Wajah tampan nan lucu anak-anak mereka tergambar jelas di sana. Ajen sedang duduk dengan senyum lebar, sedangkan Jiji dipangku dengan wajah datar. Mereka menggemaskan. Dulu.
“Kayaknya Ajen lebih ganteng,” gumam Jerry yang langsung mendapat tawa lepas dari Angel.
“Tumben ngakuin anaknya ganteng? Biasanya rebutan siapa yang paling ganteng,” tutur istrinya setelah tawa reda.
Alih-alih marah, Jerry justru menatap istrinya yang masih diselimuti tawa geli. Mata tajam teduh, alis luas, bibir merah, wajah v-shape, hati kuat, perasaan lembut, what a perfect combo of God's creature. Kini giliran Jerry yang mempertanyakan sebahagia apa Tuhan saat menciptakan Angel.
“Kenapa ngeliatin aku kayak gitu?” tanya istrinya saat Jerry tidak memindahkan pandangnya barang seinci.
“Aku boleh ngomong kasar nggak?”
Angel bingung.
“Boleh, ya?” izin lelaki itu, lalu istrinya hanya mengangguk ragu.
Sebelum berkata kasar, Lengan kekar Jerry memeluk erat sang istri hingga Angel meronta untuk di lepaskan.
“ANJINGGG!! ISTRI GUE CANTIK BANGET SIHHHHH!!!!”
Angel tidak tahu harus mengelompokkan itu sebagai maki atau pujian. Yang pasti, Jerry berhasil membuat diafragmanya digelitik oleh rasa yang tak mampu ia jelaskan. Untuk kedua kalinya di sore ini, Angel merona. Beruntung Jerry tidak melihat wajahnya yang memerah.
“Kamu cantik banget, Sayang!” Jerry terus mengatakan itu hingga Angel bosan mendengarnya.
Ajen dan Jiji baru saja memberi kabar bahwa mereka pulang sedikit lebih lambat dari biasanya. Ajen harus mengurus kartu pendaftaran tes masuk perguruan tinggi di tempat les. Jiji yang memang diwajibkan pulang bersama si sulung pun terpaksa menunggu abangnya selesai dengan urusan tersebut.
Waktu yang masih cukup panjang dimanfaatkan oleh Jerry dan Angel untuk memasak santap malam mereka. Hal ini tentu tidak dilakukan setiap hari karena ada kalanya Jerry yang pulang lebih lama. Maka dari itu, mereka selalu menggunakan waktu-waktu seperti ini untuk berkegiatan bersama. Mereka juga sering berkebun untuk mengisi waktu akhir pekan dengan anak-anak.
“Mas Adil jadi main ke sini, Mas?” tanya Angel sembari memotong cabai dan bawang putih.
“Jadi, pas weekend. Katanya dia juga mau ajak ceweknya.”
“Hm, aku penasaran sama ceweknya Mas Adil sih. Kakakmu itu dingin banget kayak es batu, cewek kayak gimana ya yang bisa bikin Mas Adil meleleh?”
Jerry terkekeh pelan seraya memastikan air di dalam panci belum blubuk-blubuk. “Kamu nggak sadar, ya? Dulu kamu lebih parah dari Mas Adil. Kalo aku ajak ngomong cuma jawab satu-dua kata.”
“Beda! Dulu kan awalnya kita terpaksa tinggal bareng, Mas. Lagian kamu emang bawel banget sih,” balasnya.
“Bawel? Aku pendiem gini dibilang bawel?”
“PENDIEM? Pendiem dari mana? Kamu tanya tuh anak-anakmu, bahkan pas kamu tidur aja berisik, Mas.”
Tatapan Jerry berubah malas. “Ih, ya udah sih. Kenapa jadi bahas pas aku tidur?”
“Pengen banget aku sumpel mulutmu kalo malem, Mas.”
“Ya udah, sumpel aja!” gerutu Jerry.
“Tapi pake bibir,” lanjutnya yang langsung mendapat todongan pisau dari Angel.
Selanjutnya, dapur bernuansa hitam putih itu hanya diisi oleh bunyi pisau bertubruk talenan, spatula bercumbu wajan, dan sesekali keran air yang dinyalakan. Menu malam ini adalah telur balado, ayam goreng tepung, dan sayur kacang panjang.
Meski keadaan ekonomi mereka sudah lebih jauh dari kata membaik, Jerry dan Angel tetap lebih suka masakan rumahan dari pada makanan yang dijual di resto mahal. Mereka biasanya makan di luar rumah setelah pulang gereja di minggu pagi. Selebihnya? Hanya sesekali.
“Kenapa Ajen sama Jiji beda jauh ya, Mas?” gumam Angel tiba-tiba.
“Ya beda lah, kan beda orang. Kepalanya beda, isi otaknya beda, perasaannya beda, karakternya beda,” jawab sang suami.
“Ih, bukan gitu maksudnya.”
“Iya, aku ngerti kok. Sini deh,” panggil Jerry.
Angel bangkit dari duduknya dan menghampiri lelaki itu di depan kompor. Air di dalam panci mulai mengeluarkan gelembung yang berarti sudah siap untuk dimasuki beberapa bahan utama. Lengan Jerry melingkari pinggang Angel sembari tangannya memegang piring berisi telur yang akan direbus.
“Telur-telur ini asalnya sama-sama dari kulkas, kan?”
“Iya,” jawab istrinya.
“Kalo kamu liat, bentuk mereka sama nggak?”
“Sama lah.”
“Oke, sekarang aku rebus dulu telurnya.” Lelaki itu kemudian memindahkan beberapa butir telur di atas piring ke dalam panci. Kini hanya tersisa satu telur yang belum ia masukkan.
“Itu satunya nggak direbus, Mas?” tanya Angel bingung.
Pyar
“Loh? Kok malah dipecahin?” tanya gadis itu lagi.
Alih-alih menjawab, Jerry justru melontarkan pertanyaan. “Emang kalo pecah berarti nggak bisa kepake?”
“Y-ya bisa sih, tapi kita kan nggak mau bikin telur dadar.”
“Kan bisa buat ayam goreng tepung, Sayang.”
Setelah itu, Jerry menarik tubuh Angel agar mereka saling berhadapan. Piring berisi telur yang tadi ia pecahkan kini diletakkan di samping kompor. Lelaki itu kemudian tersenyum dan menangkup kedua bahu istrinya.
“Telur-telur ini sama kayak Abang sama Adek, Sayang. Walaupun mereka sama-sama anak kita, mereka tetep beda. Jiji itu anaknya keras, dia emang harus ngerasain pecah dulu biar bisa memproses semuanya. Kalo Ajen, dia anaknya gampang belajar, jadi kita bilangin aja udah paham.”
“Terus? Emang itu bikin salah satu dari mereka nggak berguna? Enggak, kan? Proses anak-anak buat mencapai tujuannya emang beda, Sayang. Perbedaan itu harus kita terima dan sadari. Tapi, satu hal yang nggak boleh kita lakuin ke mereka, membandingkan satu sama lain. Okay?”
Bibir istrinya melengkung membentuk senyum manis seraya kepalanya mengangguk. Tolong normalisasi Angel yang jatuh hati berkali-kali karena suaminya adalah Jerryan Edo Najuanda.
Cup
Kini bukan Jerry yang memberi kecupan, melainkan istrinya. Bibir lelaki itu seketika terlipat dan menampilkan sepasang lesung pipit di pipi yang merona. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Angel saat hawa panas memenuhi sekujur tubuh kekarnya.
Sekarang suara tawa Angel yang memenuhi dapur mereka. Meski Jerry masih menang dengan skor 2-1, Angel puas karena berhasil membuat suaminya merona.
@guanhengai, 2022.