90.

Telapak Angel menggenggam paha mungil Ajen agar bocah berusia empat bulan itu tidak memakan kaos kakinya. Entah karena udara siang ini terlalu panas atau memang produksi keringatnya sedang berlebih sehingga kaos bagian dada Angel basah. Tapi, yang pasti ia sudah lega karena berhasil mengantar tiga puluh box bento ke kantor lamanya, Neo Corp.

Hari ini tepat dua bulan Jerry mengirim lunch box setiap hari kerja. Bukan perjalanan mulus tanpa hambatan, tetap ada lika-liku di setiap prosesnya. Di minggu pertama usaha, Jerry pernah kesiangan dan membuatnya terbu-buru. Alhasil, ia hampir menabrak penjual ketoprak. Beruntung mobilnya belum sempat menyentuh gerobak ketoprak itu. Namun, semua pesanan yang sudah ia siapkan roboh dan tidak bisa diselamatkan.

Sebenarnya, Angel tidak biasa ikut suaminya mengantar pesanan. Namun, bocah kecil di pangkuannya terus merengek dan tidak mau lepas dari gendongan sang ayah. Akhirnya, gadis itu mengalah dan menemani Jerry mengantar catering.

“Adek, ini kan udah ada buat digigit, jangan makan kaos kaki ah.” Angel mengulurkan mainan karet milik Ajen.

Si tampan cilik itu langsung merebut mainannya dari tangan sang ibu. Kemudian, memasukkannya ke dalam mulut. Jangan heran jika kain kecil yang melingkar di lehernya sudah dipenuhi air liur.

Pintu mobil terbuka, lalu tertutup setelah si pengemudi duduk di tempatnya. Lelaki berkaos hitam itu langsung membuka maskernya dan tersenyum ke arah sang istri.

image

“Yeay, gajian!” tuturnya, kemuan mengambil Ajen dari pangkuan Angel.

Perut buncit anaknya menjadi sasaran cium Jerry hingga tawa kecil memenuhi mobil mereka. “Adek abis ini mau beli mainan baru? Iya?” tanya Jerry lagi, yang hanya direspon gumam lucu.

Mainan yang tadi dipegang erat oleh bocah itu sudah terlempar ke bawah. “Adek, masa mainannya dilempar? Kotor deh.” Meski diiringi omelan singkat, Angel tetap menunduk untuk mengambil mainan karet tersebut.

“Maafin Adek ya, Mama.” Jerry menggoyangkan lengan Ajen dan bersuara seperti anak kecil.

Istrinya langsung tersenyum, kemudian berkali-kali mengecup pipi gembul anaknya. “It's okay, Sayangnya Mama.”

“Papanya nggak dicium, nih?”

Lantas pertanyaan Jerry mengundang geplakan sang istri. “Nggak! Udah ah, si adek siniin, kamu nyetir aja.”

Saat tangannya terulur, Ajen langsung berbalik dan memeluk erat leher Jerry. Tangan kecil yang berbentuk seperti roti sobek itu seakan mengikat sang ayah dan tidak rela untuk dilepas.

“Eh, astaga! Adek, masa Papa dicekek gini?!” protes Jerry pada si kecil.

Kepala Ajen menggeleng cepat, lalu wajahnya sembunyi di perpotongan leher sang ayah. Sepertinya, dia sedang dalam mode manja. Jika sudah seperti ini, semua hal di dunia tidak mempan untuk menyudahinya. Ajen akan tetap menempel pada Jerry sampai dia puas.

“Ya udah, biarin aja adek di sini,” tutur Jerry sembari menyimpan ponselnya di dekat tuas.

“Hah? Serius kamu, Mas? Emang bisa nyetir sambil bawa Ajen? Bahaya ah!”

Tangan kanannya tetap menahan bokong Ajen, sedang telapak kirinya hinggap di puncak surai Angel. “Nggak apa-apa. Biasanya keliling komplek juga si adek duduk di sini, kan?”

Gadis itu menggeleng. “Ini beda, Mas. Ini jalan raya.” Kemudian, tangannya mengambil paksa Ajen dari dekapan Jerry. Tentu tangis bocah itu pecah seketika. Wajahnya langsung merah padam dan kakinya berkali-kali menendang perut Angel.

Raut Jerry berubah seketika. Tangis Ajen terdengar sangat pilu dan Jerry tidak tega melihatnya. Namun, perkataan istrinya benar. Terlalu berbahaya jika Jerry menyetir sambil menggendong anaknya.

“Biarin aja, nanti kalo capek juga diem sendiri,” ucap Angel, tangannya masih mencoba menenangkan Ajen yang semakin meronta.

“Sayang, cup cup cup. Papa nyetir dulu ya, Jagoan?” tanya Jerry sembari mengusap pipi Ajen.

Mereka tidak perlu radio siang ini. Melodi dari mulut Ajen sudah cukup mengisi telinga keduanya. Beberapa puluh menit setelah itu, Ajen terlelap di dekapan Angel.

image

Jemari lentik sang gadis mengusap rambut Ajen yang basah karena keringat terus mengalir saat si kecil menangis. “Ckckck, kalo udah manja sama papanya sampe lupa sama Mama. Dek, Dek... Nanti kalo kamu udah gede gimana, ya?”

Terdengar kekehan kecil dari balik kemudi. “Kalo udah gede kayaknya dia malah berantem sama aku deh. Adek manja sama aku tuh bisa dihitung jari, sisanya nempelin kamu terus.”

Angel mengangguk setelah Jerry menyelesaikan kalimatnya. Semakin ke sini, Ajen justru tidak mau lepas dari kedua orang tuanya. Bahkan, beberapa hari ini si kecil tidur di antara Angel dan Jerry yang tentu membuat papanya rewel.

Di sisi lain, Jerry juga bersyukur karena ia dapat menghemat biaya listrik. Bukannya perhitungan dengan kebutuhan Ajen, manusia dengan kondisi seperti Jerry memang harus menghitung rinci biaya hidupnya.


Hampir satu jam kaki Jerry bermain dengan gas dan rem mobil. Lengan Angel juga sudah mulai kebas karena bobot tubuh Ajen yang semakin bertambah. Anak ini memang kuat minum ASI, terbukti dari baju yang dia pakai sekarang. Setelan itu seharusnya untuk bayi usia enam bulan, tetapi sudah pas di tubuhnya. Ajen si gembul.

“Mas, kok kita ke sini?” tanya Angel saat mobil mereka memasuki kawasan yang belum pernah ia kunjungi.

Perkampungan kecil yang jalannya hanya muat untuk satu mobil itu terlihat ramai dan kurang tertata. Coretan di dinding dan sampah yang berserakan di samping selokan memenuhi pemandangan sepanjang jalan. Hingga terlihat sebuah pos ronda berwarna hijau, barulah Jerry menepikan mobilnya.

Ia melepas cardigan merah muda yang menempel di tubuhnya, lalu meletakkannya di pangkuan. Lengan kekarnya kemudian mengambil alih Ajen yang masih tertidur di pangkuan sang ibu. Bayi itu sempat menggeliat, lalu kembali terlelap saat menemukan posisi nyaman di dada Jerry. Cardigan yang tadi ia letakkan begitu saja diambil lagi dan digunakan untuk menutup dada Angel.

“Sebentar ya, Sayang. Kamu di mobil aja.” Begitu ucap Jerry sebelum tubuhnya sedikit bergeser ke belakang dan mengambil beberapa box makanan yang masih tersisa.

Angel hanya memperhatikan pergerakan suaminya hingga lelaki itu keluar mobil dan menilik ke dalam pos ronda. Detik selanjutnya, Angel melihat dua pria keluar dari dalam gubuk itu dan berbicara dengan suaminya. Satu bertubuh besar dengan tatto di sekujur tubuh, sedangkan yang satu bertubuh kecil.

Jerry sempat menunjuk ke arah mobilnya, kemudian mereka tertawa bersama. Entah apa yang mereka bicarakan, Angel sama sekali tidak memiliki petunjuk. Pun Ajen yang berada di dekapan Jerry tetap terlihat pulas dan tidak terganggu oleh obrolan papanya.

Angel merasa gugup kala Jerry beserta pria misterius itu berjalan menuju mobil. Ia menarik cardigan Jerry yang menutupi dada karena kaosnya masih basah.

Tok tok tok

Gadis itu menekan tombol di samping sikunya saat ketukan Jerry di jendela mobil terdengar. Perlahan kacanya turun dan wajah kedua pria asing tadi mulai tampak jelas.

“Sayang, ini temen-temen aku pas dulu ngojek,” ucap Jerry tanpa basa-basi.

“Ucup, Ujang, ini istri gue.”

Kedua pria itu kemudian mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Angel. Ternyata mereka baik, tidak seperti dugaan Angel di awal.

“Pantes aja Jerry nutup akses buat cewek laen, bininya aja cantik begini!” kata pria kecil bernama Ucup.

“Yoi! Dulu pas ngojek si Jerry cuma mau nganter mas-mas sama bapak-bapak lho, Mbak. Padahal, cewek-cewek ngantre mau dibonceng Jerry,” timpal Ujang yang tubuhnya jauh lebih besar dari Ucup.

Angel tidak tahu harus memberi respon seperti apa. Akhirnya, gadis itu hanya menatap suaminya dan terkekeh pelan.

Mereka sempat bercerita tentang beberapa kejadian selama Jerry ngojek dulu. Salah satu yang akan selalu Angel ingat adalah saat Jerry hanya duduk di pos ronda karena Angel menghabiskan waktu di kantor dengan Alle. Suaminya itu menolak semua penumpang karena takut tidak fokus saat menyetir.

Jerry mencinta begitu hebat dan Angel adalah gadis beruntung yang berkesempatan merasakan bentuk cinta terbesar di dunia.

“Ya udah, lanjut lah, Jer! Gua seneng sekarang lo lebih sukses. Ini anak lo juga ganteng banget dah, calon artis nih!”

Lelaki yang dipuji hanya tertawa pelan, kemudian membelai lembut kepala anaknya yang masih terlelap.

“Ya udah, gua sama Ujang balik ngojek lagi dah! Baek-baek ya kalian di sono. Kalo balik ke sini mampir lagi!” Begitu Ucup mengakhiri pertemuan mereka. Angel mengangguk. Tujuan Jerry mampir ke tempat ini adalah untuk berpamitan pada rekan lamanya.

Saat ketiganya kembali ke pos ronda, Angel baru menyadari dua lunch box di tangan Jerry sudah berpindah. Ternyata, itu alasan suaminya melebihkan porsi catering hari ini.


@guanhengai, 2022.