guanhengai

Jerry menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi, mengusak rambut basahnya dengan handuk abu-abu. Beberapa tetes yang lolos dibiarkannya membasahi kaos hitam yang sudah membalut tubuh kekarnya.

Lelaki tampan itu baru selesai membersihkan tubuhnya setelah menemani sang istri ke dokter kandungan. Masih tercetak jelas senyum manis di wajahnya kala mengingat betapa lucu gambaran anaknya di monitor tadi. Belum terlihat jelas, tapi mereka sudah mendengar detak jantungnya.

Segera ia gantungkan handuknya di tempat semula, takut istrinya menunggu. Udara dingin menerpa saat tangannya menarik gagang pintu kamar mandi. Sore ini Jerry memutuskan untuk mandi air hangat karena hujan baru saja membasahi bumi.

Netra lelaki itu langsung menangkap tubuh istrinya di atas ranjang. Pipi gadisnya bertumpu bantal dan guling dipeluknya erat. Lagi-lagi Jerry terkekeh pelan melihat pemandangan menggemaskan itu.

Setelah memasukkan baju kotornya ke dalam keranjang, ia segera membuka bungkus makanan yang sudah dibelinya tadi. Kemudian, lelaki itu duduk di samping tubuh istrinya yang masih terlelap.

“Enak banget sih boboknya,” tutur sang suami sembari menyingkirkan anak rambut Angel dari wajahnya.

Setiap matanya menatap Angel, hatinya ikut berterima kasih pada Tuhan karena telah menciptakan gadis cantik itu. Jika Tuhan bisa protes, mungkin Ia akan menggeplak kepala Jerry dan meminta lelaki itu berhenti menyebut Angel dalam doanya.

Pipi Angel yang sudah menggembung membuat jari telunjuk Jerry merasakan kekenyalan di sana. “Stt, bangun yok, udah gelap tuh,” katanya.

“Eunngghhh,” racau sang gadis saat merasa tidurnya terganggung.

Bukannya menghindar, lelaki itu justru mendekatkan dirinya pada sang istri. “Basah!!” protes Angel kala tetesan air dari rambut Jerry mengenai wajahnya.

“Makanya bangun, makanannya keburu dingin tuh.”

Menyadari kecupan singkat di pipi, kelopak Angel perlahan bergerak. Alisnya mengerut kala cahaya mulai merasuki netranya. Guling yang tadi berada dalam peluk sudah berpindah menutupi wajahnya yang memerah.

Suaminya menarik bantal panjang itu, namun langsung ditahan oleh sang gadis. “Eh, ayok bangun dulu. Bobok siang itu jangan kelamaan, Angel.”

Gerutu dan penolakan terpancar jelas di wajah Angel. Ia sudah sadar, namun matanya masih berat untuk terbuka. Magnet kasur memang sangat kuat sehingga menahan tubuhnya berbaring di sana.

“Nih, es jeruknya mencair.”

Bagai anak kecil dijanjikan sekeranjang permen, mata bulat itu langsung terbuka dan merampas gelas di tangan Jerry. Sedotan plastik berwarna biru langsung masuk ke mulutnya seraya air perasan jeruk mengalir ke tenggorokan.

Mulut Jerry terbuka saat melihat tingkah Angel. Gadis itu memang sudah menginginkan es jeruk dari pagi, namun suaminya baru memberikannya di sore hari.

Sebuah tangan menengadah di bawah gelas saat Angel sedang asik menikmati es jeruknya. Ia segera menggeser gelasnya, takut Jerry meminta es yang tersisa setengah.

“Astaga! Nggak bakal gue minta, Angel. Itu gelasnya berair, nanti netes ke baju lo,” jelas Jerry sembari menunjukkan genangan air di telapaknya.

Bibir gadis itu mengerucut. Pasalnya, Jerry sering mengambil makanannya tanpa izin. Meski hanya sedikit, itu sudah mengurangi jatah makannya.

“Lo sukanya ngambil makanan gue, sih!” ketus Angel.

“Hahaha, iya sorry deh. Ya udah sini, gue suapin aja. Gue tau lo males cuci tangan,” tebak Jerry yang diangguki sang istri.

Petang ini dilalui keduanya dengan acara suap-suapan disertai candaan garing dari mulut Jerry. Sesekali lelaki itu menggoda Angel dengan menyuap makanan ke mulutnya sendiri.

Nah kan, udah bilang sorry tapi masih aja dilakuin. Memang sifat dasar manusia.


@guanhengai, 2021.

Angel meletakkan ponselnya saat mendengar decitan pintu kos terbuka. Suaminya masuk dengan segelas susu yang Angel yakini sebagai susu hamilnya. Jerry tersenyum hangat, kemudian bergabung dengan sang istri duduk bersandar kepala ranjang.

Suara tegukan Angel memenuhi kamar mereka, sedangkan Jerry sibuk memperhatikan leher jenjang istrinya. Merasa dikurung oleh tatap, gadis itu berhenti menelan susu dan menengok ke samping.

Tatapan datar dan kesal ia lontarkan pada lelaki yang sedari tadi memperhatikannya. Alih-alih menghindar, Jerry justru merampas gelas di tangan Angel dan memeluk erat gadis itu.

“Ih, apaan sih! Lo bau, Jerry!” pekiknya yang tak dihiraukan oleh suaminya.

Gadis itu menggeliat kala merasakan napas hangat Jerry mengalir di lehernya. Sepersekon kemudian, sebuah kecupan lembut mendarat di sana. Angel bersumpah aliran listrik di tubuhnya seketika menyengat dahsyat.

Jerry terkekeh saat melihat rambut halus di leher dan wajah istrinya berdiri. Ditiupnya leher Angel sekali lagi, membuat istrinya menghindar. “Makasih ya,” tutur Jerry tulus.

Angel hanya mengangguk. Ia sudah muak mendengar ucapan terima kasih dari suaminya. Entah kali ini terima kasih karena apa, ia hanya mengiyakan agar Jerry cepat menjauh dari lehernya.

Sial! Jerry memang sudah melepaskan diri dari ceruk gadisnya, namun kini kepalanya dibebankan pada paha Angel dan wajahnya menghadap ke perut gadis itu.

“Hai dedek bayi, kamu masih bobok ya?” tanya jerry pada perut buncit istrinya.

Lelaki itu kemudian berbicara seakan-akan makhluk di dalam sana menjawab sapanya. Jerry bercerita mengenai belanja paginya di pasar hingga proses pembuatan makanan di dapur tadi. Jemari Angel refleks menyisir rambut tebal suaminya yang sedang asik mendongeng.

Berbicara soal rambut, gadis itu sudah melakukan penelitian singkat mengenai suaminya. Hasil penelitian itu membuktikan bahwa kepribadian Jerry tergantung pada style rambut yang sedang ia pakai.

Jika Jerry membiarkan rambut depannya jatuh seperti saat ini, ia akan menjadi lelaki super soft dan manja. Berbeda jika rambutnya diolesi gel dan diangkat ke atas, Jerry akan menjadi pria tampan yang mampu menyapu seluruh hati wanita. Saat di dapur, lelaki itu cenderung mengikat rambutnya ke atas. Itu akan tampak menggemaskan, percayalah.

Ada satu style yang paling Angel suka, yaitu saat Jerry membiarkan rambutnya berantakan. Semua kepribadian Jerry berkumpul di sana. Ada kesan imut, tampan, soft, dan sexy.

“Hayo, ngelamunin apa?” petikan jemari di depan wajah Angel membuatnya terkejut.

“Ck, apaan sih!” Wajahnya mulai terasa panas, ia yakin kini rona merah sudah memenuhinya.

Jerry tertawa pelan melihat respon istrinya. Angel cantik dilihat dari sudut mana pun. Jika Jerry dapat memberi penghargaan wanita tercantik di dunia, ia akan memberikan pada Angel tanpa pertimbangan. Bukan hanya tentang penampilan dan fisiknya, tapi juga hati dan pikirannya.

“Besok mau ikut gue nggak?” tanya lelaki itu sembari mengusap perut Angel.

“Ke?”

“Ke kantor catatan sipil.”

Gadis itu menunduk dan memperhatikan Jerry. Dahinya mengerut meski tak terlalu dalam. “Mau ngapain?”

Jerry mendongak dan memamerkan kedua lesung pipitnya pada Angel. “Pernikahan kita belum didaftarin ke catatan sipil, Angel. Gue nggak mau dedek bayi kesusahan bikin akta lahir nanti,” jelasnya masih dengan mengusap anaknya dari luar.

Sang lawan bicara tersenyum manis. Lega dan bahagia menggelayar merasuki tubuhnya. Dengan didaftarkannya pernikahan mereka ke catatan sipil, berarti kontrak satu tahun itu diperpanjang menjadi selamanya, bukan?

Itu berarti, ia dan Jerry benar-benar menjadi sepasang suami istri.

Angel merapatkan kedua bibirnya, menahan sorak yang berkecamuk dalam hati. Jika Jerry tidak ada di sini, mungkin ia sudah loncat-loncat bagai kerasukan. Untung saja lelaki itu ada, sehingga istrinya tidak melakukan hal bodoh tersebut dan membahayakan dedek bayi.

“Gimana? Mau ikut nggak?” tanya Jerry yang langsung diangguki Angel.

“Lah? Cepet banget ngangguknya? Kayaknya emang udah nggak sabar,” goda Jerry yang berhasil membuat wajah istrinya memerah lagi.

“Hahaha! Berarti, mulai sekarang urusan nyari uang dan beli kebutuhan kita itu tugas gue,” ujar lelaki itu seraya memeluk pinggang Angel.

Ada desah pendek yang gadis itu embuskan. Ternyata ini yang ingin Jerry katakan kepadanya. Ketakutan Angel di usianya yang sudah tak lagi muda memang salah satunya aspek ekonomi. Ia memutuskan untuk fokus pada karirnya agar tak bergantung pada orang lain, termasuk suaminya nanti.

Namun, kini Angel tidak mampu menentang takdir karena semua rencana hidupnya berubah sejak dirinya dipecat dari kantor. Jadi, kini ia akan bergantung pada Jerry, suaminya.


@guanhengai, 2021.

Duduk di teras kos tanpa alas seperti ini sudah sering ia lakukan. Aroma khas selepas hujan membuat pikirannya sedikit tenang. Pelangi yang malu-malu menampakkan diri pun membuat sang gadis tersenyum kecil.

Sisa tetesan air hujan jatuh ke tanah tempat Angel meletakkan kakinya bersamaan dengan perutnya yang kembali terasa diaduk. Ternyata semangkuk sop hangat buatan Jerry tidak cukup menangkan anaknya di dalam sana.

“Kamu kenapa, sih? Dedek bayi mau apa?” tanya gadis itu sembari mengusap lembut perut yang mulai membuncit.

Ada satu nyawa yang bergantung padanya. Fakta itu membuat Angel merasa bahagia. Setidaknya, ia tetap memiliki seseorang di sampingnya, meski seluruh dunia meninggalkannya.

“Kamu cewek atau cowok ya, Dek?” tanya gadis itu walau tahu tak akan ada jawaban.

“Aku mau jadi cowok aja, Mama ....”

Gadis itu terkejut saat suara lelaki dewasa merespon pertanyaannya. Ia menengok dan mendapati Atuy lengkap dengan seragam kerjanya. Namun, bukan itu yang menjadi fokus Angel. Gelas berisi cairan putih di tangannya langsung menyita perhatian sang gadis.

“Itu apaan, Tuy?” tanya Angel dengan kening mengerut.

Atuy mengangkat gelasnya, “ini? Susu hamil lo, ketinggalan di dapur.”

Angel segera meringis dan mengulurkan tangannya sembari berucap terima kasih. Ternyata pikiran kacaunya berdampak pada aktivitas hari ini. Tadi pagi gadis itu sudah menjatuhkan parfumnya yang berakhir di tempat sampah. Ia juga hampir menjatuhkan mangkuk seusai mencucinya.

Beberapa teguk susu berhasil masuk ke tenggorokan, sebelum Angel kembari merasa mual. Pagi ini tidak terlalu banyak nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya, padahal ia membutuhkan energi ekstra.

“Lo liat foto kecil Jerry yang gue post di twitter nggak?” Atuy tiba-tiba bertanya.

Gadis itu mengangguk dan mengingat betapa lucunya Jerry kecil di foto tersebut. Bahkan, saat itu ia berharap anak yang ada di dalam kandungannya berkelamin laki-laki. Sepertinya lucu juga ada Jerry versi kecil di dunia.

“Gue ketemu Jerry pas tu bocah segitu, masih imut-imut. Kalo sekarang mah udah amit-amit,” tutur Atuy disertai candaan.

Lelaki yang kini menatap warung sembako di depan kos mereka kemudian menghela napas panjang. Ia sama sekali tidak menatap Angel saat memulai dongengnya.

“Jerry lebih muda dari gue secara umur, tapi lo pasti setuju kalo gue bilang pikiran dan tindakannya jauh lebih dewasa dari gue.” Begitu Atuy mengawali ceritanya.

Pertemuannya dengan Jerry di taman panti adalah hal pertama yang ia beberkan. Pria kecil yang saat itu menangis kencang karena ditinggal orang tuanya melihat salah satu anak sedang memainkan balon tiup sendiri.

Jerry kecil melihat anak seusianya berderai air mata di samping ibu panti. Hal tersebut sudah biasa ditemui, terlebih bagi seseorang yang tinggal di tempat itu sejak bayi.

Dengan langkah kecil tapi pasti, anak lelaki bertubuh gembul itu menghampiri teman barunya. Bukan uluran tangan kanan yang ia beri, namun sebuah gagang dengan lubang bulat di ujungnya.

“Mau main balon sama Jerry?” tuturnya pada anak lelaki yang belum ia ketahui namanya.

Atuy yang sebelumnya tenggelam dalam air mata seketika menghentikan tangis dan berusaha mengatur napasnya. Masih dengan sesegukan, tetapi ia mampu menjawab ajakan Jerry. “Mau, Atuy mau!” Dari sana Jerry mengetahui nama Atuy.

Ibu panti yang mengantar anak malang itu pun tersenyum bangga. Setelahnya, mereka berdua berkeliling taman sembari menyemburkan balon ke semua sudut. Tak ada tanaman yang tidak terkena balon-balon mereka.

Atuy yang awalnya datang dengan segudang air mata, seakan melupakan kesedihannya. Ia sudah tidak lagi mengingat mamanya yang tega meninggalkan dirinya di taman hiburan. Jerry mengganti semua dengan tawa lepas dan lari-larian hingga senja menjeput.

“Gue inget banget, waktu itu Jerry bilang nangis tuh kayak balon yang kita tiup. Dia muncul, tapi nanti bakal hilang. Dan kesedihan akan terus ada sampai waktu kita habis.” Atuy berpaling dan melihat Angel terlalu menikmati ceritanya.

Netra gadis itu menyiratkan kesedihan kala mendengar cerita Atuy. Memori mengenai dirinya yang pernah merasa ditinggal dan kehilangan pun menyeruak. Bedanya, saat itu Atuy punya Jerry. Sedangkan, Angel hanya memiliki dirinya sendiri yang memeluk tubuhnya di dalam selimut.

“You love him?” tanya Atuy yang membuat Angel spontan meliriknya.

Gadis itu diam. Jika Atuy mengharapkan jawaban, maka ia tidak akan mendapatkannya. Pertanyaan yang sama pun selalu menggema di benak sang gadis. Apakah dia mencintai Jerry? Bahkan, ia sudah lupa bagaimana rasanya mencintai.

Hatinya sudah terlalu lama tertutup untuk orang yang sama, orang yang pernah meninggalkannya dulu. Namun, kini orang itu sudah kembali. Apakah masih ada kemungkinan Jerry menembus hatinya saat orang yang ia tunggu juga ada di sini?

Sadar tak mendapat jawaban, Atuy angkat bicara lagi. “Okay, gue ganti pertanyaannya. Does he loves you?”

Atuy kemudian tersenyum melihat respon Angel. Rautnya datar, namun rona merah memenuhi wajah cantiknya. Lelaki itu tahu temannya sedang salah tingkah. Ia juga tahu jawaban yang ada dalam benak sang gadis.

“Lo, gue, bahkan semua orang yang ngeliat kalian berdua pasti tau jawabannya, Ngel. Orang yang bener-bener sayang sama kita nggak pernah bikin kita bingung sama perasaannya.”

Ya, Atuy benar. Angel tak perlu berpikir untuk menjawab pertanyaan lelaki itu dengan anggukan. Sorot tulus Jerry saat menenangkan Angel, hangat telapaknya saat menggenggam, tatap kecewanya saat gadis itu izin pergi dengan sang mantan, semua adalah bukti perasaan Jerry.

Bodohnya, Angel baru menyadari sekarang.

“Dalam hidup, kita pasti akan kehilangan dan itu emang nyakitin. Nggak semua orang bisa memilih untuk kehilangan apa dan siapa, Ngel.” Itu adalah pernyataan sebelum Atuy bangkit dan berjalan ke arah motornya.

Angel berpikir dalam diam. Apa maksudnya? Semua manusia sama, kehilangan tanpa pilihan. Jika bisa memilih, ia lebih baik tidak kehilangan siapa pun.

Ah, persetan dengan itu semua. Hari ini Angel harus menyelesaikan semuanya. Map merah yang sedari tadi bersembunyi di balik tubuhnya sudah berpindah ke pangkuan. Ia membuka lagi dan membaca isinya.

“Cukup, Ngel. Capek kan kayak gini? Ayo, lo pasti bisa!” Kepalan tangan menyemangati dirinya.


@guanhengai, 2021.

Bahunya didekap ketika tubuh gadis itu hampir luruh. Rasanya aneh melakukan kontak fisik setelah satu minggu tak saling bicara. Satu hal yang dapat Angel rasakan, hangatnya telapak Jerry masih sama meski sikapnya makin membeku.

Tatapan sang gadis jatuh pada aliran wastafel yang belum ia matikan. Debar nyeri menggetarkan dadanya. Sudah satu minggu sejak kepulangannya dari Kota Kembang, namun suaminya masih setia dalam hening.

Pantulan dirinya dan Jerry di cermin tidak tergambar seperti biasa. Tak ada raut bahagia kala berinteraksi dengan anaknya. Kini mereka hanya dua insan yang pernah dekat dan kembali asing.

Gadis itu menarik bahunya ke arah depan, memaksa Jerry melepas tangannya tanpa kata. Namun, lelaki itu enggan melakukannya saat menangkap pucat pasi pada wajah sang istri.

Matanya memejam saat Angel terus berusaha melepaskan diri. “Gue nggak mau anak gue kenapa-napa,” tutur Jerry. Nada pelan dan penekanan di setiap katanya mampu membungkan siapa pun yang mendengar.

“Anak lo aman, gue masih punya otak buat jaga dia!” hardik sang istri disertai tatapan tajam yang memantul dari cermin.

Di luar dugaan Angel, Jerry benar-benar melepas bahunya dan membiarkan tubuhnya bertumpu penuh pada wastafel. Ini bukan Jerry yang ia kenal, suaminya tidak akan melepasnya begitu saja. Napasnya mulai berat, gadis itu merasakan pelupuknya sudah penuh.

Tenaga yang tersisa Angel gunakan untuk menunjuk pintu kamar mandi yang terbuka sempurna. “K-keluar ....” lirihnya lolos. Padahal, ia ingin Jerry diam di sini dan menenangkan anaknya di dalam sana. Tapi, Angel sangat tidak tahu diri jika meminta hal itu.

Gadis itu memejam. Entah untuk menahan mual atau tangis yang sebentar lagi pecah. Hingga telinganya disapa ceklekan pintu tertutup, tubuhnya baru merosot selaras air mata yang turun deras.

Ke mana Jerry? Ke mana Jerry yang selalu menemaninya? Ke mana Jerry yang selalu menenangkannya? Ke mana Jerrynya?

Angel butuh Jerry.


@guanhengai, 2021.

Netra serupa kelinci menatap kagum gadis cantik di depannya. Angel dengan dress biru terlihat sangat anggun dan menawan. Rasanya Alle dapat berdiam tanpa berpaling barang sedetik.

Lelaki itu bisa melewatkan jam tidur malamnya hanya karena memikirkan Angel. Angelina di mata Allesandro adalah seseorang yang nyaris sempurna, jika saja ia tidak menorehkan luka beberapa tahun silam.

Penampilan gadis itu sudah berubah jauh sejak terakhir kali mereka bertemu. Angel yang dulu selalu mengenakan jeans dan kaos kini lebih sering membalut tubuhnya dengan dress. Flat shoes dan beberapa pernah-pernik di rambutnya juga menjadikan gadis itu lebih terlihat manis.

Kulit cerah Angel yang semakin berseri seiring bergulirnya waktu membuat rasa di dada Alle kembali meletup. Bagaikan gunung berapi yang telah lama tidur, saat ini adalah waktu yang tepat untuknya membanjiri Angel dengan kasih sayang.

Sayang, masih ada satu penghalang yang membuatnya tak leluasa menjaga Angel. Ah, persetan dengan itu.

“Awas, matanya lepas!” Alle mengerjap cepat, kemudian tersenyum.

“Kamu cantik,” ucapan manis mengalir diiringi gummy smile yang tak kalah manis. Kedua pipi Angel tiba-tiba menghangat karenanya.

Pujian itu mungkin terdengar klise bagi kebanyakan orang, namun lain halnya jika Angel yang mendengar. Gadis selalu kehabisan akan untuk merespon tiap pujian yang datang kepadanya.

'Terima kasih'

'Ah, bisa aja.'

'Jangan berlebihan.'

Apa yang harus ia katakan?

Kedua matanya berkeliaran menjelajahi cafe yang kini menjadi tempat singgah mereka. Alle tahu itu adalah manifestasi salah tingkah. Lelaki bersuara emas itu menangkup tangan Angel yang sedang memainkan ujung buku menu.

“Mau es susu cokelat?” tanya Alle.

Jantung Angel dipompa secepat mungkin, sejalan dengan netranya yang bertubrukan dengan milik lelaki itu. Otaknya dipaksa memutar memori 12 tahun silam, di tempat yang sama, dengan orang yang sama.

Alle dan Angel memesan empat gelas minuman untuk mereka dan dua sahabatnya yang sudah lebih dulu duduk di ujung cafe. Empat es susu cokelat segera dibayar lunas oleh sang gadis sebelum lelaki di sampingnya mengangkat nampan dan memindahkan ke meja.

“Dih? Kenapa gelas lo ada lope-lopenya gini?” tanya Hargi seraya menunjuk gambar hati di gelas Alle.

Remaja berusia 14 tahun yang sedang dimabuk asmara itu mengangkat salah satu alisnya, mengarah pada gadis yang asik dengan minumannya sendiri. Tak berbeda jauh dengan Alle, gelas milik Angel pun sudah dihiasi gambar hati berwarna merah.

“Ah tai, males gue liat lo berdua pacaran mulu! Marcell, ayo kita pacaran!” Sentilan keras langsung mendarat di kening Hargi setelah ia menyelesaikan gerutunya. Marcell yang sedang menikmati es susu cokelat menatapnya tajam. Sedangkan, Alle dan Angel sudah terkikik geli di tempat.

Semakin lama, kenangan indah tentang dirinya dan Alle mulai mendominasi. Bangku cafe yang tak terisi menjadi sasaran tatap sang gadis. Di sana tergambar jelas beberapa siswa dengan seragam putih abu-abu sedang bercengkrama.

Angel tersenyum tipis saat mengingat bagaimana Alle memperlakukannya dulu. Remaja laki-laki itu selalu menjaga dirinya seperti permata yang bisa hancur kapan pun. Bahkan, Alle mengorbankan dirinya untuk dimarahi papa Angel saat mereka jatuh dari motor dan menabrak pagar rumah orang.

Lelaki itu pernah terang-terangan menunjukkan rasa sayangnya pada Angel. Alle dengan senyum manisnya, Alle dengan peluk hangatnya, Alle dengan segala kejahilannya, membuat Angel merasa dicintai.

“Venus?” belaian di punggung tangannya menyadarkan sang gadis dari lamunan.

Sudah tak terhitung berapa kali Angel salah tingkah dibuatnya. “Ehm, sorry. Aku aja yang pesen minumannya,” tutur gadis itu menarik tangannya dan beranjak dari kursi.

Helaan napas berembus dari indra penciumannya. Meski kedua tungkai membawa tubuhnya ke kasir, pikirannya tetap berlarian tanpa arah. Tangan kanannya meremat erat dompet yang bertengger di sana.

Bugh

Jantungnya berdetak lebih kencang saat bahunya menabrak pengunjung lain. Gadis itu hanya menunduk dan mengucapkan kata maaf. Rasanya ia sudah tak memiliki tenaga untuk memperpanjang masalah tabrakan singkat itu.

Angel bingung. Ia terlalu jauh melangkah, rasanya sudah tidak ada tempat untuknya kembali.


@guanhengai, 2021.

Jerry memusatkan perhatiannya pada jam dinding yang tergantung di depan kasur kos, sedang Angel masih memainkan jari-jari lentiknya. Belum ada obrolan, mereka sama-sama sibuk menyusun kalimat dalam benak masing-masing.

Selimut tipis yang menutupi kaki keduanya menjadi penghantar kehangatan malam ini. Ada rona merah di pipi Jerry, kini telah menjalar hingga telinga. Darahnya terlalu cepat berdesir kala suasana hatinya tak karuan.

“Gimana atasan lo? Beneran buaya darat?” Akhirnya Jerry memutuskan untuk mengakhiri keheningan mereka.

Kening istrinya mengerut seketika. Ini sudah dua minggu berlalu, rasanya pertanyaan itu sudah terlalu basi untuk dibahas. Saat ini, Angel hanya ingin mengetahui respon Jerry atas 'perjalanan bisnis'nya dengan Alle.

“Kenapa nanyain itu?” tanya sang gadis dengan segala rasa malas.

“Kenapa? Karena masalahnya udah lama?” Pertanyaan Jerry membuat Angel menatap suaminya bingung.

“Udah lama lo nggak cerita sama gue, Angel.”

Lelaki itu tersenyum miris, kemudian membalas tatapan istrinya. Ia hanya ingin mendengar penjelasan dari mulut Angel. Tentang manusia yang kini berstatus sebagai atasannya di kantor, tentang sembilan jam yang mereka habiskan bersama setiap hari, tentang hubungan mereka di masa lalu, dan tentang rencana Angel di masa depan.

Jerry hanya suami kontrak, ia ingat itu. Namun, kini keduanya tinggal di bawah atap yang sama dan tidur di atas ranjang yang sama. Apa yang Angel lakukan akan mempengaruhi Jerry, terutama hatinya.

Kekehan pelan lelaki itu mengawali kalimatnya. “Terakhir kali kita ngobrol itu tentang atasan lo yang keliatan buaya darat lewat chatnya. Udah lama banget, kan?” Nada bicaranya terdengar berbeda dari biasanya, sarkasme terdengar mendominasi pertanyaan Jerry.

“Apaan sih?” Tatapan Angel menajam, bak pedang yang merobek otak suaminya guna mengetahui isinya. “Bisa to the point aja nggak?”

Ada suara gertak gigi setelah Angel menyelesaikan pertanyaannya. Jerry kembali melengos dan menatap lurus dinding kos yang mungkin sudah mulai dingin.

Respon tidak biasa suaminya membuat sang gadis bergidik ngeri. Ia belum pernah melihat Jerry marah dan mungkin hari ini ia adalah saatnya.

“Atasan lo itu cowok, Angel.”

“Sooo?”

Rahang Jerry terlihat mengeras. Tangan lelaki itu sudah mengepal sempurna, uratnya tercetak jelas di balik kulit cerahnya. Tarikan napas panjang menandakan ia sedang menahan amarah saat ini.

“Kalo gue nggak izinin, lo bakal tetep pergi?” tanya Jerry dengan nada yang sangat rendah, membuat sekujur tubuh Angel merinding.

Gadis itu menggumam setelah mendengar pertanyaan suaminya. Tiba-tiba produksi air liurnya meningkat drastis, membuat tenggorokan bergerak naik-turun untuk menelannya.

“Kenapa nggak bolek?” Pertanyaan yang lolos dari mulut Angel membuat darah di kepala Jerry mendidih seketika. Apakah pertanyaan itu benar-benar harus dijawab? Apakah Angel tidak dapat memikirkan sendiri jawabannya?

Lelaki itu menatap istrinya tak percaya. Kalau saja mereka menikah tanpa kontrak, Jerry akan langsung menembak Angel dengan tuduhan perselingkuhan. Saat ini haknya dibatasi, termasuk hak untuk merasa cemburu.

“Gue selalu berusaha buat jalanin peran sebagai suami lo. Boleh nggak kali ini gue minta lo ikut serta dalam peran itu?” Jerry melonggarkan rahangnya kala melihat tautan jemari istrinya mengerat, ia tidak ingin gadis itu merasa takut padanya.

“M-maksudnya?” Angel bertahan dengan posisinya saat ini. Tatapan dan raut wajah Jerry benar-benar tak bersahabat.

Belajar dari kejadian sebelumnya, lelaki itu akan melontarkan perkataan menyakitkan dalam keadaan seperti ini. Kalimatnya tidak ada yang salah satu pun, namun mampu membuat perasaan Angel acak-acakan.

Tatapan Jerry menghangat. Ia harus membuat Angel tenang agar apa yang disampaikannya dapat diterima gadis itu dengan baik. “Apa kata orang kalo ada cewek yang udah nikah dinas ke luar kota sama atasannya, lawan jenis, berdua, naik mobil?”

Angel melengos dan terdiam. Gadis itu memainkan ujung kukunya untuk menyalurkan rasa gugup.

“Iya, gue nggak pergi.” Andai saja Jerry tahu jantung istrinya sudah menyentuh kecepatan maksimal. Genangan di pelupuknya mungkin akan tumpah jika ia mengedipkan mata.

Lelaki itu mengangkat tangan, menempatkannya di atas telapak Angel yang kini sedingin es. “Hey, gue nggak marah, Angel. Coba liat sini dulu,” tuturnya sembari menggeser dagu Angel.

Benar saja, setetes air mata lolos dari pelupuknya. Jerry segera memerintah ibu jarinya untuk menghilangkan jejak itu. “Gue cuma nggak mau lo dicap jelek sama orang, Angel. Kemarin Atuy sama Ojon udah nanyain lo yang selalu pulang sama atasan lo.”

Gadis itu mengangguk seraya menggigit bibir bawahnya. Ia tahu tentang Atuy yang menaruh curiga padanya. Yang ia tidak tahu adalah Jerry menyembunyikan hal itu karena takut menyinggung perasaannya. Angel akan terima jika lelaki itu marah padanya, sumpah.

Kedua telapak lebar sang lelaki sudah mendarat di bahu istrinya. Tatapan Jerry seolah mengundang Angel untuk membalas. “Selama gue masih jadi suami lo, please izinin gue buat ngelarang lo pergi ke luar kota berdua sama lawan jenis.” Permintaan Jerry mendapat anggukan sang istri.

Saat mulut tak mampu berbicara, mata akan mengambil peran. Perlahan tapi pasti, tetes demi tetes dari netra sang gadis memenuhi pipi dan dagunya. Jerry harap air mata itu membawa serta rasa sesak yang Angel pendam.

Butuh beberapa menit untuk Angel menghentikan air matanya.

“By the way, kita tuh temen sekamar paling aneh. Masa nggak pernah gibah, sih? Sekali-kali ngomongin atasan lo boleh dong,” canda Jerry seraya merangkul leher Angel. Gadis itu hanya mendengus geli dan membalas pelukan suaminya. Ternyata, pelukan penuh canda seperti ini jauh lebih romantis.

Sama seperti Angel, Jerry pun merasa nyaman saat gadis itu membebankan kepala di dadanya. Momen ini akan menjadi salah satu hal terbaik yang akan terpatri dalam ingatan Jerry.

Jika boleh, ia tak ingin ada pelukan lain untuk gadisnya. Hanya boleh dada dan lengannya yang mendekap Angel seperti ini.

Egois? Ya, manusia butuh egois untuk mempertahankan sesuatu yang mereka inginkan. Dan mulai sekarang, Jerry ingin Angel.


@guanhengai, 2021.

Sudah lama sejak terakhir kali Jerry mendengar suara keran kamar mandi menyala pukul lima pagi. Morning sickness istrinya tidak muncul selama dua minggu belakangan. Namun, pagi ini lagi-lagi lelaki itu harus mendengar Angel muntah di kamar mandi kosnya.

Jerry yang masih berusaha mengumpulkan nyawa terlihat memaksakan diri untuk bangkit dari kasur. Tungkainya melangkah mendekati sumber suara dan mendorong pintu aluminium yang setengah terbuka.

“Mual banget?” Tangan Jerry yang mendarat di tengkuknya membuat Angel sedikit tersentak.

Gadis itu mengangguk, tenggorokannya sudah tak mampu mengeluarkan suara lagi. Suaminya menahan rambut sang gadis agar tidak terkena cairan bening yang keluar dari mulutnya.

“Kemarin makan pedes nggak?” Gelengan Angel menjawab pertanyaan Jerry.

Helaan napas kasar lelaki itu terdengar jelas. Ini adalah kontak fisik pertama mereka setelah dua minggu saling diam bagai orang asing. Keduanya hanya bertemu saat bangun tidur dan setelah Jerry pulang. Bahkan, pernah beberapa hari mereka tidak saling sapa sama sekali.

Senyum miris terpatri di bibir Jerry. Cincin yang melingkar di jari manisnya seperti tak terlihat oleh Angel, sama seperti dirinya.

“Udah?” tanya lelaki itu kala Angel menegakkan tubuhnya.

Gadis itu mengangguk sembari memijat pelan pelipisnya. Jerry segera meraih tangan Angel dan menggantikannya. Kedua mata sang istri terpejam menikmati sentuhan Jerry.

“Pusing?” Angel mengangguk lagi.

“Nanti kita ke dokter,” ucap Jerry tak ingin dibantah.


@guanhengai, 2021.

Jerry segera menyimpan ponselnya saat pintu kos terbuka. Netranya beralih pada Angel yang membawa sekantung plastik putih di tangannya. Namun, bukan itu yang menjadi fokus Jerry. Dress hitam dan make up tipis di wajah Angel menimbulkan sebuah pertanyaan besar di kepala lelaki itu.

Tatapannya masih mengikuti sang gadis hingga duduk di karpet dan membuka bungkusan makanan yang sudah dibeli. Jantung Jerry sempat berdegup kencang kala tak mendapati Angel di sampingnya tadi.

“Kok rapi banget? Mau ke mana?” tanya lelaki itu menanggapi penampilan istrinya.

Sepertinya Angel masih dalam mode menghindari Jerry. Gadis itu memberi jawaban tanpa membalas tatap lawan bicaranya.

“Hari ini gue mulai kerja.”

Jerry yang masih duduk bersandar kepala kasur itu menaikkan salah satu alisnya. Angel belum memberi tahu dirinya tentang hal tersebut. Berarti lo nggak penting. Begitu batin Jerry.

Akhirnya lelaki itu mengangguk dan memperhatikan suap demi suap yang masuk ke mulut Angel. Syukurlah, beberapa hari ini gadis itu tidak mengalami morning sickness. Jerry tidak tega melihat Angel dengan wajah pucat setiap pukul lima pagi.

“Mau berangkat jam berapa?” Suaranya selalu lembut saat berbicara dengan sang istri.

Gadis itu meletakkan kembali sendok yang sudah ia angkat, kemudian menengok ke arah suaminya. “Gue bisa berangkat sendiri.”

Jerry berdiri dan mendudukkan dirinya di samping Angel. “Gue anter aja. Setidaknya sampe depan kantor kalo lo malu naik motor sama gue.”

Angel menatapnya, kemudian salah satu sudut bibirnya terangkat. “Nggak usah pamer kesengsaraan kali.”

Sepersekon kemudian, gadis itu menggigit ujung bibirnya. “Bego! Kenapa ngomong gitu? Ah, mulut sialan!” batin Angel setelah menyadari kalimatnya yang mungkin menyakiti Jerry.

Namun, lelaki di hadapannya hanya tersenyum manis dan mengusap puncak surainya.

“Makan yang banyak, biar di kantor dedek bayinya nggak rewel.”

Itu adalah kalimat terakhir yang Angel dengar sebelum Jerry beranjak ke kamar mandi dan meninggalkan dirinya dengan rasa bersalah.


@guanhengai, 2021

Suasana pagi ini sedikit berbeda dari pagi-pagi biasanya. Seorang gadis dengan piyama lengkap terlihat menggenggam erat wastafel, berusaha menopang beban tubuhnya. Cairan bening yang sedari tadi keluar dari perutnya membawa serta tenanga Angel.

“Udah lama?” tanya seorang lekaki yang entah sejak kapan berada di belakangnya. Telapak hangatnya turut memijat tengkuk sang istri.

“Keluar aja, Jer.” Angel mendorong dada Jerry agar menjauh dari tubuhnya, takut lelaki itu merasa jijik.

Alih-alih menjawab, Jerry justru melingkarkan lengannya ke pinggang Angel. Tangan satunya masih sibuk memberi pijatan lembut di tengkuk istrinya. Ajaib, rasa mual gadis itu perlahan sirna.

“Gimana? Udah enakan?” tanya Jerry, menatap Angel melalui cermin besar di depan mereka.

Gadis itu mengangguk lemah, lalu berterima kasih pada sang suami yang turut membantu mengatasi morning sickness pertamanya. Setetes air mata lolos dari netra sang gadis. Bukan karena menangis, tetapi karena terlalu lama berkutat dengan rasa mual.

Sepersekon kemudian, tubuhnya tersentak kala telapak hangat mendarat di perutnya. Ia dapat melihat tangan Jerry membuat gerakan memutar di sana.

“Hey, mau nunjukin kalau kamu ada di sini, ya? Mama sama Papa udah tau kok,” tutur Jerry seolah berbicara dengan anaknya.

Kedua insan itu kemudian saling tatap di cermin, menyunggingkan senyum geli. Rasanya masih aneh dan tidak percaya bahwa ada makhluk kecil di dalam sana. Morning sickness Angel pagi ini adalah pertanda nyata bahwa anaknya benar-benar ada.

“Mandi sana, udah jam tujuh.” Jerry mengusap puncak surai Angel sebelum melepas pelukannya. Aneh, bibir Angel mengerucut kala lengan suaminya terlepas.

Sepertinya gadis itu sudah mulai menemukan kenyamanan di pelukan Jerry.


Ibu memperhatikan Angel yang sedang menyantap masakan sang suami. Wajah pucat dan gerakan lambat gadis itu sangat menyita perhatiannya kali ini.

“Kamu sakit, Nak?” tanya sang ibu yang membuat seisi meja makan menengok ke arahnya.

“Eh? Ehm, enggak kok. Kenapa, Bu?” Angel susah payah menyembunyikan rasa gugupnya.

Kini semua mata tertuju pada Angel. Jika bukan karena tangan Jerry yang menggenggamnya di bawah meja, sudah dipastikan gadis itu ambruk karena mati kutu.

“Tadi gue denger lo muntah-muntah, Mba.” Anne buka suara. Mata Agel membulat sempurna. Kali ini sudah tidak ada lagi jalan keluar. Ia harus membeberkan fakta yang mungkin membuat keluarganya bahagia.

“Tahun depan, Yogi bakal punya temen main.” Jerry angkat bicara, menggantikan Angel yang membatu di tempat. Tangannya lagi-lagi mengusap perut rata istrinya, mengisyaratkan ada sesuatu di dalam sana.

Semua yang berada di meja makan bungkam mendengar pernyataan Jerry. Itu adalah kalimat paling mengejutkan yang mereka dengar hari ini. Sedetik kemudian, Ibu bangkit dari duduknya dan memeluk Angel.

“Ada calon cucu Ibu ternyata,” ujar wanita itu sembari membelai rambut anak tengahnya. Senyum tulus dan haru bersatu dalam raut wajahnya.

“Selamat ya, Sayang,” lanjutnya yang dibalas anggukan oleh Angel.

“Selamat, Jer. Titip anak dan cucu Ibu ya.” Kini beliau mengusap surai Jerry dan menepuk bahu lebarnya.

Menit selanjutnya diisi dengan ucapan selamat dari Mas Aryo, Mba Laras, Anne, dan si kecil Yogi. Ternyata mengumumkan kehadiran anggota keluarga baru tidak se-awkward itu. Ah, mungkin karena ada Jerry di samping Angel.

Setelah ini, Angel harus mempersiapkan diri untuk mendengar saran dari ibu dan kakak iparnya. Gadis itu yakin akan ada banyak hal baru yang akan ia lalui ke depannya. Tidak apa-apa. Untuk saat ini, Angel ingin menikmati hidup tanpa masalah yang berarti.

Toh ia juga sudah mendapat pekerjaan. Semoga pertemuannya nanti siang berjalan lancar, meski ia sudah muak membayangkan wajah buaya darat yang akan ditemuinya.


@guanhengai, 2021

Brakkk

Pintu kamar yang semula terkunci kini sudah terbuka sempurna dengan sosok cantik berdiri di depannya. Wajahnya penuh dengan rona merah, hidung dan matanya sudah terlalu sembab karena menangis.

Berjam-jam lamanya gadis itu merenungi pikirannya yang kacau. Fakta yang baru saja ia ketahui sangat memporak-porandakan perasaannya. Tidak, ia tidak benar-benar membenci anaknya. Ia hanya merasa sesak karena buah hatinya hadir di saat yang tidak tepat.

Angel masih membiarkan air matanya mengalir deras. Rentetan pesan dari Jerry membuat perasaannya semakin kacau. Mengapa rasanya begitu sakit?

Gadis itu melihat punggung suaminya bergetar di atas sofa. Ponsel yang masih menyala sudah tergeletak begitu saja di lantai. Isaknya semakin terdengar saat kaki sang gadis mendekat.

Jerry menangis. Lelaki yang selalu menguatkannya kini berurai air mata. Segitu kejamnya kah perkataan Angel tadi? Hahaha, pertanyaan macam apa itu? Tentu sangat kejam, kelewat kejam.

Bughh

Kedua tangan mungil Angel berusaha mengungkung Jerry dalam dekapannya. Ia merasa bahu suaminya semakin bergetar. Pergelangannya di depan sana sudah mulai basah karena tetesan air mata.

“Jer, maaf,” tutur Angel dengan susah payah.

Kini dirinya juga sedang berusaha menahan tangis. Ia meringis saat Jerry dengan jelas menyuarakan isakannya. Terdengar sangat pilu dan menyakitkan.

“Jer, maafin gue.”

Tak mendapat jawaban untuk kedua kalinya, Angel memilih untuk diam dan tetap memeluk suaminya. Ini hal yang ia pelajari dari Jerry, menenangkan tanpa kata. Nyatanya, pelukan hangat dan kehadiran seseorang adalah hal yang dirinya butuhkan. Kini ia tahu Jerry sama sepertinya, act of service is their love language.

Cukup lama mereka berada dalam posisi tersebut. Sama-sama merapikan sesuatu yang sempat tercecer.

Menelan sisa emosinya, Jerry perlahan menetralkan napas dan menenangkan pikiran. Telapak Angel yang masih berusaha menyatu di depan dadanya digenggam erat. Ibu jarinya mengusap punggung tangan sang istri. Jerry tahu Angel juga butuh kekuatan. Mereka sama-sama kalut.

Lelaki itu menghela napas dan berbalik perlahan. Wajah kacau istrinya adalah pemandangan pertama yang ia dapatkan di sana. Entah seberapa buruk keadaan Angel tadi. Jerry menyayangkan dirinya yang ikut terbawa emosi dan tidak menenangkan gadis itu.

“Makasih,” gumam Jerry.

Angel yang kembali mendengar suara suaminya pun kembali dalam kesadaran. Air matanya mengalir deras kala Jerry menatapnya lembut.

“Kenapa lo nggak marah sama gue sih, Jer?” batinnya berteriak. Tatapan Jerry yang seperti itu justru membuatnya semakin merasa bersalah.

“Maafff ....” Akhirnya gadis itu berhambur dalam pelukan sang suami.

“Gue juga minta maaf kalo kata-kata gue nyakitin lo.” Suara rendah namun halus itu memenuhi pendengaran Angel. Sang gadis menggeleng cepat. Tidak. Jerry tidak menyakitinya.

Ingin rasanya berkata terima kasih karena Jerry membuat hatinya sedikit terbuka untuk anak mereka. Namun, tangisnya tiba-tiba tak terkontrol dan membuat tenggorokan gadis itu tercekat.

“Jangan pernah tanya alesan dia ada di sini lagi ya,” tutur Jerry sembari membelai surai Angel penuh kasih.

“Kita yang bikin dia ada di sini, Angel,” lanjutnya.

Lelaki itu mendorong pelan bahu sang istri. Hamparan lampu ibu kota di belakang Angel membuat lelaki itu merasa tengah berbincang dengan seorang malaikat di singgasananya.

“Angel, coba liat gue dulu.” Jerry memaksa istrinya membalas tatapnya.

“Gue nggak janji semua bakal mulus. Nggak ada proses tanpa sakit dan pengorbanan. Tapi, gue janji bakal selalu ada buat lo. Mau kan berproses bareng gue? Sama dedek bayi juga.” Jerry menghaluskan nada bicaranya dan menyibak anak rambut Angel ke belakang telinganya.

Lelaki itu sadar posisinya sebagai kepala rumah tangga. Ia harus menjadi nakhoda untuk Angel saat ini. Jerry harus mempertahankan anaknya, tentu dengan persetujuan sang istri.

Angel hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Sejujurnya, fokus gadis itu sudah buyar saat Jerry menatapnya. Lelaki itu tetap terlihat tampan meski bekas air mata masih memenuhi rupanya. Ah, bahkan ia terlihat sempurna dengan telinganya yang memerah.

“Angel? Kok diem?” Panggilan Jerry menarik paksa kesadarannya.

“Ck, lo curang!” rajuk Angel.

“Hah? Kenapa?” tanya jerry penuh kebingungan.

“Masa habis nangis tetep ganteng? Gue kayak badut! Huaaaa ....” Tangisan Angel kembali berkoar. Kini lebih terdengar seperti rengekan anak kecil yang tidak diberi permen.

“Eh eh eh? Kok nangis lagi?”

Jerry mengangkat tubuh Angel agar duduk menyamping di pangkuannya. Posisi mereka saat ini benar-benar seperti seorang kakak yang sedang membujuk adik kecilnya.

Pasangan aneh.


@guanhengai, 2021