71.

Gerimis yang muncul tiba-tiba memaksa Jerry dan Angel berteduh. Tadinya, mereka berencana untuk ke Dufan dan bermain beberapa wahana di sana. Namun, harga tiketnya melonjak karena ini merupakan akhir pekan. Akhirnya, Jerry membawa Angel ke salah satu taman dengan beribu penjual jajanan di sekitarnya.

Jerry tahu istrinya sangat menyukai jajanan pinggir jalan. Hari ini ia bebaskan Angel untuk membeli makanan apa pun.

Sang tuan menatap langit kelabu sedari tadi mengejarnya. Sedangkan, Angel sibuk dengan ice cream Cornetto Oreo yang mulai mencair di genggam kanannya.

Beruntung mereka berdua cepat melipir ke tenda kosong saat air tiba-tiba jatuh dari langit. Kanopi di atasnya hanya muat untuk berteduh dua orang karena sebagian tenda sudah hancur. Sebenarnya ada satu warung kosong di ujung taman, namun terlalu jauh untuk ke sana. Beberapa pengunjung juga terpaksa ikut berteduh di gerobak para penjual.

Lelaki itu memang sengaja memilih membelakangi hujan dan mengungkung tubuh Angel agar istrinya tidak terkena percikan air.

“Kenapa tiba-tiba gerimis, sih? Gue kan belum selesai makannya!” gerutu gadis itu kala melihat tetesan ice cream di jemarinya.

Lelaki di depannya hanya terkekeh pelan. Tidak peduli angin kencang yang terus menerpa, Jerry tetap melepas jaket kulitnya dan memindahkan ke pundak sang istri.

“Ck, pake aja, Mas. Aku udah pake jaket. Nanti kamu demam.”

Angel kembali berdecak karena Jerry tidak mempedulikan perkataannya dan tetap memasang resleting jaket di tubuhnya. Tangan lelaki itu kemudian mengambil alih tas selempang di bahu Angel, lalu membuka dan mengeluarkan beberapa lembar tissue.

“Selalu deh, kalo makan ice cream pasti berantakan,” tuturnya seraya mengusap jejak ice cream yang mulai mengering di jari Angel.

“De javu,” gumam gadisnya.

“Hm, keinget tahun lalu, ya? Habis belanja buat ngisi apartemen.” Kekehan Jerry mengikuti kalimatnya.

“Hari di mana aku tau Ajen ada di perut aku,” kata Angel kian memelan.

Suaminya lalu tiba-tiba mengentikan kerja tangannya. Ia menatap Angel yang masih mengamati ice creamnya. Semakin tak berbentuk, sama seperti perasaan mereka.

Mengingat hal itu membuat dada Angel terasa sesak. Hari yang sama saat ia melihat Jerry menangis untuk pertama kali. Yang lebih menyesakkan adalah dirinyalah alasan suaminya menangis.

Jerry yang menangkap raut sendu istrinya pun langsung merampas ice cream di tangan sang gadis dan memakan sisanya. Ia tidak tega jika makanan itu harus berakhir di tempat sampah lagi, seperti beberapa waktu silam.

“Ice cream seenak ini kok dianggurin,” sindir Jerry memamerkan lesung pipitnya.

Angel yang semula larut dalam hening pun kembali menatap suaminya. Cone di tangan Jerry sudah tersisa setengah, too late untuk merebut kembali karena cokelat di dasarnya sudah masuk ke mulut lelaki itu.

“Pencuri! Aku kan nggak izinin kamu buat makan ice creamku!” sungut gadis itu.

“Hehehe, dari pada kamu buang lagi? Mending aku makan,” jawab Jerry santai.

image

“Huft,” Angel sighs. “Kira-kira hujannya bakal lama nggak, ya?” tanya gadis itu pada suaminya yang baru saja melipat pembungkus ice cream dan menyelipkannya di kantung jeans.

“Maybe. Awannya masih gelap,” jawab Jerry seraya melirik kelabu di langit. He smiled and open up his arms for Angel to lean in and his finger found themselves fiddling with Angel's hair.

“Kasihan Ajen, pasti buat mainan si badut Ancol,” gumam Angel, nudging her nose into her husband's chest.

“Hu'uh,” jawab Jerry sembari melingkarkan lengannya ke pinggang Angel.

Ada jeda beberapa detik sebelum Angel bertanya, “Mas, why your heart beating so fast?”

“Cause you're here, the reason my heart beats is here.”

Senjata makan tuan. Angel yang semula ingin menggoda Jerry justru merasa wajahnya memanas sekarang. Suaminya yang menyadari diamnya sang gadis pun menunduk dan mendapati Angel tersenyum sembari menyembunyikan wajahnya.

“Sayang,” Jerry whispered.

Sadar istrinya tidak akan menjawab, he lowered his head. Tepat beberapa inci di depan wajah Angel, ia kembali berbisik, “Sayang.”

“Shhh, banyak orang, Mas!” Gadis itu mendorong dada suaminya dan mengedarkan pandangnya untuk memastikan tidak ada yang melihat kejadian barusan.

“Mana ada yang liat, mereka jauh, kamu ketutupan aku.” Ah, Jerry selalu saja memiliki alasan untuk menjawabnya.

Setelah momen salah tingkah itu selesai, Jerry bertanya, “Sayang, gimana hari ini? Happy?”

Angel mengangguk lucu. Beberapa helai rambut yang sudah Jerry simpan di balik telinganya kembali terurai. “So happy! Akhirnya, setelah sekian lama, kita jalan-jalan naik motor lagi.”

Ya, hari ini mereka meminjam motor Ojon untuk mengelilingi ibu kota. Atuy sempat bersorak riang karena helm kuning miliknya dipakai oleh Angel.

Kalimat gadis itu sempat terjeda kala seorang penjual mengambil jas hujan di samping tubuh Angel. “Jajanan di sini juga banyak yang enak! Aku harus ajak Ajen ke sini pas udah gede.”

Jerry tersenyum dan sesekali mengangguk. Angel seperti merangkum semua kegiatan mereka hari ini dibumbui perasaan yang ia rasakan di setiap momennya. Matanya pun menghilang ditelan pipi tembam kala Angel bercerita tentang konyolnya Jerry saat melakukan negosiasi dengan tukang balon.

“Hahaha! Tadi harusnya kamu beli yang spiderman, Mas. Terus dikasih ke Atuy deh. Kan he's addicted to kancut, tuh!” Tawa anggunnya kembali terdengar setelah gadis itu menyuarakan pikirannya.

Akan tetapi, raut Jerry hanya datar dan menatap sang istri. “Kamu lagi jalan sama aku, kok yang diinget malah Atuy?”

Angel menghentikan tawanya. Ia menatap Jerry tak kalah datar. “Kan Atuy nggak ada di sini, Mas. Jadi aku pikirin deh.” Kekehan kecil mengikuti kalimatnya.

“Oh, gitu. Aku nggak jealous sih, soalnya Atuy cuma bisa masuk ke otakmu, kalo aku udah tinggal di hatimu.” Meski terdengar menggelikan, Angel tidak bisa menepis perkataan suaminya.

Kedua lengan Jerry langsung membawa sang istri masuk dalam dekapan, tidak peduli orang-orang di sana menatap iri mereka. Seperti biasa, Angel selalu nyaman di dada sang suami.

“Mas, do you love me?” tanya Angel tiba-tiba, setelah beberapa saat diam dalam pelukan Jerry.

Lelaki itu mulai melonggarkan pelukannya, menjatuhkan tatapnya pada tubrukan air hujan di atas dedaunan.

“You exactly know the answer, Angel. Yes, I do. I always do.” Kalau sudah memanggil nama, berarti tidak ada unsur becanda sedikit pun pada kalimatnya.

“How far do you think we will go?”

Alih-alih langsung menjawab, Jerry justru membenamkan wajahnya di perpotongan leher sang istri. Telapak lelaki itu tetap mengerjakan tugasnya, mengusap puncak surai Angel.

The atmosphere was calm and people started to leave when the rain stopped. Hingga napas hangat istrinya terasa menembus sweater tipis miliknya, barulah Jerry memberi jawaban.

“Love is a very long process, Angel. We just passed a few steps of it.”

Angel menengadah dan mendapati suaminya menatap lurus tanaman di samping mereka. Pelukan Jerry semakin erat seiring hujan kembali deras. Gadis itu merasakan dada Jerry kian berdebar sebelum ia melanjutkan kalimatnya.

“Let's walk like a little clock. Jangan terlalu mikirin sepuluh tahun ke depan, dua puluh tahun ke depan, atau seratus tahun ke depan. Kita aja nggak tau apa yang terjadi besok, kan? Bisa jadi besok kita habis baterai, atau tiba-tiba jatuh kesenggol orang. Tapi, selama kita bisa berdetak, berdetaklah.”

“Kalau rusak, ayo kita perbaiki. Kalau ada yang nyangkut, ayo kita cari hal itu sama-sama. Suatu hari, kita bakal ngeliat ke belakang and surprised cause we go through what we initially thought was impossible.”

“Dulu juga kita sama-sama ragu, kita nggak pernah expect bakal jalan sejauh ini, kan? Tapi, coba liat sekarang. Jam kecil yang awalnya nggak percaya diri ternyata udah bertahan dan berdetak sebanyak tiga juta lima ratus kali, loh.”

365 hari menurut jam yang terus berputar adalah tiga juta lima ratus detik. Benda yang hanya terpajang di dinding atau penghias meja belajar ternyata lebih produktif dibanding manusia. Ia tidak pernah berhenti meski pemiliknya tertidur di malam hari.

Kedua netra Angel yang dilapisi kontak lensa sudah mulai basah akan air mata. Tatapnya masih belum beralih dari garis wajah suaminya. Setiap kata yang terlontar dari mulut Jerry seakan menggelitik diafragma Angel.

Umumnya, suara manusia hanya menyapa gendang telinga. Maka akan sangat bahaya jika suara itu mampu menembus organ lainnya dan menggetarkan tubuh sang lawan bicara.

“Hey, Cantik, look at me.”

Ah, sejak kapan Jerry memanggilnya dengan sebutan itu? Entahlah, yang pasti itu membuat Angel semakin salah tingkah.

“Kita ada di satu jam yang sama, berputar ke arah yang sama. It's okay kalau sometimes kamu bertentangan sama aku. Walaupun kecepatannya beda, kita akan bertemu di titik yang sama. Aku, kamu, akhirnya bakal ketemu lagi dan kembali menjadi kita.”

Kita. Terkadang, menjadi kita sudah lebih dari cukup.

Angel mempererat pelukannya. Kedua lengan yang biasanya tidak cukup melingkari tubuh suaminya kini ia paksa hingga Jerry berkali-kali mengaduh. Mulutnya terus menggumam terima kasih seiring hatinya mengucap syukur pada Tuhan.

Ibu benar, Angel sangat beruntung menemukan Jerry di hidupnya.

Ia sempat menilik air yang dengan mudah membasahi jemarinya di belakang tubuh Jerry. Sesaat kemudian, gadis itu baru menyadari bahwa sweater bagian punggung suaminya sudah basah terkena hujan.

Jerry mengusap lembut punggung istrinya. “Happy anniversary, Angel.”

Sang gadis lalu menarik tubuh Jerry agar tak lagi terkena tetesan dari langit. “Happy anniversary, Mas Jerry,” jawab Angel di tengah hujan deras.


@guanhengai, 2022.