guanhengai

Dua puluh tiga Maret, pukul dua belas malam. Angel duduk bersandar kepala ranjang dengan Ajen kecil di dekapannya. Mulut mungil itu sibuk menghisap sumber makanan dari payudara sang ibu. Tak terhitung sudah berapa kali Angel mengucap syukur karena diberi ASI lancar untuk anaknya yang mudah merasa lapar.

Dua minggu pasca melahirkan, gadis itu sempat mengalami baby blues. Beruntung ibu dan kakak iparnya sedang berada di Jakarta, sehingga Jerry tidak menangani Angel seorang diri.

Lelaki itu tidak pernah sekali pun meninggalkan istrinya. Ia dengan sabar dan setia mendampingi Angel. Mulai dari emosi sang gadis yang tidak stabil, ikut menangis kala anaknya tidak kunjung tenang saat digendong, hingga merasa gagal karena kesulitan memberi ASI pada Ajen.

Kini Angel sudah terbiasa dengan status barunya sebagai seorang ibu. Menyusui Ajen di malam hari pun menjadi rutinitasnya seperti saat ini. Lengan kecil si adek sangat pas di genggaman Angel. Sarung tangannya sudah hilang sebelah karena gerakannya yang terlalu aktif.

Bayi mungil itu kemudian menguap dan membuat air susu berhenti mengalir ke tenggorokannya. Rengekan kecil adalah bentuk protes dirinya.

“Astaga, Dek. Ini loh,” ucap Angel sembari mengarahkan payudaranya ke mulut Ajen.

“Anak Papa kalo minum susu semangat baget sih.” Jerry menggeser pelan tubuh Angel dan menjadikan dadanya sebagai sandaran sang istri.

Lelaki itu selalu melakukan hal serupa kala Angel menyusui anaknya di malam hari. Tangannya juga menggantikan lengan sang istri yang mulai kram karena membopong tubuh gembul anaknya.

“Kamu habis ngerjain apa, Mas?” tanya Angel dengan kepala yang sudah bersandar di dada Jerry.

“Baca-baca materi yang kemarin dikasih Mas Aryo aja sih,” jawab suaminya sembari menekan-nekan pipi anaknya.

“Ck! Jangan diajak main, Mas. Biarin dia tidur dulu!” protes Angel karena Ajen mulai merespon kejahilan Jerry.

Lelaki yang masih menggunakan kaca mata baca itu menyandarkan kepalanya di bahu sang istri. Ia juga merasa lelah setelah seharian menyelesaikan pekerjaan rumah dan mempelajari materi-materi yang diberikan oleh kakak iparnya.

Ternyata, mengurus perusahaan bukan sebatas menampilkan wajah rupawan, membubuhkan tanda tangan di atas kertas perjanjian, dan menghadiri rapat bersama klien. Banyak sekali hal yang harus disiapkan, terutama mental.

Bagi Jerry yang tidak pernah berminat terjun di dunia bisnis, hal seperti ini adalah tantangan besar. Namun, lelaki itu tidak pernah menyerah kala mengingat hidup anak dan istri yang harus ia tanggung.

Pernah satu waktu Jerry sedang menggantikan Angel menjemur anaknya di teras. Ia melihat beberapa bekas gigitan nyamuk di paha Ajen. Beberapa hari sebelumnya mereka memang sengaja tidur tanpa AC karena token listrik sudah mulai bunyi. Sendangkan, tabungan kian menipis karena biaya persalinan yang jauh melampaui perkiraan mereka.

Kata maaf berkali-kali terlontar dari mulut lelaki itu. Jerry merasa bersalah karena Ajen harus merasakan hidup seperti ini. Ia menyalahkan dirinya karena belum memiliki apa-apa saat anaknya lahir. Jika Mas Aryo tidak menawarkan pekerjaan pada Jerry, mungkin sekarang ia masih luntang-lantung di jalanan.

“Mas, lagi mikirin apa?” tanya Angel yang sadar akan lamunan Jerry. Anaknya sudah kembali terlelap karena mulut mungilnya sudah tak lagi menghisap susunya.

Gelengan Jerry memancing usapan lembut Angel di lengan kekar lelaki itu. “Aku sama Ajen bangga punya suami dan papa kayak kamu, Mas. You're enough,” kata Angel tulus.

Pelukan Jerry di tubuh istri dan anaknya pun mengerat. Lima bulan. Lima bulan lagi Jerry benar-benar sah menjadi karyawan di salah satu perusahaan Mas Aryo. Selama itu pula, ia harus bertahan dengan tabungan secukupnya karena Angel melarang lelaki itu untuk ngojek lagi.

“Temenin aku terus ya, Sayang. Aku nggak bakal pernah lepas kamu meski ada orang yang lebih baik dari aku. Aku yang bakal memperbaiki diri,” tutur Jerry diikuti kecupan manis di pipi sang gadis.

Angel mengangguk yakin. Lagi pula, apa yang perlu diperbaiki dari seorang Jerry? Ketampanan Jerry memang membuat banyak wanita tertarik padanya, namun rasa tanggung jawab dan kepribadian lelaki itu yang membuat Angel jatuh hati padanya.

Kini hidup mereka lebih lengkap dengan kehadiran si kecil. Tawa renyah Ajen di pagi hari dan tangisnya di penghujung malam adalah hiburan bagi Jerry dan Angel yang sudah terlalu penat dengan urusan keuangan.

Angel beruntung karena Jerry selalu memenuhi kebutuhannya meski harus bekerja ekstra. Jerry pun beruntung karena Angel tidak pernah mengeluh atas kondisi mereka saat ini.

Pada akhirnya, kita hanya perlu menemukan seseorang yang ingin saling menggenggam, bukan? Percuma jika kita memberi cinta sepenuhnya tapi dia hanya membalas seperlunya. Begitu pula sebaliknya. Banyak orang berharap diperlakukan layaknya king or queen, tapi lupa melakukan hal yang sama terhadap pasangannya.


“Ternyata ini bukan hanya tentang kamu, Mas. Tapi tentang kita. Aku, kamu, dan dia. Terima kasih sudah melibatkan aku dalam cerita hidupmu.” – Angel, 2021.

“Sayang, itu dedek bayi mau ketemu mamanya.”

Benak lelaki itu sudah dipenuhi kemungkinan terburuk.

“Angel, bangun dulu.”

Tetap tidak ada jawaban.

Jerry berdiri sempurna dan menatap dokter yang sudah kembali ke tempatnya. Wanita cantik itu menatapnya dalam dan menggeleng pelan.

“Noo, pleaseeee ....”

Air mata mengalir lebih deras dari sebelumnya, jatuh bebas ke atas pipi sang gadis yang sama sekali tak membuatnya bergerak.

Dokter cantik yang semula terdiam melihat Jerry langsung melanjutkan tugasnya untuk mengeluarkan plasenta dedek bayi dari perut Angel.

“Shhhhh.” Gadis itu meringis pelan saat merasakan sesuatu mendorong lagi dari dalam rahimnya.

Jerry yang masih memeluk leher Angel pun membatu. Lelaki itu berkali-kali memanggil istrinya seraya telapak menyusuri surai sang gadis. Namun, tetap tidak ada jawaban dari Angel.

“Sayang?” Jemari Jerry mencubit sebelah pipi istrinya.

Tangan kanan Angel menghempas pelan wajah suaminya. Jerry benar-benar berisik saat ini. “Bisa diem dulu nggak, Mas? Capek banget,” rintihnya dengan mata masih terpejam.

“Dih? Ternyata masih bangun?” Jerry memicing dengan rona merah memenuhi rupa tampannya.

Mata Angel melotot sempurna, “kamu berharap aku mati?”

Lengan kekar lelaki itu kembali memeluk erat tubuh sang istri. Kecupan hangat yang singgah di pipi Angel adalah bukti bahwa Jerry teramat bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk melihat senyum sang istri.

“Enggak lah, aku masih mau punya anak cewek,” bisik Jerry yang langsung mendapat pukulan pelan di lengannya.

Dokter dan perawat yang menyaksikan pasangan itu hanya tersenyum geli. Terlebih, wanita cantik yang masih berkutat dengan jarumnya di bawah sana. Ia sempat heran karena Jerry mengira istrinya sudah berpindah ke alam baka. Jelas-jelas dada Angel masih naik-turun.

“Sekarang keluarin plasentanya dulu ya, Bu.” Angel mengangguk dan kembali mengejan untuk melahirkan penyalur makanan anaknya selama di dalam kandungan.

Tidak sampai di sana, gadis itu juga harus merasakan nyeri saat jarum menusuk bagian inti yang sempat dirobek tadi. Tidak terlalu sakit, tetapi cukup membuat Angel meringis berkali-kali.

Jerry yang berada di samping istrinya juga ikut meringis membayangkan betapa sakitnya itu. Beruntung seorang suster segera menghampiri mereka dengan si kecil yang sudah bersih dan wangi. Kehadiran buah hati mereka membuat Angel mengabaikan rasa sakitnya.

Bayi tampan berkulit merah yang sudah dibersihkan kini sudah berada di dekapan sang ibu. Wajahnya benar-benar fotocopy Jerry, tidak ada satu pun dari perawakan Angel yang menurun kepadanya.

Jemari mungilnya menjadi mainan bagi kedua orang tuanya. Telapak yang masih hangat menggenggam jari kelingking Jerry yang terlihat jumbo.

“Kok dia kecil banget, sih?” tanya Jerry sembari menggoyangkan tangan anaknya.

“Sekecil ini aja ngeluarinnya susah banget, Mas.”

Lahir dengan bobot 3.8kg membuat si kecil terlihat sedikit gembul. Pipinya yang merona sejak lahir benar-benar persis dengan sang ayah. Mata sipitnya pun sudah terlihat jelas meski kini sedang tertutup rapat.

“Makasih ya, Sayang.”

Kepala sang gadis menengok dan netranya menubruk milik Jerry. Ia dapat melihat tatap sayu dan lelah suaminya. Rencana untuk memberi kejutan di hari ulang tahun Jerry justru berakhir dengan keluarnya dedek bayi dari dalam perutnya.

Tangan yang semula menepuk-nepuk pantat anaknya pun terulur membelai rahang suaminya. “Makasih juga, Mas,” tutur Angel disertai senyum manis.

Jerry membalas dengan kecupan di dahi sang istri. Ia merangkul bahu Angel hingga tangannya sampai di puncak kepala putra kecilnya. Senyum tulus dan penuh syukur tak lepas dari wajahnya sejak tadi.

“Kamu istrihat dulu, biar si Adek aku aja yang jaga.” Lelaki itu meminta putranya dari sang istri.

Angel yang memang sudah lelah dengan segala proses tadi langsung mengoper bayinya ke lengan Jerry. Tubuh kecil berbalut kain bedong itu sempat menggeliat, namun kembali terlelap kala menemukan posisi nyaman di dada sang ayah. Angel mencium pipi anaknya bekali-kali karena tak mampu menahan gemas.

Sebelum Jerry beranjak dari ranjangnya, ia menahan pergelangan lelaki itu. Wajah tampannya mendekat ke arah Angel dan mendapat satu ciuman di pipi. “Happy birthday, Mas.”

Blush

Wajah sang tuan pun kembali merona. Padahal, itu hanya ucapan ulang tahun biasa. Namun, satu kecupan di pipi mampu membuat ucapan sederhana itu bermakna dalam.

“Masa cuma di pipi?” tanya Jerry sembari menggiggit bibir bawahnya.

Angel paham maksud suaminya, namun ia hanya menatap datar lelaki itu. Jika saat ini energinya terisi penuh, mungkin ia akan menampar wajah Jerry.

Cup

Tapi, karena kini tubuhnya masih tak berdaya, ia mengalah dan memberi satu kecupan di bibir suaminya. Jangan tanyakan kondisi Jerry sekarang. Jantungnya memompa darah dengan kecepatan maksimal ke wajahnya hingga merah padam mendominasi.

“Hahaha! Udah ah, mau tidur dulu.”

Selimut rumah sakit yang tadinya hanya menutup sebatas pinggang kini sudah ditarik sampai ke leher sang gadis. Angel benar-benar tertidur setelah drama persalinan dan pemberian ASI pertama pada sang anak.

“Selamat istirahat, I love you.” Itu adalah kalimat terakhir yang tertangkap indra pendengaran Angel sebelum dirinya benar-benar beranjak ke alam mimpi.


@guanhengai, 2021.

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari, pun Hargi dan marcell sudah kembali ke apartemen mereka. Angel tengah terlelap kala suaminya datang dengan penampilan yang sangat kacau. Tak ada kesan rapi yang biasa lelaki itu tunjukkan, Jerry benar-benar tampak seperti orang lain.

Lelaki itu berjongkok di samping sofa termpat petiduran istrinya. Kata Marcell, Angel bersikeras untuk menunggu Jerry di sana dan berakhir ketiduran. Dengan tatap kasih, lelaki itu merapikan anak rambut sang istri. Rasanya baru kemarin Jerry dan Angel bertemu di cafe dan menandatangani perjanjian nikah. Kini, mereka sudah bersiap menyambut hadirnya si kecil.

image

Hampir tiga menit Jerry habiskan untuk menikmati indahnya wajah Angel yang selalu menjadi pemandangannya setiap hari. Ia bersumpah tidak pernah bosan meskipun 24/7 berada di depan istrinya. Angel bagaikan oksigen bagi paru-parunya, kebutuhan.

Senyum manis tergambar di wajah sang lelaki. Kegiatannya di luar rumah membuat tubuh kekar itu dipenuhi aroma tak sedap. Ia juga takut debu dan bakteri di pakaiannya mengontaminasi Angel. Belaian lembut di puncak surai sang gadis menjadi penutup sebelum suaminya beranjak membersihkan diri.

Sepuluh menit cukup untuk Jerry mengharumkan tubuh menggunakan air hangat. Perban di kaki dan tangannya juga sudah diganti. Sebelum menghampiri istrinya yang masih terlelap, lelaki itu pergi ke dapur dan menyeduh segelas susu hamil.

Kebulan asap masih menyelimuti mulut gelas saat sang empunya meletakkannya di atas meja. Lengan kekar Jerry menyelinap di ceruk leher dan balik lutut sang istri. Perlahan ia mengangkat Angel dan memindahkannya ke kamar.

Merasakan guncangan yang cukup kuat, gadis itu perlahan membuka matanya. Dagu Jerry adalah pemandangan pertama yang ia lihat. Sesaat kemudian, tatapnya beralih ke mata dan hidung suaminya yang merah membengkak. Pun jejak air mata masih terlihat meski lelaki itu sudah membasuh wajahnya.

“Kebangun, ya? Maaf, Sayang.” Lelaki itu menunduk dan tersenyum menatap istrinya.

Angel tidak menjawab, biar nyanyian jangkrik di luar sana yang merespon suaminya.

Jerry membungkuk untuk mempermudah dirinya meletakkan tubuh Angel di atas kasur. Bedcover yang tadinya terlipat rapi sudah dilebarkan untuk menutup istrinya. Saat ia ingin beranjak, Angel menahan lengannya dan menatap Jerry penuh arti. Namun, lelaki itu segera tersenyum dan berkata, “aku mau ambil susu di luar, Sayang.”

Anggukan pelan mengantar tungkai sang lelaki menjauh. Punggung tegap Jerry masih menjadi sasaran tatap gadisnya hingga perlahan menghilang. Suaminya masih sama seperti biasa, dipenuhi senyum dan kelembutan. Namun, semua itu tidak berhasil menyembunyikan aura sendunya.

Ceklekan pintu membuat Angel kembali menatap Jerry. Lelaki itu sedang meniup susu cokelat di gelas sembari berjalan ke arahnya. Tangan berhias gelang rantai terulur dan membantu sang gadis duduk. Beberapa teguk berhasil masuk ke tenggorokan sebelum Angel menarik gelasnya dan meletakkan di nakas samping kasur.

Tubuh berbalut piyama hitam itu bergeser beberapa inci, menyisakan ruang untuk sang suami. Tanpa menunggu perintah, Jerry langsung mendudukkan diri di samping istrinya. Angel menarik ujung bedcover dan mengajak Jerry masuk ke dalam bersamanya.

Tak menunggu lama, gadis itu langsung mendekap si tampan tanpa mengenai lengan yang masih berbalut perban. Ia dapat merasakan tubuh Jerry yang menegang. Namun, ototnya segera melonggar kala telapak Angel memberi usapan lembut di punggungnya.

Lelaki itu perlahan meringkuk memeluk istrinya, wajahnya sengaja disembunyikan di ceruk leher Angel. Usapan sang gadis semakin intens saat merasakan sesuatu mengalir di lehernya.

Ia tahu Jerry sedang menangis. Air mata meluber tanpa aba-aba dan perhitungan.

Semakin dalam samudera, semakin tenang pula arusnya. Begitu juga manusia. Ketika sesak mendobrak inti jantung, air mata akan mengalir deras tanpa suara. Segala ricuh di dada tercekat di ujung lidah.

“It's okay to cry, Mas.” Getaran bahu Jerry semakin terasa, membuat Angel menambah satu belaian lagi di rambutnya.

Meski situasinya tak persis sama, Angel juga pernah kehilangan sosok penting dalam hidupnya. Ia tahu benar rasanya menahan rindu pada seseorang yang tak akan kembali. Ia tahu betapa sulit menerima kepergian seseorang yang selalu ada di setiap momen pertama hidup kita.

Angel tahu rasanya kehilangan orang tua.

Rasa penasaran yang membuncah menuntun gadis itu memaksa penjelasan dari Hargi dan Marcell. Butuh waktu satu jam untuk membuat kedua sahabatnya buka mulut. Jika ia tidak mengamcan akan mencari Jerry sendiri, mereka pasti tidak menjawab pertanyaannya.

Jerry terbangun pukul empat pagi setelah merasakan getaran dari ponselnya. Tidak biasanya ia mendapat pesan atau panggilan sepagi ini. Biasanya, salah satu pelanggan akan menghubungi Jerry pukul tujuh pagi dan meminta lelaki itu mengantar jualannya ke beberapa warung.

Nama Ojon dan Atuy memenuhi layar ponsel yang masih terkunci. Segera ibu jarinya memposisikan diri di home button untuk membuka layar. Icon telepon di samping nama Ojon langsung menghubungkan panggilannya.

“Ada apa, Jon?” Suara serak khas bangun tidur bertanya pada seseorang di seberang sana.

”...”

“Hah?!” Selimut yang menutupi dadanya melorot tanpa aba-aba setelah mendengar ucapan Ojon.

”...”

“Iya iya, gue ke sana sekarang.”

Doa pagi yang sangat singkat ia rapalkan sebelum beranjak ke kamar mandi untuk gosok gigi. Persetan dengan aroma tubuhnya, ia hanya sempat menyemprot sedikit parfum untuk membuatnya layak pergi.

Dengkuran halus sang istri mengalihkan perhatian Jerry. Kemeja hitam yang baru saja ia tarik dari antara tumpukan baju masih bersampir di bahu. Sembari membuka kancing, Jerry mendekati ranjang kamarnya.

“Sayang, aku pergi sebentar, ya. Maaf nggak ajak kamu, aku takut kalian kenapa-napa.” Tangan hangatnya memberi usapan kecil di perut Angel, seakan berbicara pada anaknya.

Tak butuh waktu lama untuk Jerry bersiap dan menunggu Ojon menghampiri dirinya. Ia juga terpaksa merepotkan kedua sahabat Angel karena tidak ingin meninggalkan istrinya sendiri.

Mobil Fortuner putih milik Gavin sudah terlihat di depan rumah. Jerry sempat memberi kecupan panjang di kening dan pipi Angel sebelum pergi. Ah, ia juga tidak melupakan si kecil di dalam perut istrinya.

Perjalanan dini hari itu diselimuti keheningan, tak ada dari empat lelaki di dalam mobil yang buka suara. Semua larut dalam pikiran masing-masing, kecuali Gavin yang bersedia menjadi pengemudi.

Marcell meminta lelaki itu untuk mengantar mereka karena sebelumnya Jerry berniat mengemudi dengan kondisinya yang sedang tak keruan.

“Ibu udah nggak ada,” tutur Jerry di tengah isaknya. Suaranya yang bergetar kuat ikut menyesakkan dada Angel.

Gadis itu kelu, tak tahu kalimat apa yang harus ia katakan saat ini.

“It's okay,” No! Tidak ada manusia yang baik-baik saja jika ditinggalkan.

“Kamu pasti kuat,” No! Jerry tidak harus selalu kuat.

“Iya, aku ngerti kok,” Tidak ada orang yang bisa mengerti perasaan orang lain, meski ia pernah mengalami hal serupa.

“Pasti sakit ya, Mas? Nggak apa-apa, nangis aja dulu.” Hanya itu yang bisa Angel katakan.

Acceptance adalah tahap terakhir dari kehilangan. Saat ini, mungkin Jerry masih denial terhadap kejadian yang menimpanya. Tak perlu dipaksa, ia berhak merasa sedih. Laki-laki boleh menangis, mereka bukan patung atau robot yang tidak memiliki emosi. Tanpa banyak kata, bersedialah menjadi sandarannya.

Jarum pendek terus bergulir mendekati angka empat. Dua insan yang sudah diikat dalam satu janji kudus masih nyaman dengan posisinya. Usapan Angel di punggung suaminya tidak berhenti meski pegal sudah menyerang sejak tadi.

“Pas aku jatuh dari motor, sebenernya aku mau ke panti. Ojon bilang ibu kepeleset di kamar mandi, terus langsung pingsan. Pas di bawa ke rumah sakit, ibu masih ada. Aku belum sempet nengok, ternyata malaikat udah jemput ibu duluan.” Napas putus-putus Jerry masih tersisa karena tangisnya yang tak kunjung berhenti.

Angel belum mendengar kejadian itu dari Marcell, mungkin temannya juga tidak tahu. Beberapa hari ini Jerry memang terlihat berbeda. Lelaki itu lebih banyak melamun dan berdiam diri. Jika Angel mengetahuinya sejak awal, mungkin ia sudah memaksa Jerry untuk menengok ibu pantinya.

Gadis itu juga merasa bersalah karena belum sempat mengunjungi 'mertua'nya. Wanita itu terlalu sibuk mengurus anak-anak panti dan tidak tega meninggalkan mereka. Sedangkan, Angel juga sudah tidak sanggup jika harus bepergian terlalu jauh.

Padahal, mereka sudah berencana untuk pergi ke panti setelah dedek bayi lahir. Hitung-hitung Jerry memberi kejutan pada ibu panti, meski wanita itu sudah mengetahui kehamilan Angel.

image

“Kamu nggak boleh ninggalin aku.”

Kalimatnya tersirat rasa putus asa dan tidak percaya diri. Jerry yang biasanya selalu terlihat kuat kini benar-benar menunjukkan sisi paling rapuh.

Angel mengangguk. Setelah berbagi ranjang dan memori bersama Jerry, ia yakin tak mampu hidup tanpa lelaki itu. Jerry dan dirinya bukanlah manusia sempurna, namun mereka selalu berusaha berbagi rasa.

Sedih pasti akan datang, namun kehadiran seseorang di tengah kesedihan akan membuat manusia dapat menikmatinya sebagai proses pendewasaan.


@guanhengai, 2021.

“Apa harapan kamu di tahun ini, Sayang?”

Pertanyaan itu memaksa otak Angel bekerja lebih keras.

Kelancaran lahir dedek bayi, itu satu yang pasti. Sisanya? Entahlah. Ada satu hal yang selalu Angel harapkan. Namun, rasanya jawaban itu tak pantas ia lontarkan pada sang suami.

Gue mau hidup kayak dulu lagi. Beli barang nggak usah mikir, jalan-jalan tinggal bikin plan, bebas mau nonton apa pun.

Sebenarnya, begitu banyak hal yang hilang dari hidup Angel. Subscription akun spotify dan netflixnya sudah tak pernah diperpanjang sejak setengah tahun yang lalu, kuota bulanan yang biasanya unlimited pun diubah menjadi kuota harian dengan giga paling sedikit.

Sekarang Angel serba membatasi dirinya. Ia cukup tahu diri untuk tidak meminta hal aneh pada Jerry. Benar kata orang, uang memang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Munafik jika manusia berkata uang tidak mampu mendatangkan kebahagiaan. Nyatanya, menangis di bawah guyuran shower hangat jauh lebih nyaman dibanding menangis di bawah bocornya atap rumah.

“Sayang?” panggil lelaki itu lagi.

“Eh? Ehm, semoga dedek bayi sehat-sehat, semoga kamu cepet sembuh, semoga aku bisa makan ice cream sepuasnya lagi, hehehe.” Cengiran tak bersalah membuat Jerry gemas setengah mati.

Lengannya melingar di pinggang sang gadis, memijat lembut area yang sering Angel keluhkan. Sejak kehamilannya berada di penghujung tujuh bulan, pinggang dan betisnya lebih sering pegal dan kram. Di situlah Jerry menunjukkan kesigapan sebagai suami dan calon ayah.

“Amin. Semoga kamu juga selalu sehat, nurut kalo dibilangin,” jawab Jerry disertai kekehan kecil.

Keduanya lalu larut dalam obrolan ringan. Bincang pukul dua pagi memang selalu asik. Suara binatang malam seakan menjadi pengiring cerita random mereka.

Pernah satu waktu keduanya berakhir dengan debat. McFlurry diaduk dan tidak diaduk adalah tersangka utama. Angel sebagai penganut bubur tidak diaduk ternyata juga menanamkan hal yang sama pada ice cream iconic McD. Sedangkan, Jerry merasa aneh jika topping itu dimakan terpisan. Lalu, apa esensinya?

“Mas,”

“Hm?” respon Jerry.

“Tabunganku sisa tiga juta,” tutur Angel tanpa menatap suaminya.

Gadis itu sudah memikirkan untuk mengungkapkan hal ini pada Jerry. Tidak mungkin mereka terus menyembunyikan saldo masing-masing selama hidup bersama. Angel hanya tidak ingin ada masalah baru di masa depan.

Lelaki itu memberi usapan lembut di pinggul gadisnya. “Buat kebutuhan sehari-hari aku masih ada lima juta, buat biaya dedek bayi ada lima belas, buat dana darurat ada tujuh juta.”

Angel bersyukur suaminya paham tanpa ia jelaskan. Namun, rautnya berubah kala mengakumulasi semua tabungan yang mereka punya. Bahkan, lima puluh juta belum tersentuh meski seluruh tabungan mereka disatukan. Biaya kelahiran dedek bayi pasti menyita sangat banyak dana, belum lagi kebutuhannya yang tidak sedikit.

“Abis dedek bayi lahir, aku cari kerja aja ya, Mas?” tanya sang istri yang langsung mendapat gelengan dari Jerry.

Bukannya ingin menghambat karir Angel, ia hanya tidak ingin perhatian istrinya terbagi. Untuk satu tahun pertama, si kecil sangat membutuhkan peran orang tua di sampingnya, terutama sang ibu.

“Sebenernya, kemarin Mas Aryo nawarin aku buat kerja di salah satu cabang perusahaan,” jelas Jerry pelan.

Gadis yang mendengar hal tersebut pun langsung langsung menatap Jerry serius. Ia tahu suaminya tidak suka jika mendapat 'fast track' seperti itu.

“Terus? Mas terima?” tanyanya penasaran.

Jerry menghela napas berat sebelum memberi jawaban. “Belum, aku mau diskusi dulu sama kamu. Lagian, aku masih perlu belajar buat kerja di perusahaan. Aku nggak punya basic sama sekali.”

Istrinya mengangguk setuju. Meski Mas Aryo memberi kesempatan pada adik iparnya, lelaki itu tetap seseorang yang perfeksionis dan tidak segan menegur Jerry jika tak mampu melakukan pekerjaannya. Maka dari itu, Jerry harus banyak belajar agar tidak mengecewakan Mas Aryo.

“Kalo kamu merasa mampu, terima aja. Mas Aryo pasti bantu kok,” kata Angel meyakinkan suaminya.

Jerry mengangguk pelan. “Tapi, Mas Aryo minta aku kerja di cabang Kalimantan.”

Jedyarrr

Ini yang Angel takutkan. Kakaknya memang memiliki cabang perusahaan di setiap pulau di Indonesia. Ia pernah diminta untuk mengurus salah satu perusahaan di Kalimantan, tapi langsung ditolak mentah-mentah karena jarak yang terlampau jauh dari tempat tinggal ibunya.

Sekarang, Mas Aryo menawarkan jabatan itu pada Jerry. Ada sedikit rasa kecewa di hati gadis itu. Jika Jerry terima, berarti ia harus rela LDR. Jika Jerry tidak menerima, dari mana mereka menghidupi anaknya?

“Aku nggak mau jauh sama kamu, Mas.”

Gadis itu memeluk suaminya manja. Ia benar-benar sudah bergantung pada Jerry. Satu yang selalu dicari Angel ketika membuka mata adalah suaminya. Bagaimana mungkin gadis itu melepas sang pujaan hati ke pulau nan jauh di sana?

“Kamu mau tinggal di sana sama aku?”

Bukannya tidak mau, tetapi Angel juga tidak siap jauh dari teman-teman dan keluarganya. Perdebatan kali ini cukup sengit karena gadis itu harus melawan egonya sendiri.

Setelah berdiam cukup lama, ia mengangguk pelan. “Iya, aku mau.”

Jerry tersenyum lega. Ia sempar berpikir Angel tidak akan menerima tawarannya. Mas Aryo pernah bercerita mengenai adiknya yang menolak jabatan itu hanya karena tempatnya yang jauh. Angel juga mengeluh tentang tingginya biaya hidup di Kalimantan.

Sekarang, ia akan pergi ke sana. Bedanya, Jerry lah yang menggantikan posisi tersebut. Angel hanya berharap pada Tuhan semoga ini adalah keputusan yang terbaik untuk Jerry, dirinya, dan sang buah hati.


@guanhengai, 2021.

Napas Angel memberat, seberat langkah yang terus membawanya menuju ruang di ujung lorong. Padahal, beberapa hari lalu ia baru saja datang ke tempat ini untuk memeriksa keadaan sang buah hati.

Kali ini ia juga datang untuk manusia tersayang, suaminya.

Marcell setia mendampingi sahabatnya hingga pintu putih yang sedikit terbuka perlahan memperlihatkan isinya. Berkali-kali air liur tertelan tanpa perintah. Gadis itu mengabaikan segala pening dan sesak di tubuhnya.

Sebelum raganya melewati satu-satunya pembatas antara dirinya dan Jerry, ia menatap Marcell. Lelaki itu hanya mengangguk dan tersenyum, menyalurkan kekuatannya pada Angel.

Jemari sang gadis lantas meraih gagang pintu dan lengannya mendorong daunnya. Kala pintu terbuka sempurna, netranya langsung bertubrukan dengan milik Gavin.

Tatap lelaki itu menyiratkan khawatir begitu dalam, sama seperti yang Marcell lakukan sesaat tiba di rumahnya tadi.

Tak ingin larut dalam suasana sendu, gadis yang masih berbalut daster rumahan ditambah hoodie sang suami mendekat ke ranjang. Angel dapat melihat beberapa perban membalut tangan dan kaki Jerry. Bibir yang biasanya pink merona kini berubah pucat.

Kondisi Jerry yang tak berdaya membuat Angel semakin sesak. Suaminya selalu menjadi tameng dan sandaran kala ia berada di titik lemah. Sekarang, Angel harus sadar kalau Jerry juga manusia biasa yang bisa tumbang kapan pun.

Marcell dan Gavin memilih meninggalkan kedua insan itu. Beruntung Gavin membawa suaminya ke ruang VIP, sehingga Angel dengan leluasa merawat Jerry di sana.

Sepeninggalan dua temannya, Angel meraih telapak Jerry yang bebas dari jarum infus. Dibelainya lembut punggung tangan berurat itu.

“Mas, aku dateng,” cicit Angel memaksakan senyum di bibirnya.

Gadis itu terkekeh miris kala tak ada jawaban dari suaminya. Biasanya, Jerry selalu menjawab perkataannya meski itu hanya deheman.

Ia kemudian memainkan rambut depan Jerry yang sudah mulai menutupi mata. Jika bepergian, lelaki itu selalu membentuk koma di bagian depan keningnya. Itu jelas tidak memperlihatkan betapa panjang rambutnya.

Seharusnya besok Angel menemani suaminya memotong rambut. Namun, kejadian tergelincirnya lelaki itu di tengah hujan membuat dirinya berakhir di tempat ini.

Gavin menjelaskan tak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Jerry hanya jatuh dari motor karena terserempet . Helm yang ia kenakan juga berfungsi semestinya, jadi tidak ada benturan keras di kepala. Lelaki itu masih menutup mata karena shock saat melihat banyak darah di tubuhnya. Satu hal yang baru Angel sadari, suaminya tidak berani berhadapan dengan cairan kental berwarna merah itu.

“Seharusnya aku nggak suruh kamu pergi, Mas.”

Gadis itu menunduk penuh sesal. Demi Tuhan, dia sudah berusaha sekuat diri untuk menahan air matanya tetap di tempat. Tidak bisa. Keadaan Jerry yang seperti ini mengundang isaknya.

Derai air mata menemani Angel mengusap lembut kepala sang suami. Banyak cerita yang Angel lontarkan di saat Jerry menutup matanya. Jika lelaki itu tahu, pasti ia akan merengut dan meminta Angel mengulang ceritanya.

“Mas, kamu inget nggak pas pertama kita ketemu? Sumpah, itu kali pertama aku deg-degan setelah bertahun-tahun.”

Angel sangat jujur dengan perkataannya. Toh Jerry tidak akan mendengar, jadi ia tak perlu malu. Sepertinya itu adalah respon normal saat manusia bertemu lawan jenis yang menurutnya menarik. Perkara jatuh hati atau tidak, itu urusan nanti.

“Aku juga inget pas kamu ketemu keluargaku. Deg-degan setengah mampus, takut kamu nggak bisa nyambung sama mereka.”

Tangan lembutnya berpindah ke rahang Jerry, “ternyata suamiku emang orang hebat. Semua kalangan bisa ditembus,” lanjutnya.

Obrolan sepihak itu berlanjut pada momen saat janji nikah terucap. Perasaan terpaksa dan excited menunggu kedatangan Alle mendominasi Angel saat itu. Namun, Jerry setia menemaninya hingga penghujung malam.

Memori mengenai kejadian saat puncak festival kantor membuat Angel berhenti sejenak. Ia kembali menggenggam jemari suaminya, memberi kecupan di punggung tangan Jerry sebelum melanjutkan cerita.

“Dulu kamu tanya kan, gimana perasaanku pas tau dedek bayi ada?” Senyum pilu gadis itu terpancar dari wajahnya. Segala ketikan yang pernah ia kirim ke Jerry kembali mengusik benaknya.

“Aku seneng, Mas. Tapi juga takut ....”

Setetes air mata kembali meluncur bebas ke pipinya.

“Aku takut kamu ninggalin aku kayak temen-temen yang cuma butuh uangku.”

Sempat ada jeda sedikit untuk sang gadis menyelesaikan tangisnya. Kenangan masa kecil Angel membuat gadis itu hanya memiliki dua teman dekat, Marcell dan Hargi.

Momen di mana ia menyadari hadirnya makhluk kecil di dalam tubuhnya menjadi memori yang sangat berbekas di ingatannya. Ia takut Jerry tidak menginginkan anaknya, karena tujuan pernikahan mereka hanya sebatas uang. Namun, melihat Jerry menangis untuk pertama kali adalah bukti bahwa suaminya juga menginginkan anak mereka.

“Maaf, Mas. Maaf aku udah ajak kamu bohong, bikin hidup kamu berantakan, nyakitin kamu dengan kata-kataku. Maaf kalo aku selalu ngerepotin kamu ....”

“Maaf karena aku yang bikin kamu jadi kayak gini,” ujarnya sedikit bergetar.

Angel sadar ribuan kata maaf pun tidak layak terucap atas sikapnya pada Jerry. Dulu, ia hanya tidak ingin seseorang mengenalnya terlalu dalam hingga menciptakan rasa ketergantungan. Angel sudah cukup kehilangan ayah dan pujaan hatinya semasa remaja. Ia ingin berdiri di atas kakinya dan bersandar pada peluknya sendiri.

Gadis itu beranjak dari duduk dan mendekatkan wajahnya ke kening sang suami. Satu telapak menahan perut buncitnya agar tidak terbentur pinggiran ranjang.

“Makasih buat semuanya, Mas.” Kecupan hangat mengikuti kalimatnya.

“Aku sayang kamu,” batin Angel sebelum didudukkannya lagi tubuhnya.

Matanya semakin berat seiring waktu bergulir. Di ujung ruang hanya ada sofa yang hanya cukup untuk berbaring satu bocah berusia 10 tahun. Jika Angel memaksakan diri untuk tidur di sana, ia yakin besok pagi dirinya sudah tergeletak di lantai.

Tidur dengan posisi duduk adalah satu-satunya pilihan. Lagi pula, ia akan lebih mudah membantu suaminya jika Jerry bangun nanti. Telapak hangat Jerry masih setia digenggam hingga sang gadis beranjak ke alam mimpi.

Belum sempat memasuki gerbang bawah sadar, tepukan di bahunya membuat mata beratnya terpaksa dibuka. Ada Gavin dengan senyum tak bersalah di belakangnya.

“Ngapain gue sewa ruang VIP kalo lo tidurnya di sini?” tanya lelaki itu.

“Nggak ada kasur, Vin,” jawab Angel malas. Ia sudah benar-benar mengantuk saat ini.

“Itu, di samping suami lo. Ranjang segede itu bisa buat tidur sekeluarga kali, Ngel.” Mata lelaki berhidung mancung itu menunjuk space kosong di samping Jerry.

Tanpa banyak bicara, Angel menuruti perkataan Gavin.

“Gue bantu, Ngel.” Gavin berusaha menggenggam lengan Angel setelah mendapat tepisan pelan.

“Nggak usah, gue bisa sendiri,” jawab sang gadis saat berhasil naik ke ranjang.

Ia sempat memastikan posisinya agar tidak menyakiti Jerry dan menekan putranya di dalam sana. Dengan seluruh rasa kantuk, Angel langsung menutup mata dan mengabaikan kehadiran Gavin.

Tenang, ia sudah berdoa tadi.

“Good night, Sayang.”

Itu adalah kalimat samar yang ia dengan sebelum dirinya benar-benar memasuki alam bawah sadar.


@guanhengai, 2021.

“Mas, jadi kan?”

Sebentar. Biar oksigen memenuhi paru-paru dan otak Jerry terlebih dahulu.

Pesan dari Angel sempat membuat napas lelaki itu tercekat. Terlebih, istrinya tidak mau mengangkat telepon darinya. Kecepatan 100 km/h pun ditempuh meski ia tahu mata polisi sedang mengamati geriknya.

Tidak peduli! Jerry tidak peduli. Ia hanya peduli dengan Angel dan anaknya.

Sesampainya di rumah, jantungnya kembali dipompa karena mendengar isak Angel dari kamar mereka. Tanpa melepas alas kaki, Jerry langsung berlari dan memeluk sang istri yang terduduk di kloset.

Netranya membulat sempurna saat mendapati flek di pakaian dalam Angel.

“Sayang, kita ke dokter sekarang,” ujarnya sembari membatu istrinya berdiri dan kembali memakai bajunya.

Lima belas menit perjalanan terasa lama bagi mereka yang dihantui rasa takut. Jerry susah payah membagi pikirannya ke jalan raya dan Angel yang masih menangis di kursi penumpang. Jika dipaksa tenang, lelaki itu mungkin akan memberontak dan marah. Ia tidak dapat tenang melihat istrinya seperti itu.

Tangis Angel mulai reda setelah mendengar penjelasan dokter. Flek seperti itu memang normal terjadi di usia kandungan saat mendekati persalinan. Thank to God karena apa yang Angel alami bukanlah pertanda buruk. Dokter menyatakan hal itu dapat terjadi karena kelelahan dan adanya iritasi serviks hingga membuat serviks menjadi sangat sensitif serta lebih mudah teriritasi. *

“Mas?” panggil Angel lagi karena suaminya terlalu fokus pada jalan raya.

Gadis itu sudah takut setengah mati saat mendapati seberkas darah di kain segitiganya. Kini ia kembali diselimuti takut karena Jerry menunjukkan tanda-tanda amarah.

Hampir satu tahun tinggal bersama lelaki itu membuat Angel tahu Jerry bukan tipe orang yang akan ngamuk seperti banteng kesurupan. Ia cenderung mendiamkan lawannya sampai suasana mencair dengan sendirinya. Jerry tidak sadar kalau silent treatment adalah 'hukuman' terberat bagi Angel, atau bahkan sebagian besar manusia.

“Masss?” Suara gadis itu semakin mengecil.

Lelaki berhoodie hitam dengan gelang rantai di pergelangan kirinya menepikan mobil ke bahu jalan. Ia menghela napas kasar setelah menarik rem tangan. Di sampingnya, Angel sudah siap jika Jerry memberi kalimat peringatan.

Tanpa terduga, lelaki itu justru menarik sang istri ke dalam pelukan. Seperti biasa, usapan lembut ia berikan di punggung dan kepala Angel. Gadisnya hanya berpangku dagu di bahu sang suami.

“Maaf ya, Sayang. It's okay, dedek bayi nggak apa-apa kok,” ujarnya menenangkan Angel dan juga dirinya. Ia merasa bersalah karena sudah meninggalkan sang istri di rumah seorang diri.

Gadis itu menggeleng. Jerry tidak perlu meminta maaf untuk hal ini. Seharusnya Angel yang meminta maaf karena tidak menjaga kondisi tubuhnya hingga kelelahan seperti ini. Ia juga berjanji untuk lebih memperhatikan pola istirahatnya.

“Mas, kita jadi kan ke IKEA?” tanya Angel melupakan kejadian tadi.

Jerry terkekeh di lehernya. “Iya Sayang, jadi kok.”

Lelaki itu melepas peluknya dan menangkup kedua pipi Angel. “Tapi jangan beli ice cream ya,” tuturnya yang diakhiri kecupan manis di bibir sang gadis.

Angel melengos. Ia masih belum terbiasa dengan Jerry yang tiba-tiba mencuri kesempatan seperti ini. Tawa pelan suaminya bersambut putaran roda mobil yang kembali melaju ke tempat tujuan.


“Sayang, beli aja bonekanya.”

Angel mengangkat boneka orang utan yang tadi diambil Jerry. Ia tidak membutuhkan dacron berbalut kain bulu itu. Jika diperbolehkan membeli sesuatu, Angel lebih memilih ice cream dan banana bread.

“Nggak mau ah, nggak enak dipeluk.” Iya lah, enakan peluk Jerry!

“Beli aja, buat main sama dedek bayi nanti,” paksa sang suami.

Gadis itu menyipitkan matanya, “bilang aja kamu yang mau beli. Ya udah nih!” Senyum manis suaminya sudah cukup menjawab. Jerry memang menginginkan boneka itu, hanya saja menjadikan sang anak sebagai alasan.

Kasihan dedek bayi, belum lahir saja sudah menjadi kambing hitam orang tuanya.

Angel kembali mengelilingi ritel perabotan asal Swedia itu. Banyak barang yang menurutnya lucu, namun ia belum membutuhkan. Jika Angel masih bekerja dan menghasilkan uang sendiri, mungkin trolinya sudah penuh dengan berbagai barang. Sayangnya, ia harus sadar diri dengan kondisinya saat ini.

Jangan kalian pikir tujuan mereka ke sini adalah untuk belanja perabot rumah. Keduanya hanya mencari inspirasi dan membandingkan harga dengan toko furniture biasa. Nominal 2,5 juta untuk sebuah box bayi adalah harga yang cukup tinggi. Jerry akan mencari barang-barang di panti asuhannya dan disulap menjadi perlengkapan bayi mereka.

“Sayang, kamu duduk sini aja. Nanti aku yang liat-liat,” ucap Jerry tak mau istrinya kelelahan. Anggukan sang gadis membuat napasnya berembus lega.

Sebenarnya, ia sudah membujuk Angel untuk langsung pulang setelah periksa tadi. Namun, Angel tetap ingin jalan-jalan dan cuci mata.

Saat asik menelisik satu per satu display di sana, bahu Jerry ditepuk oleh seseorang. Lelaki itu segera berbalik dan mendapati tiga wanita dengan pakaian kerja. Sepertinya tidak asing, begitu batinnya.

“Jerry bukan?” tanya seorang berkemeja biru dengan rambut panjang terurai.

Lelaki itu mengangguk sembari mencoba mengingat sosok di depannya. Tatap kagum dan menggoda mendominasi binar dua wanita di belakang. Sepersekon kemudian, netranya menangkap lanyard yang sangat ia kenal. Neo Corp.

“Aku Kirana, inget nggak?”

Ternyata benar. Wanita yang menanyainya adalah mantan atasan Angel di kantor. Istrinya pernah berkali-kali mengeluh tentang pekerjaan yang wanita ini berikan. Namanya juga sering muncul di obrolan Atuy dan Ojon. Ya ya ya, Jerry ingat sekarang.

“Iya, saya inget.”

“Aduh, jangan terlalu kaku dong!” canda Kirana seraya melayangkan tepuk manja ke lengan Jerry.

Sayang, telapaknya mengambang di udara. Lelaki itu segera menghindar dan mengangguk sebagai ucapan maaf. Sebelum wanita itu kembali memulai obrolan, ia pamit sebentar. Kirana dan kedua rekannya —Syifa dan Natasha— dengan sabar menunggu kembalinya mantan cleaning service tampan itu.

Tubuh Jerry terlihat dari balik rak besar, tentu dengan Angel di rangkulannya. Jangan tanyakan ekspresi ketiga mantan rekan kerjanya itu. Rahang bawah mereka mungkin akan terlepas sebentar lagi.

“H-hai Angel,” sapa Kirana yang diikuti oleh Syifa dan Natasha dengan senyum kaku.

“Hai juga,” jawab sang gadis.

Netra ketiganya langsung tertuju pada perut buncit di balik dress Angel. Keinginan untuk pamer mencuat di benak sang gadis. Kejadian di cafe beberapa bulan silam kembali terputar di kepalanya.

Masih terpatri jelas respon Kirana saat Syifa dan Natasha menggodanya. Tatap wanita itu pada suaminya pun masih sama, dipenuhi kagum dan ambisi. No, akan ia tunjukkan bahwa Jerry adalah miliknya!

“Dia udah hampir delapan bulan,” ujar Angel seraya membelai perutnya. Jackpot! Jerry pun mengangguk dan ikut memberi usapan lembut di sana.

Ekspresi terkejut bercampur kesal ketiganya mengundang senyum puas Angel. Rasanya seperti baru saja memenangkan penghargaan yang direbutkan oleh seluruh orang hebat di dunia. Hahaha.

“Berarti, kalian beneran udah nikah sejak di Neo Corp?” tanya Syifa yang diangguki sepasang suami istri itu.

Hei, Kirana! Anda bukan seorang aktris, percuma menyembunyikan ekspresi cemburu itu. Semua orang yang melihat pasti tahu tatapmu menyimpan rasa iri pada Angel.

“Ya udah, kita duluan ya.”

Angel langsung mengiyakan pamit mantan atasannya itu. Sepertinya setan dalam dirinya sudah membara saat ini. Ah, ternyata begini rasanya bertemu dengan seseorang yang mengagumi milikmu.

“Nggak usah cemburu, aku sayangnya cuma sama kamu.” Jerry berucap tanpa memutus pandang lurusnya.

Istri gembulnya mendecih. Semakin lama suaminya semakin narsis.


*source: https://morinagaplatinum.com/id/milestone/flek-saat-hamil

@guanhengai, 2021.

Suara radio menggema memenuhi ruang kosong dalam Honda Civic yang kini tengah menjauh dari ibu kota. Bersamaan dengan kresekan kecil dari signal yang perlahan menghilang, jantung sang gadis pun mulai berdebar.

Total sudah hampir lima jam suaminya tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Biasanya, lelaki itu akan mengoceh tentang hal-hal random dan melontarkan candaan. Kali ini hanya tangannya yang setia menggenggam Angel, sedang netranya sibuk memotong jalan raya.

Sebenarnya, gadis itu tidak terlalu memikirkan ke mana empat roda mobil ini membawa raganya. Hanya Jerry yang tiba-tiba membisu, membuat istrinya pusing bukan kepalang.

” Ngomong sesuatu dong, Mas!!” batinnya menjerit.

Di tengah kesalnya, Angel menangkap sebuah gapura bertuliskan Griya Kwangya. Ini adalah salah satu perumahan yang dikelola oleh manajemen yang sama dengan cafe seberang Neo Corp.

Sebelum pindah ke Jakarta, Angel dan teman-teman pernah mencari tahu mengenai rentang harga rumah di Griya Kwangya. Masih cukup terjangkau oleh karyawan seperti mereka, namun lokasinya yang jauh membuat mereka mengurungkan niatnya.

Jerry masih terus menjalankan mobilnya, hingga rem perlahan diinjak kala mendekati rumah sederhana bercat putih. Kening Angel sudah mengerut dalam. Rumah itu tampak berpenghuni karena ada beberapa sepatu dan sandal di depan terasnya.

Apakah Jerry mengajaknya berkunjung ke rumah saudara? Ah, tapi kan Jerry datang dari panti asuhan. Atau ini adalah rumah temannya? Tapi, apakah etis bertamu saat jarum jam hampir sampai di pukul dua belas malam?

Pertanyaan bercabang seribu menyesakkan otak Angel. Gadis itu tak sadar suaminya sudah turun dari mobil dan mengitarinya untuk menjemput sang pujaan hati.

Cklek

“Ayo turun,” tutur Jerry tanpa embel-embel 'sayang'.

Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu langsung menuntun lengan istrinya untuk memasuki rumah putih tersebut. Jerry tetap memperhatikan langkah kaki dan memastikan tidak ada yang membahayakan gadisnya.

Sesampainya di depan pintu, Angel menatap bingung Jerry. Tangan lelaki itu terlepas dari lengannya dan merogoh ransel yang ia bawa. Gemerincing kunci terdengar seraya si tampan tersenyum lega.

Teralis besi berwarna cokelat terbuka setelah Jerry memasukkan salah satu kunci. “Ini rumah siapa, Mas?” Akhirnya Angel menurunkan segala gengsi dan takut untuk membuka obrolan.

“Masuk dulu,” jawab suaminya singkat.

Gadis itu pun mengikuti jejak Jerry tanpa melepas genggamannya. Ruang tamu yang masih gelap membawa kesan horor bagi bulu kuduknya. Di satu sisi ia penasaran, tetapi di sisi lain tidak berani terlalu jauh masuk ke dalam rumah itu.

Tautan jemari Angel semakin mengerat. Jerry tersenyum kecil saat tahu istrinya semakin mendekatkan diri. Jika tidak ingat dengan tujuannya, mungkin lelaki itu langsung menghujani sang gadis dengan tawa.

“Mas, kok gelap banget?” Tangan sebelahnya sudah bergelayut di lengan kekar Jerry. Hoodie sang suami pun sudah kusut dibuatnya.

Sadar tak mendapat jawaban, Angel merasa takut. Angin dingin semakin menusuk kulit seiring Jerry mendiaminya. Angel yakin air matanya akan jatuh saat ia berkedip.

Srkkk srkk

Suara asing menyapa indera pendengaran sang gadis. Kini air matanya benar-benar lolos tanpa perintah. Bibir bawahnya sudah digigit sekeras mungkin agar tak menciptakan isak.

Jedyarrr

“Happy birthday to you~ Happy birthday to youu Happy birthday, happy birthday... HAPPY BIRTHDAY ANGEL!!”

Empat manusia yang selalu menemani hari-harinya berdiri di ujung ruang dengan karton kerucut di kepala mereka. Tangis Angel pecah saat potongan confetti terbawa gravitasi menjatuhi kue di tangan Marcell.

Lilin angka dua dan tujuh dinyalakan secepat kilat oleh Ojon.

“Ya elah, gak usah sok terharu! Biasanya gue sama Marcell bikin surprise juga lo tau duluan,” ejek hargi saat melihat mata dan hidung Angel sudah semerah badut.

Bukannya menjawab, gadis itu malah melepas genggamannya dari Jerry dan berjalan ke arah Marcell. Ia memeluk lengan temannya tanpa peduli kue tersebut bisa saja jatuh.

“Eh? Kok malah peluk Marcell?!” Atuy terkejut.

“Harusnya peluk gue aja,” lanjutnya sembari merentangakan kedua lengan.

Sedangkan, Marcell yang kebingungan langsung mengoper kue di tangannya ke Ojon yang kebetulan berdiri di sampingnya. Lelaki itu menatap bingung Jerry, namun dibalas dengan anggukan.

Jerry tahu istrinya sedang kesal karena dirinya tak mengajak bicara sejak tadi.

Sebenarnya, ini ide Hargi.

Tiga lelaki tampan keluar dari mobil masing-masing. Berkelut dengan kemudi selama hampir tujuh jam ternyata membuat pantat mereka kram. Belum lagi kantung kemih yang sudah tak mampu menampung urin.

“Lo kasih hadiah apa ke Angel?” tanya Marcell pada suami temannya.

“Ada lah,” jawab si tampan seraya menaikkan resleting celananya.

“Kerjain nggak sih?” usul Hargi.

Ketiga pasang netra itu saling bertatapan. Terpaksa Jerry membocorkan kado ulang tahun yang akan ia beri pada istrinya. Tak butuh waktu lama untuk mereka berdiskusi. Hargi dan Ojon akan membeli perlengkapan dekorasi, sedangkan Marcell dan Atuy mencari kue sesuai selera Angel.

Jerry? Ia akan membawa Angel keliling Tangerang sebelum membawanya ke tempat eksekusi. Hargi juga yang mencetuskan ide agar lelaki itu mendiami istrinya selama perjalanan. Sulit melakukan hal itu. Kata 'sayang' yang ingin terlontar sudah tak terbatas jumlahnya.

“Nggak lucu,” cicit Angel masih dengan memeluk lengan Marcell.

Lelaki bertubuh kurus itu terkekeh geli. Ia dan Hargi tidak pernah berhasil memberi kejutan pada sahabatnya. Namun, kali ini sepertinya lebih dari kata berhasil.

Senyum gemas terpancar dari wajah Marcell. Ia membelai kepala Angel, seperti yang dulu sering dilakukannya semasa kecil.

“Enakan peluk lengan gue apa lengannya Jerry, Ngel?” tanya lelaki itu menggoda sahabatnya.

Angel segera melepaskan diri dari Marcell dan menatap tajam suaminya. Ia tidak pernah dikerjai seumur hidup, namun kini Jerry berhasil membuatnya menangis. Ah, malu!

“Jahat!” pekiknya pada kelima lelaki yang berdiri di sana.

Tawa Hargi menggelegar, mencipta gema di rumah yang masih kosong itu. Sepersekon kemudian, lampu dinyalakan dan terpampang jelas tulisan HAPPY BIRTHDAY di tembok.

Bahkan, gadis itu sampai lupa kalau ini hari ulang tahunnya. Ia seakan tak lagi peduli hari dan tanggal, kecuali jadwal kontrol dedek bayi.

Tarikan di lengannya membuat sang gadis menengok. Di sampingnya sudah ada Jerry dengan black forest di tangannya. “Tiup lilinnya dulu, jangan lupa make a wish,” bisiknya yang segera dituruti sang istri.

Matanya terpejam seraya dikatupkannya kedua telapak. Rentetan harap melambung dari hatinya yang terdalam. Entah apa pokok doanya, hanya Angel dan Tuhan yang tahu.

Lelaki di sampingnya memperhatikan sang istri. Ingin sekali menerkam pipi Angel yang masih mengembung karena kesal. Sedetik kemudian, senyumnya mengembang gemas. Wajahnya ikut merona hanya karena menatap istrinya.

“Jerry salting mulu kalo sama Angel,” bisik Atuy pada Ojon.

Rona merah menjalar di seluruh wajah cantik Angel karena perkataan temannya tadi masih terdengar olehnya. Ia juga tahu hal itu, tapi tidak perlu diperjelas.

Netranya terbuka setelah amin terucap. Api di atas lilin segera diembus hingga asap tercipta. Kecupan singkat di dahi Angel mampu membuat matanya membulat sempurna. Tepukan tangan dan godaan teman-temannya menutup acara tiup lilin itu.

“Mas, emangnya ini rumah siapa?” tanya Angel saat ia melihat Jerry menurunkan barang dari mobil.

Lelaki itu duduk bersandar di bagasi dan meraih kedua bahu Angel. “Aku ngontrak rumah ini, Sayang.”

Gadis itu terkejut. Memang rumah yang tadi ia masuki tidak terlalu besar. Hanya ada dua kamar tidur, dapur, dan ruang tengah. Namun, ia yakin harga sewanya sangat mahal.

Menyadari kegelisahan istrinya, telapak Jerry turun menggenggam sang gadis. Ibu jarinya memberi usapan lembut di sana, seperti yang biasa ia lakukan. “Nggak usah mikirin uang sewa, Sayang. Ini udah kubayar lunas sampe satu tahun ke depan.”

Angel mengangguk percaya, lalu membantu suaminya mengangkat barang-barang. Meski sudah dilarang, ia tetap ingin membawa beberapa tas kecil. Di dalam rumah, keempat temannya masih becanda tanpa batas.

Jika Atuy sudah bersatu dengan Hargi, seluruh obrolan akan mereka bawa ke dalam lingkaran. Pernah sesekali Angel mendengar kedua manusia itu membicarakan bahan celana dalam yang paling nyaman. Sepertinya Atuy benar-benar ingin membuka usaha kolor.

“Sayang, mau langsung istirahat?” tanya Jerry sembari memijat lembut pinggang Angel.

Gadis itu menggeleng, lalu menjawab “aku mau keliling rumah ini dong.”


@guanhengai, 2021.

Langit Yogyakarta malam ini mendukung acara pernikahan si bungsu, rembulan dan beberapa anak bintang pun turut bersuka cita.

Tangan lelaki berbalut jas putih masih setia menuntun lengan istrinya, seraya kedua netra terus mengamati langkah sang gadis. Tak dibiarkannya kerikil kecil menghalangi Angel.

Ribuan pasang mata memperhatikan mereka tanpa ragu. Cantiknya sang istri dan tampannya Jerry adalah perpaduan yang sangat sempurna. Bahkan, mereka yang melihat sudah dapat memprediksi betapa tampannya bayi di perut Angel.

Ya, beberapa minggu lalu kedua insan itu memutuskan untuk menanyakan jenis kelamin anak mereka. Mereka bukan crazy rich yang mampu membeli seluruh perlengkapan bayi di toko. Maka dari itu, keduanya perlu mengetahui jenis kelamin dedek bayi sebelum belanja perlengkapannya.

Jajaran kursi di samping kiri pelaminan sudah nampak di depan mata. Betis dan pinggang Angel rasanya sudah hampir remuk akibat berdiri sejak sore. Ia bisa saja undur diri dan beristirahat di kamar, namun seluruh saudara terus mengajaknya berbicara. Untungnya sang suami peka dan langsung meminta istrinya menjauh dari kerumunan.

Setelah memastikan posisi gadis itu, Jerry membantu Angel untuk duduk di kursi terdepan. Lututnya bertumpu di atas tanah sembari tangannya melepas sepatu sang istri.

“Sakit?” tanya Jerry kala matanya menangkap goresan merah di kaki Angel.

“Shh, perih,” jawab Angel yang baru menyadari luka kecilnya. Ia yakin itu timbul akibat sepatunya yang mulai sempit. Seharusnya gadis itu mengikuti perkataan sang suami untuk memakai flat shoes.

Angin yang tadinya menerpa kaki Angel sudah tak lagi terasa. Ia menunduk dan mendapati Jerry sedang melilit kakinya dengan sapu tangan. Kaos kaki putih lelaki itu pun bertemu dengan rerumputan karena sepatunya sudah berpindah ke kaki sang istri.

“Terus kamu nggak pake sepatu, Mas?” cicit Angel bingung.

“Aku bisa ambil sendal di dalem,” jawabnya diikuti oleh senyum manis. Lesung pipit Jerry tercetak jelas, tak terlihat raut terpaksa sama sekali di sana. Wajah tampannya berseri kala pekerjaannya sudah selesai.

Sebelum lelaki itu menyusul istrinya duduk di kursi, tangannya melepas jas yang kini membalut sempurna tubuh atletisnya.

“Eh, mau ngapain?” resah Angel saat kerah jas Jerry sudah turun sebatas lengannya.

“Biar kamu nggak kedinginan, Sayang,” jawab lelaki itu santai, kemudian melanjutkan kegiatannya.

Namun, tangan lembut sang istri menghentikan aktivitasnya. Kening Jerry mengerut seolah bertanya mengapa Angel menahan lengannya.

“Liat dulu kemejanya,” tutur gadis itu menjawab kebingunan sang suami.

Kekehan kecil lolos begitu saja dari mulut Jerry. “Kemejaku tebel kok, asetmu yang kotak-kotak ini nggak bakal keliatan.”

Pipi Angel yang berhias make up tipis kini bersemu merah, ternyata Jerry mengetahui isi otaknya. Ah, salahkan mata wanita genit yang terlihat ingin menerkam suaminya!

Setelah mengungkung bahu Angel dengan jasnya, lengan lelaki itu merangkul bahu sang istri dan mengusanya. Jerry tak akan membiarkan angin dingin menembus kulit gadisnya.

“Kamu mau makan lagi nggak?”

Suara Jerry mulai teredam suara penyanyi di depan sana. Jerry yang hanya mendapat gelengan pun menengok ke samping dan mendapati Angel sedang menatap nanar kumpulan gadis berbalut dress ketat dengan ponsel keluaran terbaru di tangan mereka.

“Kenapa? Hm?” tanya Jerry membelai pipi istrinya.

“Enggak,” respon sang lawan bicara tanpa menatap suaminya.

Telapak hangat mengungkung jemari sang gadis. Air di pelupuknya ditahan sekuat tenaga agar tidak terjun bebas. Memiliki tubuh berisi nyatanya membuat Angel sedikit merasa insecure. Tidak, ia tidak menyalahkan dedek bayi. Gadis itu hanya merasa tidak pantas berada di samping Jerry. Suaminya sangat tampan saat ini.

“Mas, mau minum,” pinta Angel masih dengan tatapan lurus ke depan. Ini hanya bualan agar Jerry tak melihat ia menangis lagi. Sudah terlalu banyak air mata yang tumpah di depan suaminya. Angel malu jika Jerry mengenalnya sebagai gadis cengeng.

“Oke, aku ambilin sebentar, ya. Kamu di sini aja,”

“Boy, jaga mama sebentar ya,” tutur Jerry mengecup perut sang istri sebelum raganya mulai tenggelam di antara kerumunan. Gadis itu melihat suaminya yang sedikit berjinjit karena telapak kakinya hanya diselimuti kaos kaki.

“You're too good, Mas ,” batin Angel.

Sepersekon kemudian, setetes air mata jatuh bebas. Ini bukan tangis pilu yang membutuhkan bantal atau guyuran air untuk meredam sedunya. Kali ini adalah luapan rasa tak percaya diri karena merasa belum pantas mendampingi a 99% perfect man.

Seumur hidup Angel jarang meminta pada Tuhan, ia cenderung menerima dan mengucap syukur atas hidupnya. Namun, kali ini gadis itu ingin meminta pada sang pencipta untuk terus melibatkan Jerry dalam hidupnya.

Ia ingin menjadi orang terakhir yang menyelimuti Jerry di malam hari, menjadi orang pertama yang membuka jendela kamar untuk suaminya, dan menjadi tempat pulang untuk lelaki itu.

“Lo terlalu banyak ngasih gue, sampe mempertanyakan perasaan lo aja rasanya nggak bisa. Tapi, gue belum pernah ngasih apa-apa ke lo,” tutur Angel dalam lamunan. Benaknya terus memutar rekaman Jerry yang dengan senang hati memenuhi kebutuhannya.

Lelaki itu tidak pernah mengeluh meski harus bangun tengah malam untuk mencari makanan yang Angel inginkan. Jerry juga tidak pernah menolak permintaan Angel meski itu melewati batas ekonominya. Ternyata, seindah ini rasanya dicintai begitu dalam.

Helaan napas berembus dari hidungnya. Ringisan kecil mengikuti saat kram di pinggangnya kembali hadir. Tangan yang tadi bertaut di atas pahanya berpindah ke pinggang untuk memberi pijatan kecil. Namun, sedetik kemudian tubuhnya terasa kaku terkunci pada satu sosok nan jauh di sana.

Angel melihat Alle di antara kerumunan tamu undangan. Lelaki berbalut jas berwarna cream itu menatapnya dengan senyum. Berkali-kali sang gadis mengedipkan mata, sosok Alle semakin jelas terlihat.

Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju tempat Angel. Melihat hal tersebut, sang gadis langsung beranjak dan menuju ke tempat zuppa soup disajikan. Rasa pegal di betis dan pinggangnya serasa hilang begitu saja. Saat ini ia hanya ingin menghindari Alle.

“Angel?”

Belum selesai gadis itu menenangkan diri dari 'kejaran' Alle, suara yang tak jauh dari telinganya membuat jantungnya semakin berdebar. Ia segera berbalik dan melihat manusia jenis apa yang memanggil namanya.

Keningnya mengerut saat lelaki berhidung mancung berdiri di depannya. Anehnya, Angel tidak merasa mengenal lelaki ini. Lalu, dari mana dia tahu namanya?

“Sorry?” tanya Angel berharap lelaki itu salah mengenal orang.

“Angel, kan? Alumni SMA Neo?”

Senyum manis terpatri di wajah tampan itu kala Angel mengangguk. Ah, tetap saja lebih tampan suaminya. Jerry tidak tertandingi.

“Gue Eugene, temen seangkatan lo dulu.” Uluran tangan lelaki itu hanya ditatap datar oleh sang gadis.

Bukannya sombong, namun Angel melihat niat busuk di balik tatap Eugene. Seringai tipis di mulutnya juga membuat gadis itu risih. Ia mendapati lelaki sok keren itu menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Refleks Angel melindungi perut buncitnya, takut dia mencelakai dedek bayi.

“Oh, lo lagi hamil? Tapi kok nggak pake cincin? Accident?”

Bangsat! Apakah itu adalah pertanyaan yang tepat untuk teman lama yang bahkan tak saling kenal? Lagi pula, dedek bayi bukanlah hasil kecelakaan!!

Segera tangan sang gadis mengeluarkan kalung yang tersembunyi di balik dressnya. Di sana tergantung cincin perak dengan ukiran sederhana, tanda pengikatnya dengan Jerry.

Kekehan kecil Eugene mengganggu ketenangan Angel. “Oh, kenapa disembunyiin? Bukan cincin mahal, ya? Hahaha, perasaan dulu lo termasuk crazy rich di sekolah, deh.”

Hinaan itu tak membuat Angel getir sama sekali. Salah satu ujung bibirnya terangkat seraya matanya menatap Eugene dari ujung kaki ke ujung rambut.

“Kenapa? Terpesona sama gue? Hahaha, lo boleh hubungi gue kalo udah cerai sama suami lo. Tenang, hidup lo bakal dikelilingi harta,” bisik lelaki itu sembari memberi sebuah kartu nama.

Angel mendecih. “You know, manusia tak berakal berlindung di balik kekayaan karena sadar otaknya nggak bisa diajak bersanding. Bahkan, lo nggak pantes dibandingin sama suami gue,” ledeknya yang kembali menatap hina Eugene.

“He is my everything and you're even not a thing,” bisik gadis itu disertai senyum puas karena mampu membuat rahang Eugene menegang.

Bugh

Tangan lelaki itu melayang di udara. Netra Angel yang sempat terpejam pun kembali terbuka kala tak kunjung merasakan tamparan dari Eugene.

“Banci aja nggak berani mukul cewek,” ujar Jerry menghempas kasar lengan lelaki yang mengganggu gadisnya.

Decihan bercampur tatapan menghina terpancar dari wajah Eugene. Ia tahu lelaki yang baru saja menggagalkan tamparannya pada Angel adalah suami sang gadis.

Jerry melihat semuanya. Mulai dari tetes air mata pertama Angel hingga tangan ringan Eugene yang hampir saja mengenai pipi sang istri.

Gadis itu langsung memeluk pinggang Jerry, berlindung di dada bidangnya. Hal itu membuat Eugene semakin menyeringai. Ternyata, Jerry lebih hebat dari bayangannya. Kulit cerah dan tubuh atletisnya membuat lelaki itu terlihat bagai jajaran konglomerat seperti Eugene dan Juan.

“Udah nggak nafsu,” ujar lelaki itu memberi tatapan tajam ke Angel.

“So? Ngapain masih di sini? Go away, she's mine,” jawab Jerry yang langsung merangkul posesif pinggang istrinya.

Perasaan tak karuan hadir di dada Angel. Rasa insecure dan tidak pantas yang sempat menghampirinya seakan pupus tak berbekas. Mendengar Jerry mengakui dirinya sebagai miliknya membuat Angel merasa sangat dicintai. Gadis itu pun menyembunyikan bibirnya untuk menahan senyum sumringah.

Dengan rasa malu dan kesal, Eugene meninggalkan keduanya. Angel menatap punggung kekar itu. Mungkin Eugene adalah salah satu orang yang pernah berniat merebutnya dari Alle dulu.

“You okay?” tanya Jerry yang segera diangguki istrinya.

“Thanks, boy!”

Dedek bayi memberi tendangan kecil di balik perut sang ibu kala merasakan usapan lembut ayahnya. Kedua calon orang tua itu pun tertawa gemas. Biarkan kejadian tadi menjadi angin lalu bagi kehidupan bahagia mereka.

Tanpa keduanya ketahui, lelaki di balik pohon masih setia menonton kemesraan mereka. Dengan senyum pilu, Alle menggumam, “bahagia terus, my venus.”


@guanhengai, 2021.

Aryo menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu, kebulan asap kembali keluar perlahan dari mulutnya. Kelihatannya pria itu belum berniat memulai perbincangan dengan sang adik ipar. Ia membiarkan lelaki berkemeja kotak itu sibuk dengan terkaannya.

Kedai kopi outdoor yang tidak begitu ramai adalah tempat sempurna untuk keduanya berbagi resah. Sama seperti ayah yang melepas anak gadisnya, begitu pula perasaan Aryo menjelang hari pernikahan Anne.

Pria itu tidak bisa membayangankan Anne diboyong ke luar negeri oleh sang suami karena tuntutan pekerjaan Juan yang tidak bisa stay di satu negara. Di sisi lain, ia juga memikirkan ibunya yang nanti akan tinggal sendiri karena si bungsu sudah tidak lagi tinggal di rumah.

“Kayaknya Angel makin nempel sama lo.” Bukan tentang Anne atau ibu, Aryo justru membahas adik tengahnya.

Adik iparnya mengangguk dan tersenyum bahagia. Meski masih sedingin es, Angel memang terlihat semakin dekat dan manja dengan sang suami.

Aryo terkekeh melihat wajah Jerry yang mulai bersemu. Lelaki berusia tiga tahun lebih muda di hadapannya itu sering terlihat salah tingkah. Namun, ia segera menutupinya dengan senyum tipis atau gerakan kecil di kepalanya.

“Gue yang transfer ke kakak lo.”

Ucapan Aryo memanggil penuh atensi Jerry. Keningnya sempat mengerut sebelum otaknya menemukan sebuah jawaban.

“Dari mana lo tau soal Mas Adil?” tanya Jerry penasaran.

Aryo meletakkan puntung rokok yang tersisa setengah di cekung asbak. Keduanya sempat saling tatap dalam diam.

“Marcell yang cerita.”

Meski lelaki berpipi tirus itu terlihat apatis, ternyata ialah yang paling care pada teman-temannya. Saat Hargi mengalami kecelakaan motor saat duduk di bangku kuliah, Marcell setia menemaninya di rumah sakit sepanjang hari. Saat Angel menghilang di tengah pencarian Alle, Marcell juga yang paling gencar mencari.

“Sejak bokap meninggal, Marcell sama Hargi janji ke gue buat jagain Angel. Itu yang bikin gue nggak terlalu deket sama dia, karena gue ngerasa udah ada dua orang yang jaga,” tutur Aryo memulai ceritanya.

Kejadian sembilan tahun silam tidak akan pernah hilang dari ingatan siapa pun, termasuk Aryo. Lelaki itu yang mendapat kabar jika sang ayah mengalami laka lalu lintas saat guyuran hujan membasahi jalanan kota.

Sepertinya saat itu malaikat maut sedang berada di tempat, sehingga ayahnya langsung dibawa pergi ke alam sana.

Kabar itu baru Angel dengar sehari setelahnya, saat Marcell menemuinya di sebuah tempat yang sering ia kunjungi dengan Alle. Bukan hanya terpukul, bahkan gadis itu sempat pingsan saat mendapati ayahnya terbujur kaku di dalam peti kayu.

Ia selalu menyalahkan dirinya atas kepergian sang ayah. Malam itu memang ayahnya ikut turun tangan dalam pencarian anak tengahnya yang sedang 'mengejar' sang tambatan hati.

Menurut cerita Aryo, Angel merupakan anak yang paling dekat dengan ayah mereka dibandingkan dirinya dan si bungsu. Sebelum Anne lahir, Angel selalu ikut ke mana pun ayahnya pergi. Bahkan, pernah berkali-kali gadis kecil itu memaksa ikut dinas ke luar negeri.

Kepergian pria pertama di hidupnya membuat Angel sangat marah. Entah pada dirinya, takdir, atau Alle yang membuat ia kehilangan sosok itu. Hal tersebut adalah awal mula luka dan rasa benci tumbuh di hatinya. Dan itu juga yang membuat Angel 'haus' akan maaf dari Alle. Ia berpikir mantannya adalah salah satu penyebab sang ayah meninggal.

“Udah banyak banget cowok yang deketin Angel setelah itu, tapi Marcell cuma ceritain pas adek gue ketemu lo.” Informasi itu mengejutkan Jerry. Mengapa Marcell menceritakan dirinya? Berarti, Mas Aryo sudah tahu sejak awal?

“Gue baru tau semuanya setelah gue balik dari Jakarta, sebelumnya mah percaya-percaya aja sama cerita lo,” jelas Aryo seakan tahu pertanyaan di kepala Jerry.

Lelaki yang lebih muda itu menggumamkan kata maaf berkali-kali. Ia dengan tulus meminta pengampunan karena sudah membohongi kakak iparnya dan Aryo dengan lapang dada menerima maaf Jerry. Bahkan, kini ia sangat bangga pada lelaki di hadapannya itu.

“Dulu gue nikah sama Laras juga terpaksa.”

Kini netra Jerry membulat sempurna. Ia memang pernah mendengar cerita Angel mengenai pernikahan Aryo yang terkesan buru-buru, namun tak pernah menggali lebih dalam.

Dari perilaku Mba Laras dan Mas Aryo, tak ada kesan terpaksa sama sekali. Justru Jerry pernah merasa iri karena hubungan mereka yang terlihat hangat, ditambah si tampan kecil Yogi.

“Gue sempat berpikir apa yang Angel dan Anne alami sekarang itu karma atas ulah gue dulu,”

“Anne kenapa?”

“Hm. Sebenernya Juan nikahin Anne buat nyelamatin perusahaan bokap yang udah lama nggak keurus. Bedanya, mereka dikasih waktu buat kenalan. Yah, gue harap sekarang mereka bener-bener saling sayang.”

Jerry bungkam dengan mulut sedikit terbuka. Jajaran fakta yang baru saja terlontar dari mulut Aryo benar-benar membuat kepalanya pusing.

Ternyata, hidup istrinya dan keluarganya serumit ini. Pantas Angel tumbuh dengan hati yang keras dan tak mudah luluh.

“Gue seneng liat Angel bisa manja sama lo. Kadang gue iri pas liat dia meluk lo.” Meski minim cahaya, Jerry dapat melihat air mata menetes dari mata Aryo.

“Gue seneng liat dia bahagia,” tutur tulus sang kakak untuk adiknya yang terlalu lama bergumul dengan dirinya sendiri.

Aryo tidak tuli untuk mendengar tangis Angel tiap malam. Bantal dan aliran shower kamar mandi nyatanya tak cukup meredam tangis sang gadis. Posisi kamar yang bersebelahan dengan kakaknya membuat lelaki itu dapat mendengar isaknya dengan jelas.

“Dia belum sedewasa itu. Kadang bisa jadi orang tercengeng, suka insecure, overthinking, suka nutupin masalah. Tapi, gue harap lo bisa jadi sandaran buat adek gue. Gue bener-bener nitip dia ke lo,” pinta Aryo.

Jerry mengangguk pasti. Senyum tulus nan hangat terbit di wajahnya. “Insecure, crying, and overthinking bukan tolak ukur kedewasaan, Mas. Orang dewasa boleh nangis kok, boleh insecure, boleh overthinking. I love her. Gue bakal jaga dia tanpa lo minta,” tutur Jerry membalas ucapan Aryo.

Kakak iparnya tersenyum lega. Ia bersyukur karena adiknya dipertemukan oleh orang yang menyayanginya dengan tulus. Aryo juga melihat tatap sayang Angel pada sang suami. Lelaki itu berharap Jerry memang seseorang yang ditakdirkan untuk menjaga adiknya.

Drrtt drrtt

Getaran di meja membuat keduanya menengok. Ponsel dengan wallpaper gadis cantik menyala saat notifikasi muncul di layarnya.

“Cia elah, sesayang itu sama adek gue?” goda Aryo kala melihat foto Angel terpajang di ponsel Jerry.

Sang lawan bicara hanya tersenyum malu, kemudian meminta izin untuk membalas pesan istrinya.

“Mas, balik sekarang? Angel udah nanyain nih,” pinta Jerry yang langsung diangguki oleh Aryo.

Setelah mematikan sisa puntung rokok, lelaki itu beranjak dan menuju parkiran. Selama berjalan, Aryo kembali mengucap syukur karena Jerry yang menjadi adik iparnya. Bahkan, lelaki itu menolak rokok mahalnya agar Angel tidak mencium aroma asap dari tubuhnya.

Meski begitu, Jerry sudah berniat untuk mandi sesampainya di rumah karena tetap ada beberapa partikel dari rokok Aryo yang menempel di bajunya.


@guanhengai, 2021.

Angel bisa rasakan kram menggelayar di betis dan pinggulnya. Kamar lantai dua yang biasa ia gunakan beralih fungsi menjadi tempat istirahat kakak dan keluarganya. Kata ibu, gadis itu lebih baik tidur di kamar tamu agar tidak naik-turun tangga.

Si cantik berbalut dress putih itu mendudukkan dirinya di sofa seraya menonton lalu lalang saudara yang mulai memenuhi rumahnya. Rasanya baru kemarin pemandangan ini hadir, saat ia dan Jerry akan menikah.

“Ibu hamil jangan kebanyak melamun, Ngel.” Belaian lembut terasa di pundak Angel.

“Eh? Mba Laras,” jawabnya sembari mencium punggung tangan wanita tersebut.

Gadis itu belum sempat bertemu kakak iparnya tadi pagi, mungkin karena ia terlalu dini sampai di rumah.

Kini jarum pendek berada di antara angka dua belas dan satu, berarti Angel sudah menghabiskan hampir tujuh jam untuk berbaring di kasur.

Sama seperti biasa, ia tak menemukan suaminya saat terbangun. Jerry memang selalu seperti itu, meninggalkan dirinya dengan kedok tak tega membangunkan.

“Mba Laras liat Jerry nggak?” tanya Angel.

Bukannya jawaban yang ia dapat, justru tepukan pelan mendarat di lengannya. “Hey, adek durhaka! Masa kakaknya nggak disapa?”

Bibir Angel mengerucut, “kakak laknat nggak perlu disapa!”

“Eits eits eits, marah-marah terus nih bumil,” goda Aryo yang dibalas tabokan pelan.

Angel harus terbiasa dengan kakaknya yang mulai jahil lagi. Setelah bertahun-tahun Aryo memasang wajah datar dan dingin, kini pria itu mulai menunjukkan sifat lamanya. Angel senang akan hal itu. Ia lebih suka Aryo yang seperti ini.

“Ya udah sana, suamimu masih di taman belakang kayaknya,” usir Mba Laras halus.

“Mas, tolong jagain Yogi sebentar ya.” Itu adalah kalimat Mba Laras yang Angel dengar sebelum kakinya membawa raganya menjauh.


Gadis itu melangkah menuju hamparan rumput dengan beberapa kursi tertata di sana. Sama seperti sang kakak, Anne pun memilih pesta outdoor dengan tema garden party. Saudara dan keluarga akan memakai pakaian serba putih dan para tamu undangan diberi dress code pastel or gold.

Sesampainya di halaman belakang, ia tak langsung menemukan Jerry. Juntaian kain yang sedang dipasang menghambat pemandangannya. Beruntung Jerry memiliki kulit bersinar, sehingga tak terlalu sulit menemukan lelaki itu.

Saat netranya sibuk mencari, lengan kekar nan hangat melingkar di pinggangnya. “Hayo, nyariin siapa?” tanya lelaki yang sudah membebankan dagunya di bahu sang istri.

Angel memejamkan mata sebelum menjawab, “nggak usah ngagetin bisa?”

Jerry melepas pelukannya dan membalik tubuh Angel. Kedua tangannya dibiarkan bersandar di bahu gadis itu. Raut wajah istrinya sudah didominasi oleh kesal.

“Aduh aduh, jangan marah dong.” Lelaki itu menarik Angel ke dalam pelukannya. Sepertinya pelukan sudah menjadi kebiasaan mereka, meski kini terhalang oleh perut buncit Angel.

Tangannya turun ke punggung dan pinggang sang istri, membelai lembut bagian yang selalu menjadi sasaran pijatnya. “Masih pegel?” tanya Jerry masih dengan posisi memeluk Angel.

Anggukan sang gadis menjawab pertanyaan suaminya. Keheningan sempat menyelimuti keduanya, hingga mereka tersadar banyak pasang mata memperhatikan kemesraan mereka.

Rona merah di pipi keduanya sudah cukup menunjukkan bahwa mereka sedang diterkam rasa malu.

Jerry pun membawa istrinya masuk ke dalam rumah. Lelaki itu masih menyapa orang-orang yang sempat memergoki mereka, meski seluruh wajah dan lehernya sudah memanas. Sedangkan, Angel berlindung di balik lengan suaminya.

Aroma lezat dari arah dapur membuat netra sang gadis membulat. Rasanya anak di dalam perutnya sudah meronta meminta asupan gizi. Setelah dirasa sepi, Angel menarik ujung baju Jerry dan membuat lelaki itu berhenti.

“Kenapa?” suaranya sangat lembut, sama seperti biasa.

“Laper, Mas ....” Jawaban Angel mengundang kerutan di kening sang suami.

“Hah? Apa?” tanya Jerry memastikan.

“Laper,”

“Bukan itu, tadi lo manggil gue apa?” Lelaki itu menegaskan pertanyaannya.

“Mas.” Angel mendongak dan menatap suami tampannya.

Sang gadis dapat menangkap rona merah semakin memadam di wajah dan telinga Jerry. Hahaha, lelaki itu terlalu menggemaskan. Ingin rasanya Angel memakan pipi gembulnya.

“Mas?” panggil Angel lagi saat tak mendapat jawaban.

“Kenapa manggil gitu?”

“Disuruh Mas Aryo,” jawabnya asal. Ia terlalu gengsi untuk berkata bahwa itu adalah keinginannya. Biarkan kali ini si sulung menjadi kambing hitam. Karena setelah mendengar panggilan Mba Laras pada Mas Aryo, Angel juga ingin melakukannya.

Jerry hanya mengangguk cepat, secepat bibirnya mencuri satu kecupan di pipi Angel. Dengan mengintai kanan-kiri, gadis itu melempar tatapan tajam pada suaminya. Intensitas pelukan dan ekcupan Jerry semakin sering.

Bukan apa-apa, jantung Angel selalu berdebar lebih cepat ketika suaminya melakukan hal tersebut.

“Ya udah, ayok makan. Dedek bayi udah laper, ya?” tanya lelaki itu sembari membelai perut buncit Angel.

Ringisan gadis itu menandai anaknya merespon ucapan sang ayah. Usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan dan tendangan dedek bayi adalah hal yang sering ia rasakan.

“Hahaha, ya udah kita makan nasi kuning!!” pekik Jerry yang langsung dibungkam Angel.

Suaminya memang benar-benar ajaib. Baru beberapa menit lalu mereka 'kabur' dari tatapan orang-orang, kini ia sudah memanggil atensi kembali.

“Jangan malu-maluin deh, Mas.”

Netra lelaki itu terlihat membetuk bulan sabit kala mendengar ucapan sang istri. Panggilan baru dari Angel membuat dadanya berdesir. So cute, batinnya.


@guanhengai, 2021.